Share

Chapter 9

Fio bergegas pergi ke dalam kamarnya dan menatap layar ponsel yang disana terdapat nomor serta nama Bian. Fio menggigit bibirnya. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Gadis itu menggenggam ponselnya dengan kerutan di dahinya.

“Apa aku nanti akan terlihat sangat agresif?” Fio menggigit bibir bawahnya.

Sambil merapal doa di dalam hatinya, Fio kemudian kembali menatap layar ponsel yang ada di genggaman tangannya.

“Hai, ini aku Fio.” Hanya itu yang Fio sanggup kirimkan untuk Bian.

Gadis itu terdengar menghembuskan nafas dalam. Fio segera meletakkan ponselnya ke atas meja belajar. Fio mengulang satu kalimat sebanyak tiga kali tapi tetap saja dirinya tidak berhasil membuat dirinya sendiri paham dengan materi yang sedang dipelajarinya.

Fio menyandarkan punggungnya ke belakang. Matanya melirik ke arah ponsel yang sampai lima belas menit berlalu sama sekali belum ada respon dari pemuda yang berhasil membuyarkan konsentrasi belajarnya tersebut.

Fio menelan salivanya dengan kesulitan. Dia mulai menggigit kuku jarinya dengan dahi yang berkerut dan juga binar mata yang mulai meredup.

“Kenapa tidak dibalas?” Fio bergumam.

Fio meletakkan dahinya ke atas meja sambil berusaha meredakan rasa kecewa di dalam hatinya. Masih dengan posisi yang sama, gadis itu meraba meja dan mengambil ponselnya. Hanya beberapa detik kemudian dia kembali membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.

Fio menegakkan tubuhnya. “Kenapa kesannya jadi aku yang berharap bisa dekat dengan Bian?” Fio bergumam. “Pasti aku sudah gila!” lanjut Fio kemudian.

Dia berdiri dan melangkahkan kakinya menuju ke arah ranjang. Fio membaringkan tubuhnya disana. Kakinya masih menjuntai di atas lantai sehingga dirinya bisa mengayunkan kakinya dengan leluasa.

“Apa orang jatuh cinta memang seperti ini?” tanya Fio kepada kamarnya yang terasa sunyi itu.

Fio melebarkan matanya kala tersadar dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Dia kemudian bangkit dan duduk di pinggiran ranjang. Dia menepuk kedua pipinya dengan pelan. Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil memejamkan matanya sejenak.

“Aku pasti sudah benar-benar gila sekarang, bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan Bian?!” kata Fio dengan nada kesal.

Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Pasti aku cuma terbawa suasana, lagipula aku tidak memiliki pengalaman apapun dalam hal yang menyangkut hati terhadap lawan jenis jadi ini semua pasti hanya perasaan euphoria saja,” lanjut Fio yang masih tetap menyangkal pemikiran awalnya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Fio segera menatap meja yang diatasnya terdapat ponsel yang sejak dirinya mengirim pesan kepada Bian, sama sekali tidak berani disentuhnya. Fio menelan salivanya dengan gugup. Fio meraba dadanya dan dia harus kembali mendapati jantungnya yang berdetak dengan lebih cepat serta perasaan cemas yang menguasai dirinya.

Fio bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah meja belajarnya. Dia mengulurkan tangannya dan mengambil ponsel yang tergeletak tidak berdaya di atas meja tersebut dengan gerakan pelan. Fio membasahi bibirnya dan memejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya membuka mata dan menatap layar ponselnya. Matanya melebar kala tahu siapa yang mengiriminya pesan. Bian.

“Halo Fio, kamu belum tidur?”

Fio tersenyum dengan dada yang terasa membuncah senang. Dia dengan cekatan segera mengetikkan pesan balasan untuk Bian.

“Belum, masih belajar, kamu sedang apa?”

Setelah mengirimkan pesannya kepada Bian, Fio mendekap ponselnya dengan erat kemudian dia berlonjak kegirangan. Fio menjatuhkan dirinya ke atas ranjang dan menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum lega. Tidak berapa lama, dia kembali fokus dengan ponselnya ketika nada dering berbunyi.

“Aku sedang istirahat,” balas Bian di dalam pesannya.

“Semangat ya! Kamu luar biasa sekolah sambil kerja,” balas Fio dengan cepat.

“Terima kasih banyak Fio, sepertinya waktu istirahatku sudah hampir habis, bye Fio!”

Fio mengerucutkan bibirnya dengan sedikit kesal. Fio menganggukkan kepalanya.

“Ya, aku juga harus kembali belajar, bye Bi!”

***

“Bian?” Fio memicingkan matanya dari kejauhan.

Fio menghentikan sepedanya tepat di depan Bian. Gadis itu nampak ceria dan juga bersemangat. Bian yang nampak sedang mengamati layar ponsel di tangannya belum sadar jika ada Fio di depannya. Sampai Fio menepuk bahu pemuda itu.

“Hai!” Bian nampak sangat terkejut dengan kemunculan Fio di depannya.

Fio tersenyum. “Kamu ngapain kesini?” tanya Fio.

“Aku baru saja mengembalikan baju milik temanku, dia bersekolah disini,” jawab Bian dengan santai.

“Oh begitu, aku pikir kamu mencariku,” celetuk Fio tanpa berpikir panjang.

Bian menghentikan senyumannya dan menatap Fio tanpa membalas ucapan gadis itu. Sedetik kemudian, Fio nampaknya baru tersadar dengan apa yang baru saja dia katakan kepada pria itu. Fio segera menutup bibirnya dengan satu telapak tangannya dan menatap Bian dengan perasaan canggung yang tiba-tiba datang.

“Eumm sepertinya aku harus masuk ke dalam kelas, kamu hati-hati di jalan, bye Bi!” tanpa menunggu Bian menjawab ucapannya, Fio segera mengayuh kembali sepedanya dan memasuki kawasan sekolahnya.

Fio sama sekali tidak menoleh ke belakang lagi. Sementara itu, di luar gerbang SMA Nusantara, Bian masih berdiri dengan wajah bingungnya. Dia masih mencoba mencerna kalimat spontan yang dilontarkan oleh Fio kepadanya. Bian kemudian tersenyum dan berjalan meninggalkan sekolah Fio.

***

Fio menumpukan kepalanya pada meja kelas sambil terus merutuki tindakannya yang tidak dia pikirkan akibatnya. Nadya yang baru saja datang langsung menaikkan satu alisnya ketika melihat Fio yang sudah menyembunyikan wajahnya.

“Kamu kenapa?” tanya Nadya sambil meletakkan tasnya.

Fio mendongak dan memasang wajah memelas ke arah Nadya. “Aku sedang malu, Nad,” jawab Fio cepat.

Nadya tertawa. “Malu kenapa?” tanyanya lebih lanjut.

“Aku sedang malu dan aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang, aku bingung harus bersikap seperti apa jika nanti kami bertemu,” kata Fio kemudian menghela nafasnya panjang.

Nadya menghentikan tawanya dan matanya mulai memicing. Nadya menarik kedua tangannya dan melipatnya di depan dada. Gadis itu duduk di samping Fio dengan bibir yang masih terkunci rapat. Nadya memandang wajah Fio.

“Kamu suka dengan seseorang?” tanya Nadya dengan tatapan menyelidik.

Dengan lemah Fio menganggukkan kepalanya sambil melengkungkan bibirnya ke bawah. Gadis itu menundukkan kepalanya.

***

Menceritakan semuanya kepada Nadya hanya akan berakhir sia-sia. Dunia Nadya masih terpusat kepada Dio sedangkan dirinya tidak terlalu penting lagi untuk gadis itu. Fio berjalan dengan santai menuju ke kantin sambil membawa kertas berwarna-warni yang semalam juga dirinya gunakan sebagian untuk membuat burung-burung kertas.

Katika hati Fio memang tidak begitu baik, dia akan melipat kertas sebagai obat penenangnya. Gadis itu memilih duduk di bangku belakang sambil menunggu pesanannya datang, gadis itu mengeluarkan kertasnya. Fio mulai melipat-lipat kertas di hadapannya dengan tenang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status