แชร์

Chapter 9

ผู้เขียน: angeelintang
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-09-18 23:46:23

Fio bergegas pergi ke dalam kamarnya dan menatap layar ponsel yang disana terdapat nomor serta nama Bian. Fio menggigit bibirnya. Matanya sesekali melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Gadis itu menggenggam ponselnya dengan kerutan di dahinya.

“Apa aku nanti akan terlihat sangat agresif?” Fio menggigit bibir bawahnya.

Sambil merapal doa di dalam hatinya, Fio kemudian kembali menatap layar ponsel yang ada di genggaman tangannya.

“Hai, ini aku Fio.” Hanya itu yang Fio sanggup kirimkan untuk Bian.

Gadis itu terdengar menghembuskan nafas dalam. Fio segera meletakkan ponselnya ke atas meja belajar. Fio mengulang satu kalimat sebanyak tiga kali tapi tetap saja dirinya tidak berhasil membuat dirinya sendiri paham dengan materi yang sedang dipelajarinya.

Fio menyandarkan punggungnya ke belakang. Matanya melirik ke arah ponsel yang sampai lima belas menit berlalu sama sekali belum ada respon dari pemuda yang berhasil membuyarkan konsentrasi belajarnya tersebut.

Fio menelan salivanya dengan kesulitan. Dia mulai menggigit kuku jarinya dengan dahi yang berkerut dan juga binar mata yang mulai meredup.

“Kenapa tidak dibalas?” Fio bergumam.

Fio meletakkan dahinya ke atas meja sambil berusaha meredakan rasa kecewa di dalam hatinya. Masih dengan posisi yang sama, gadis itu meraba meja dan mengambil ponselnya. Hanya beberapa detik kemudian dia kembali membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja.

Fio menegakkan tubuhnya. “Kenapa kesannya jadi aku yang berharap bisa dekat dengan Bian?” Fio bergumam. “Pasti aku sudah gila!” lanjut Fio kemudian.

Dia berdiri dan melangkahkan kakinya menuju ke arah ranjang. Fio membaringkan tubuhnya disana. Kakinya masih menjuntai di atas lantai sehingga dirinya bisa mengayunkan kakinya dengan leluasa.

“Apa orang jatuh cinta memang seperti ini?” tanya Fio kepada kamarnya yang terasa sunyi itu.

Fio melebarkan matanya kala tersadar dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Dia kemudian bangkit dan duduk di pinggiran ranjang. Dia menepuk kedua pipinya dengan pelan. Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil memejamkan matanya sejenak.

“Aku pasti sudah benar-benar gila sekarang, bagaimana bisa aku jatuh cinta dengan Bian?!” kata Fio dengan nada kesal.

Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Pasti aku cuma terbawa suasana, lagipula aku tidak memiliki pengalaman apapun dalam hal yang menyangkut hati terhadap lawan jenis jadi ini semua pasti hanya perasaan euphoria saja,” lanjut Fio yang masih tetap menyangkal pemikiran awalnya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Fio segera menatap meja yang diatasnya terdapat ponsel yang sejak dirinya mengirim pesan kepada Bian, sama sekali tidak berani disentuhnya. Fio menelan salivanya dengan gugup. Fio meraba dadanya dan dia harus kembali mendapati jantungnya yang berdetak dengan lebih cepat serta perasaan cemas yang menguasai dirinya.

Fio bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah meja belajarnya. Dia mengulurkan tangannya dan mengambil ponsel yang tergeletak tidak berdaya di atas meja tersebut dengan gerakan pelan. Fio membasahi bibirnya dan memejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya membuka mata dan menatap layar ponselnya. Matanya melebar kala tahu siapa yang mengiriminya pesan. Bian.

“Halo Fio, kamu belum tidur?”

Fio tersenyum dengan dada yang terasa membuncah senang. Dia dengan cekatan segera mengetikkan pesan balasan untuk Bian.

“Belum, masih belajar, kamu sedang apa?”

Setelah mengirimkan pesannya kepada Bian, Fio mendekap ponselnya dengan erat kemudian dia berlonjak kegirangan. Fio menjatuhkan dirinya ke atas ranjang dan menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum lega. Tidak berapa lama, dia kembali fokus dengan ponselnya ketika nada dering berbunyi.

“Aku sedang istirahat,” balas Bian di dalam pesannya.

“Semangat ya! Kamu luar biasa sekolah sambil kerja,” balas Fio dengan cepat.

“Terima kasih banyak Fio, sepertinya waktu istirahatku sudah hampir habis, bye Fio!”

Fio mengerucutkan bibirnya dengan sedikit kesal. Fio menganggukkan kepalanya.

“Ya, aku juga harus kembali belajar, bye Bi!”

***

“Bian?” Fio memicingkan matanya dari kejauhan.

Fio menghentikan sepedanya tepat di depan Bian. Gadis itu nampak ceria dan juga bersemangat. Bian yang nampak sedang mengamati layar ponsel di tangannya belum sadar jika ada Fio di depannya. Sampai Fio menepuk bahu pemuda itu.

“Hai!” Bian nampak sangat terkejut dengan kemunculan Fio di depannya.

Fio tersenyum. “Kamu ngapain kesini?” tanya Fio.

“Aku baru saja mengembalikan baju milik temanku, dia bersekolah disini,” jawab Bian dengan santai.

“Oh begitu, aku pikir kamu mencariku,” celetuk Fio tanpa berpikir panjang.

Bian menghentikan senyumannya dan menatap Fio tanpa membalas ucapan gadis itu. Sedetik kemudian, Fio nampaknya baru tersadar dengan apa yang baru saja dia katakan kepada pria itu. Fio segera menutup bibirnya dengan satu telapak tangannya dan menatap Bian dengan perasaan canggung yang tiba-tiba datang.

“Eumm sepertinya aku harus masuk ke dalam kelas, kamu hati-hati di jalan, bye Bi!” tanpa menunggu Bian menjawab ucapannya, Fio segera mengayuh kembali sepedanya dan memasuki kawasan sekolahnya.

Fio sama sekali tidak menoleh ke belakang lagi. Sementara itu, di luar gerbang SMA Nusantara, Bian masih berdiri dengan wajah bingungnya. Dia masih mencoba mencerna kalimat spontan yang dilontarkan oleh Fio kepadanya. Bian kemudian tersenyum dan berjalan meninggalkan sekolah Fio.

***

Fio menumpukan kepalanya pada meja kelas sambil terus merutuki tindakannya yang tidak dia pikirkan akibatnya. Nadya yang baru saja datang langsung menaikkan satu alisnya ketika melihat Fio yang sudah menyembunyikan wajahnya.

“Kamu kenapa?” tanya Nadya sambil meletakkan tasnya.

Fio mendongak dan memasang wajah memelas ke arah Nadya. “Aku sedang malu, Nad,” jawab Fio cepat.

Nadya tertawa. “Malu kenapa?” tanyanya lebih lanjut.

“Aku sedang malu dan aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang, aku bingung harus bersikap seperti apa jika nanti kami bertemu,” kata Fio kemudian menghela nafasnya panjang.

Nadya menghentikan tawanya dan matanya mulai memicing. Nadya menarik kedua tangannya dan melipatnya di depan dada. Gadis itu duduk di samping Fio dengan bibir yang masih terkunci rapat. Nadya memandang wajah Fio.

“Kamu suka dengan seseorang?” tanya Nadya dengan tatapan menyelidik.

Dengan lemah Fio menganggukkan kepalanya sambil melengkungkan bibirnya ke bawah. Gadis itu menundukkan kepalanya.

***

Menceritakan semuanya kepada Nadya hanya akan berakhir sia-sia. Dunia Nadya masih terpusat kepada Dio sedangkan dirinya tidak terlalu penting lagi untuk gadis itu. Fio berjalan dengan santai menuju ke kantin sambil membawa kertas berwarna-warni yang semalam juga dirinya gunakan sebagian untuk membuat burung-burung kertas.

Katika hati Fio memang tidak begitu baik, dia akan melipat kertas sebagai obat penenangnya. Gadis itu memilih duduk di bangku belakang sambil menunggu pesanannya datang, gadis itu mengeluarkan kertasnya. Fio mulai melipat-lipat kertas di hadapannya dengan tenang.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status