Share

Tuan Konglomerat, Kali ini Aku akan jadi istrimu
Tuan Konglomerat, Kali ini Aku akan jadi istrimu
Penulis: Lee Lizbet 88

BAB 1. Cahaya Kuning Keemasan Liontin Bunda.

“Ah! Iyah Mas, gitu … iya … aku suka, Mas!”

Ratih terbangun, mendengar suara adik tirinya merintih keenakkan di kamar sebelah. Tubuhnya terlalu lemah untuk sekedar bangun dari tempat tidur dan duduk. Apalagi sampai berjalan ke luar dari kamar tidurnya.

Masih lengkap dengan pakaian serba hitam, ia kembali menyeka air matanya. “Ayah …,” lirihnya mengingat jika tadi siang dirinya dan seluruh keluarga baru saja mengubur ayahnya.

Lamunannya buyar, saat suara lelaki yang tidak asing kembali terdengar bersahutan dengan desahan adik tirinya. “Kamu suka, Nia?! Oh! Nia, kamu sangat agresif!”

“Mas Rangga?!” batin Ratih sambil menggeleng tidak percaya. Dengan sisa tenaganya, ia berjalan memegangi tembok kamarnya dan membuka lebar pintu kamar yang memang tidak tertutup rapat.

Persis di sebelah kamar itu, kamar Nia, saudara tirinya terbuka lebar. Seolah memang sengaja, Nia menatap Ratih sambil tersenyum sinis menikmati tiap hentakan brutal penuh nafsu dari Rangga, suami Ratih.

“Apa yang kalian lakukan?!” pekik Ratih tak kuat menahan tangis, tubuhnya gemetar hebat, kakinya lemas. Dia tidak tau apa yang terjadi dengannya, nafasnya tersengal melihat kejutan keji yang diberikan oleh suami dan adik tirinya.

Terlihat Rangga mengambil sehelai kain bali milik Nia dan melilitkannya ke pinggang sambil berjalan mendekati Ratih. Wajahnya tidak menunjukkan penyesalahan tetapi justru sebuah kebencian, dengan kasar tangan kokohnya merengkuh kuat rahang Ratih.

“Kamu adalah wanita sial yang tidak lagi berguna bagiku, Ratih! Waktumu untuk mendampingiku sudah cukup sampai di sini, apa kamu paham?!” desisan suara Rangga terdengar menusuk hingga ke relung batin terdalamnya Ratih.

“Kamu tega?! Setelah apa yang aku lakukan untukmu, setelah aku mengangkat derajatmu?!”

“DIAM! Derajat, kamu bilang?! Sepertinya kamu memang sudah ingin segera menyusul Ayah kamu ke liang lahat, Ratih!” Rangga dengan kasar langsung menarik Ratih dan menghempaskan tubuh lemah Ratih hingga membuat Ratih tersungkur tepat di ujung sudut anak tangga lantai dua rumahnya.

“Rangga, apa yang akan kamu lakukan, Rangga?” Ratih menetap ngeri wajah kejam suaminya saat Rangga kembali mendekati dirinya..

“Kamu bukan lagi Rangga yang aku kenal! Kurang bai kapa aku selama ini sama kamu dan keluargamu, Rangga?! Lalu balasanmu dengan berselingkuh secara terang-terangan di hadapanku? Kenapa harus sama adik tiriku, hah?! Kenapa?!” Ratih masih tidak terima dengan perselingkuhan Rangga.

Suara langkah kaki dari belakang tubuh Ratih terdengar samar mendekat ke arahnya, baru saja Ratih hendak menoleh. Sebuah perintah dari Rangga membuatnya kembali memalingkan wajahnya pada posisi semula, menatap Rangga tidak percaya.

“Habisi dia!”

BUG!

Sebuah pukulan telak, mengenai kepala bagian belakang Ratih. Seketika itu juga ia rubuh dan tidak sadarkan diri. Diantara sadar dan tidak, Ratih seperti merasakan tubuhnya diseret di bawah guyuran hujan, samar-samar telinganya menangkap suara lirih. Suara yang sangat dikenal olehnya.

Nampak perdebatan terjadi diantara dua manusia biadab itu untuk bersekongkol. “Sudahlah! Buang saja tubuhnya di danau petik wangi. Nanti urusan polisi dan pihak forensik biar aku yang ngurus.”

Nafas Ratih tersengal, ingin rasanya dia bangun dan memberontak. Namun apa daya, tubuhnya yang lemah lantas dilempar begitu saja di atas tumpukkan bongkahan karet, seperti seonggok daging tak berharga.

Entah siapa yang membawa truck malam itu, Ratih juga tidak tau. Di sela-sela kesadarannya yang minim, ia lalu kembali merasakan tubuhnya diangkat seseorang lalu diayun sampai melayang. Terdengar suara benda jatuh ke dalam air.

BYUR!

Tubuh Ratih mulai tenggelam ke dasar danau. Dadanya terasa sangat panas, seperti mau meledak. Air masuk perlahan lewat mulut dan hidungnya, Ratih tak bisa bergerak ataupun berbuat banyak. Ratih sadar, mungkin sekarang adalah saat terakhirnya. Rupanya ajal akan menjemput, sebentar lagi.

“Tuhan … berikanlah aku kesempatan untuk merubah jalan hidupku, sekali saja. Bukankah, tiada yang mustahil bagi-Mu, Yah Tuhan.”

Sebuah permohonan yang tidak masuk akal dipanjatkan begitu khusyuk di detik-detik terakhir, degup jantung yang semakin melemah diiringi telinganya yang berdenging begitu hebat.

Gelap, dingin, dan kosong. Ratih mulai tersadar, perlahan dia mengerjapkan kedua kelopak matanya. Ratih mulai melihat dirinya sendiri meninggalkan tubuhnya. Seolah dia sadar roh meninggalkan jasadnya namun tak bisa berbuat apa- apa.

Seperti medapatkan tuntunan, Ratih berjalan menuju ke sebuah titik cahaya. Seolah datang menghampirinya makin lama makin besar, tangan lemah itu mencoba untuk meraihnya, sambil memegang sebuah gantungan liontin pemberian almarhum bundanya.

“Bunda, kamukah itu, Bunda?” batin Ratih, mata mulai merasakan silau yang teramat menyengat sensasi.

“Aku, ingin kembali untuk memperbaiki semuanya … aku, tidak ingin kalian pergi, aku belum siap mati ….” Ratih terus memanjatkan keinginannya tiada henti, sampai sebuah cahaya berwarna kuning keemasan keluar memancar dari liontin yang digenggamnya dengan erat.

Kedua Cahaya itu berpadu satu membentuk sebuah lingkaran yang terus berputar semakin lama semakin cepat. Ratih juga merasakan pusing yang teramat sangat hebat, ketika tubuhnya ikut terputar di dalamnya. Hingga tubuhnya terpental.

BIP! BIP! BIP!

Ratih merasakan seluruh tubuhnya seperti patah, matanya mengerjap, napasnya tersengal.

“HUAH! AKU BELUM MATI!” teriak Ratih seketika, meski kesadarannya belum pulih.

“Kepalaku! Kepalaku!” Disentuh lagi, bagian kepala belakangnya. Tidak ada darah, tapi rasa memar di bagian kepala belakang masih terasa sakit.

Dadanya terasa sakit, sensasi terbakar terasa sangat nyata. Ratih menoleh ke kanan dan ke kiri, dia terdiam mematung. Sepersekian detik Ratih mencoba meraih lagi kesadarannya.

Dia melihat kedua tangannya masih utuh bahkan dia bisa menyentuhnya. Karena masih ragu, Ratih mencubitnya.

"Aw! Sakit," keluh Ratih lirih.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" batin Ratih dalam hati.

Di tengah kebingungannya, Ratih mencoba melihat alarmnya yang masih berisik, membuatnya sadar. Dia langsung menekan sebuah tombol untuk mematikan bunyi tersebut.

“Yah, Tuhan! Apa yang baru saja aku alami? Apakah ini semua hanya mimpi, kenapa ini terasa nyata sekali,” lirih Ratih, lalu bangun kaki langsung terpaku saat melihat sesosok pria yang baru saja dikuburnya beberapa waktu lalu.

“Apa, aku sudah mati? Apa akua da di surga? Tapi, kenapa rasanya aku masih hidup?” tanya Ratih frustrasi kepada dirinya sendiri tanpa melepaskan pandangannya pada pria yang masih menatapnya tajam.

“Tentu saja kamu belum mati, kamu baru saja bangun tidur, Ratih. Haduh, anak ini kok halunya kebangetan.” Darman menghela nafas seraya menggelengkan kepalanya.

“Ayah? Ayah, juga masih hidup? Ayah?!” Ratih menatap tidak percaya, pertanyaannya sangat mengusik Darman yang saat itu baru saja masuk ke dalam kamar anaknya dengan niat mau membangunkan Ratih.

“Astaga, Nggak suka lihat Ayah masih sehat gini?” Kembali Darman berdecak kesal melirik Ratih dengan kesal.

“Tapi, seingatku … Ayah sudah-“

“Tentu saja Ayah masih hidup, Ratih! Lihatlah, Ayah berdiri di depanmu dan sangat sehat walafiat! Cepat, bangun! Jangan tidur terus!” omel Darman saat melihat Ratih malah bengong dan tidak berkata apa pun selain hanya membuka lebar mulut dan matanya.

“Ta-tapi, bagaimana mungkin ini terjadi?”

Lee Lizbet 88

Halo, halo! Salam kenal dear Readers

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Chubby Misso
Awal yang seru! ...
goodnovel comment avatar
Nasreen
suka cara penulis menjabarkan situasi terasa ada di sana.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status