Share

Chapter 10

“Sudah jadi satu,” Fio tersenyum menatap kertas yang sudah berubah menjadi burung kecil.

Fio meletakkan kertas-kertas yang masih berada di dalam kemasan. Dia menggeser sedikit kertas-kertas tersebut dan menarik mangkuk yang berisi nasi dan juga soto. Fio sekarang sudah terbiasa makan siang seorang diri sejak Nadya lebih sibuk bersama dengan Dio.

Netra Fio mulai menatap sekitarnya yang nampak ramai. Mereka kebanyakan bergerombol. Sedangkan Fio hanya seorang diri dengan kertas yang sudah berubah bentuk menjadi seekor burung kecil. Fio menertawakan dirinya sendiri yang ternyata benar-benar seperti kehilangan sosok teman dekat di hidupnya.

Fio sesekali masih mengedarkan pandangannya ke sekitarnya dan secara tidak sengaja bertemu pandang dengan Rey. Nama pemuda yang sangat populer di SMA Nusantara. Seorang pebasket yang selalu menjadi andalan sekolahnya. Fio berhenti mengunyah kala Rey masih menatapnya dalam diam. Pipi Fio nampak menggembung karena nasi soto serta tempe yang terlalu banyak dia masukkan ke dalam mulutnya.

Fio mengedipkan matanya sekali sambil meneruskan mengunyah makanannya kemudian menelannya. Gadis itu mengira Rey akan segera memutus kontak mata mereka. Tapi ternyata dugaan Fio keliru. Rey masih saja menatapnya. Dan ketika bibir pemuda itu tertarik tipis ke atas, Fio langsung terlihat gelagapan.

“Uhukk… uhukk… uhukk!” Fio tersedak.

Dia menepuk dadanya dengan sedikit keras untuk meredakan batuknya yang semakin menjadi kala matanya menatap Rey yang nampak bangkit berdiri dari duduknya. Pemuda itu nampak mengatakan sesuatu kepada temannya kemudian berjalan ke arah Fio. Orang-orang di sekitar Fio mulai memperhatikan gadis itu yang sepertinya sedang terkejut karena Rey kini berhenti di depan mejanya dengan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana sekolahnya. Fio menelan salivanya dengan sedikit kesulitan. Dia menegakkan tubuhnya dengan bibir yang masih sedikit terbuka.

“Ini minum dulu,” Rey mengambil gelas di depan Fio kemudian mengulurkannya kepada gadis itu.

Fio tidak langsung merespon karena masih mencoba untuk mencerna hal yang sedang terjadi kepada dirinya. Gadis itu kemudian mengedipkan matanya dan mengangguk seperti robot. Fio segera mengambil gelas yang di ulurkan oleh Rey kepadanya. Dia segera meminumnya dengan mata yang masih tidak beralih dari sosok Rey.

“Boleh aku duduk disini?” tanya Rey dengan senyuman yang membuat banyak gadis terpikat.

Fio meletakkan gelasnya kemudian menganggukkan kepalanya. “ Ya tentu saja,” jawabnya.

Fio kemudian menatap ke sekitarnya dan sudah banyak pasang mata yang menatap ke arah mejanya dimana sekarang ada Rey yang sedang duduk tepat di depannya dengan gaya yang nampak santai dan juga mempesona bagi para gadis di sekolahnya.

“Aku Rey,” kata pemuda di depannya sambil mengulurkan tangan kepada Fio.

Fio menatap tangan Rey kemudian menyambutnya dengan dahi berkerut. “Aku Fio,” balas Fio dengan senyuman yang mengembang cantik.

Fio menarik tangannya kembali. Gadis itu mengikuti arah pandang Rey. Pemuda itu menatap kertas berbentuk burung kecil yang ada di meja tersebut. Senyum pemuda itu terkembang sempurna.

“Kamu suka origami?” tanya Rey yang sudah mengalihkan netranya kepada Fio.

Gadis di depannya menganggukkan kepalanya dan tersenyum manis. “Ya, aku suka,” jawab Fio sambil menyendokkan nasi soto yang belum habis.

Rey terkekeh melihat cara Fio makan. “Pelan-pelan makannya aku tidak akan meminta nasi sotomu, nanti kamu bisa tersedak lagi,” kata Rey.

“Eh?” Fio berhenti mengunyah dan pipinya nampak menggembung karena banyaknya nasi soto dan tempe yang dia masukkan ke dalam mulut.

“Aku ingin mencoba membuat origami,” kata Rey tanpa menjawab keterkejutan Fio.

Fio meneruskan kunyahannya sambil menganggukkan kepalanya. “Kamu pernah membuat burung kecil seperti ini sebelumnya?” tanya Fio.

Rey mengangguk. “Aku pernah membuatnya beberapa kali ketika aku kecil dan sayangnya aku sekarang sudah lupa cara melipatnya,” jawab Rey.

Fio mengambil kertas di samping mangkuknya yang memiliki warna merah. Kemudian Fio memberikan kertas tersebut kepada Rey. Dia kembali memakan makanannya dengan tenang. Hanya tinggal beberapa sendok dan makanan di mangkuknya akan habis.

“Cobalah, kamu akan menyukainya juga,” kata Fio kemudian matanya sedikit menyipit. “Aku rasa,” lanjut Fio sambil terkekeh.

Rey tertawa. “Baiklah,” dia kemudian mengambil kertas tersebut dan mencoba membuat bentuk burung yang sama persis dengan milik Fio.

Fio menyingkirkan mangkuknya yang sudah kosong kemudian segera meraih gelasnya dan meminum isinya hingga tandas.

“Ah! Aku kenyang sekali!”

Rey tersenyum samar melihat tingkah gadis di depannya itu. Mood Fio naik beberapa kali lipat. Dia fokus menatap Rey yang nampak sedang berkonsentrasi dengan kertas di depannya. Fio spontan terkekeh melihat lipatan Rey yang salah.

“Salah! begini cara melipatnya,” kata Fio kemudian mengambil kertas Rey dan membenarkan lipatan kertas di tangannya.

Rey tertawa. “Sepertinya aku memang sudah lupa caranya,” kata Rey.

“Hmm, kelihatannya kamu memang lupa,” kata Fio sambil tertawa.

Rey menghentikan tawanya dan terus menatap gadis di depannya yang terlihat sangat cantik ketika tertawa itu. Fio masih belum tersadar jika Rey masih menatapnya. Fio sedang menundukkan kepalanya dan fokus dengan kertasnya. Hingga tidak berapa lama, suara bel tanda masuk kelas berbunyi. Fio mendongak dan menatap sekitarnya dimana beberapa anak sedang berbisik dan menatap ke mejanya. Fio mengangkat bahunya dengan ekspresi acuh.

Para murid mulai meninggalkan kantin dan berjalan menuju ke kelas mereka masing-masing. Fio dan Rey juga nampak berdiri kemudian mereka berjalan beriringan menuju ke kelas masing-masing. Fio tidak mengerti kenapa Rey bersikap demikian kepadanya. Seingatnya mereka berdua tidak pernah menyapa sebelumnya.

“Banyak yang membicarakan kita,” gumam Fio dengan mata menyipit.

Rey menoleh ke sampingnya dan menaikkan satu alisnya. “Kenapa?” tanya Rey.

“Ckh!” Fio berdecak. “Jelas sekali aku pasti akan jadi bahan pembicaraan gadis-gadis di sekolah kita, kamu adalah orang dengan sejuta pesona di sekolah kita dan banyak yang mengantri ingin berbicara denganmu,” kata Fio kemudian terkekeh.

Rey tertawa. Pemuda itu berhenti dan menghadap ke arah Fio yang membuat gadis itu juga menghentikan langkahnya. Dia mendongak untuk melihat wajah Rey dengan tatapan herannya. Rey tersenyum manis kepada Fio. Gadis di depannya hanya membalas senyuman Rey sekedarnya karena dia tidak tahu kenapa Rey bersikap seperti sekarang kepadanya. Sikapnya manis dan juga menyenangkan, seperti teman yang sudah lama saling mengenal.

“Kamu tahu? Aku tidak suka dikejar,” Rey tersenyum hangat. “Aku senang mengenalmu,” Rey mengusap puncak kepala Fio.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Zaenal Arifin
alurnya bolak balik membosankan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status