Wanita itu membungkuk pelan kepada Sean dan berkata, "Tuan Muda, silahkan, ikuti aku."
Sean mengangguk dan tatapannya menyapu pelan dari wajah Jennie dan Fikri, lalu ia pergi bersama dengan sekretaris cantik itu. Menyisakan Natalie bertiga terdiam, terkejut dan curiga di tempat.
—
"Tapi, Paman, sungguh aku tidak ingin menjadi pewaris Keluarga Diningrat! Mereka telah menbunuh Ibuku!"
"Tuan Muda, tolong kerja samanya, ya?"
Sean dan Roby berbincang sesaat, fdia masih saja tidak ingin meneruskan warisan, sungguh tidak ingin untuk mengalah dengan Ayahnya.
Tapi kalau dia tidak menandatangani surat perjanjian itu, Roby tidak akan pernah meminjamkan uang untuknya, atau mungkin dia akan membiarkan Arga menghubunginya.
Sean menghela nafas tak berdaya dan hanya bisa mengambil pena lalu menandatangani surat itu. Lalu dia menyuruh Roby untuk mencari orang yang memiliki sumsum yang sama dengan Andin. Dia juga menyuruh Roby untuk memberikan tiga ratus juta kepadanya, lalu pergi meninggalkan Perusahaan Martaguna.
Untuk bagaimana Roby memberitahu Arga masalah ini, dia sudah tidak ingin mengetahuinya. Yang penting dia tidak harus menghubungi Arga terlebih dahulu. Dia tahu kalau Arga tidak akan menghubunginya terlebih dahulu.
Kalaupun dia terima untuk menerima warisan, dia juga tidak memutuskan untuk begitu cepat memaafkan Arga.
—
Tiba di rumah sakit, Sean berjalan ke ruang pasien membawa sebuah koper, dia melihat Khair kembali lagi. Tidak hanya itu, dia juga duduk bersama dengan Mega di tepi ranjang, sambil berbincang dengan anaknya yang baru sadar. Jarak Khair sangat dekat dengan Mega, bahkan mereka berdua berbincang ria.
Sean menyipitkan matanya dan melangkah besar ke dalam ruang pasien. Sean baru saja ingin bilang bahwa dia mendapatkan uangnya. Lain kali dia tidak akan membiarkan Mega hidup kesulitan lagi.
Hanya saja tanpa menunggu dia membuka mulut, Mega melihat ke arahnya dengan cuek, “Sean, kemana saja kamu? Tadi pihak rumah sakit datang meminta bayaran lagi. Kalau bukan karena Pak Khair membantu membayar terlebih dahulu, mungkin Andin sekarang telah diusir,” melihat kedatangan Sean, Mega sangatlah kesal.
Mega melihat tatapan Sean yang penuh kecewa. Sudah di saat seperti ini, Sean masih saja kabur demi harga dirinya, bahkan anaknya pun ditinggalkan. Dia sungguh menyesal harus menikahi lelaki seperti itu.
“Ibu, jangan memarahi Ayah lagi. Aku yang meminta kue kepada Ayah, lalu Ayah pergi membeli kue itu untukku. Ayah juga sangat lelah,” ucap Andin setelah melihat kedua orang tuanya bertengkar lagi.
Sean awalnya sangat kesal, tapi tatapannya yang penuh kekesalan seketika menghilang setelah mendengar ucapan anaknya.
Sean langsung berjongkok dan mengelus kepala Andin, dia tersenyum tipis dan berkata, “Anak pintar, Ayah tidak lelah. Beberapa hari lagi, Ayah akan menemukan orang yang memiliki sumsum persis denganmu. Saat itu, gadis kecil nan cantik kita yang lucu akan pulih dan boleh keluar dari rumah sakit.”
“Apakah yang Ayah katakan itu benar?” tanya Andin dengan senang.
“Iya, Ayah tidak akan pernah membohongimu,” Sean mengangguk kepala dengan pasti.
“Bagus sekali, akhirnya Andin boleh keluar dari rumah sakit. Ibu lihat, aku bilang, Ayah memanglah orang yang sangat hebat. Benar, kan?” Andin tertawa senang dan memandang ke arah Mega.
Wajah Mega seketika menunjukkan senyumannya, setelah merasakan tatapan anaknya. Tetapi dia menatap Sean dengan tidak senang.
Kondisi anaknya semakin parah, jadi membutuhkan biaya yang cukup banyak. Dengan kemampuan Sean, bagaimana mungkin bisa membuat anaknya keluar dari rumah sakit dalam waktu yang singkat. Baginya, Sean hanya membuat janji palsu.
Beberapa waktu kemudian, kalau dia tidak bisa menepati janjinya, lihatlah bagaimana dia menjelaskan kepada anaknya.
“Mega, jangan pedulikan lagi. Mungkin Sean tidak berhasil mendapatkan uang, jadi tidak ingin membuat Andin kecewa.”
“Sean, meskipun kamu tidak mendapatkan uang, tapi aku sudah membantu kalian membayar biaya pengobatan Andin. Lagipula, Andin juga telah memanggilku Paman,” Khair tersenyum dingin ke arah Sean dan menatapnya remeh.
Sean pelan-pelan berdiri setelah mendengar ini, dia menatap dingin kepada Khair.
Mega mengerutkan dahinya saat melihat Sean menatap Khair dingin, dia berkata, “Apa yang kamu lakukan, Sean? Kalau bukan Pak Khair membantu kita untuk membayar tiga ratus juta, mungkin aku dan Andin sudah diusir dari rumah sakit. Segera minta maaf kepada Pak Khair!”
“Untuk apa aku harus minta maaf kepadanya? Aku juga punya uang tiga ratus juta!” ucap Sean.
“Kamu? Memiliki uang tiga ratus juta?” Khair tertawa.
Tatapannya makin penuh dengan maksud yang menyindir. Sean hanyalah seorang satpam rendahan, dia tidak percaya akan ada orang yang meminjamkan begitu banyak uang kepadanya. Mega lebih kesal lagi, bahkan tatapannya semakin penuh kebencian ke arah Sean.
Sean tertawa dingin untuk menghadapi sindiran Khair. Tanpa berkata banyak, Sean langsung membuka koper di tangannya. Seketika bertumpuk-tumpuk uang lembaran merah ditampilkan di hadapan Khair.
“Tiga ratus juta, ambil uang ini dan pergi dari sini,” suara Sean sangat tenang.
Dia sangat mengetahui apa yang dipikirkan oleh Khair, tentunya sekarang dia tidak menunjukkan raut wajah yang baik untuknya. Khair tercengang, setelah melihat sejumlah uang yang memenuhi koper itu, dia tidak dapat berkata-kata. Khair sama sekali tidak menyangka bahwa Sean yang bekerja sebagai seorang satpam, bisa memiliki uang tiga ratus juta dalam begitu cepat. Siapakah orang yang begitu baik, rela meminjamkan tiga ratus juta kepada seorang satpam yang gajinya hanya satu juta lebih perbulan? Mega juga terkejut, gaji Sean per bulan dia mengetahuinya. Da tidak dapat membayangkan darimana Sean mendapatkan uang tiga ratus juta ini. “Kamu pinjam uang dari mana? Apakah kamu pergi meminjam kepada rentenir?” Setelah Mega terkejut, dia dengan kesal menatap Sean. Sekarang kondisi mereka sudah sangat sulit, jika Sean meminjam kepada para rentenir, maka keluarga mereka akan hancur di tangan Sean. Sean tidak peduli terhadap omongan Mega, dia hanya memandang dingin ke
"Khair? Sean teringat kata-kata Khair yang mengancam kemarin, lalu mengangkat sudut bibirnya. Tapi dia awalnya memang ingin mengundurkan diri, jadi memecat itu sama saja baginya. Sean datang ke kantor ketua petugas keamanan alias Bima. Dia belum saja bilang ingin mengundur diri, lalu terdengar Bima berkata, “Sean, kamu terlalu sering meminta ijin kerja, sangat mengganggu rencana pekerjaan divisi kita. Aku telah meminta persetujuan Pak Chandra. Maksud Pak Chandra ingin memecatmu.” “Oh, baiklah kalau begitu berikan gajiku beberapa hari ini,” ucap Sean tenang. “Kamu itu dipecat, bagaimana mungkin dapat gaji, bahkan uang jaminan tidak bisa dikembalikan,” ucap Bima dengan senyum tipis. Bima pikir, Sean akan berdebat lama dengannya, tapi siapa sangka dia langsung menerimanya, "Dasar bocah, kenapa harus mencari masalah dengan Pak Khair? Dia adalah salah satu tokoh yang memiliki hak pasti di dalam perusahaan ini. Saat ingin memecatmu saja, tidak perlu menjalani p
“Paman Roby, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat Perusahaan Arthaguna bangkrut?” tanya Sean. “Jika mau, dalam waktu setengah hari pun bisa, Tuan Muda.” ucap Roby tertawa. “Baik. Kalau begitu, aku ingin melihat mereka bangkrut secepatnya.” ucap Sean, lalu memutuskan panggilannya. Dia tersenyum ke arah Chandra dan berkata, “Di dunia ini, tidak ada satu orangpun yang berani mengambil uangku. Walaupun cuma sedikit, aku akan membuat mereka sengsara." Lalu dia bangun dan berjalan menuju keluar. Chandra memasang raut wajah tersenyum dingin. Menghadapi ancaman Sean yang membosankan, dia tidak akan pernah menganggapnya. Kalau Sean memiliki kemampuan untuk membuatnya bangkrut, untuk apa dia datang ke perusahaannya menjadi satpam? Sean menahan amarahnya dan meninggalkan kantor Chandra, langsung menuju rumah sakit. Hari ini Mega akan membahas kerjasama, jadi membutuhkan dia untuk menemani anaknya. Sean baru saja tiba di resepsionis lantai satu,
“Apa?” Khair tercengang, dia tidak mengetahui apa yang terjadi. Chandra yang raut wajahnya penuh kekesalan, sepasang kakinya juga bergetar. Bima dan beberapa orang satpam yang lain juga tercengang. Bukankah Pak Chandra akan memecat Sean? Apa sekarang maksudnya? Sean memandang Chandra yang marah besar kepada Khair, lalu menyeringai. Semua terjadi begitu tiba-tiba, sehingga membuat Khair mereka tidak sadar. “Untuk apa terdiam? Segera minta maaf kepada Sean!” Hati Chandra sangatlah panik. Dia juga tidak menyangka bahwa orang di belakang Sean adalah Roby, orang terkaya di Kota Bandung. Setelah Sean keluar dari kantornya, dia langsung menerima telepon dari Roby. Roby langsung menjelaskan bahwa dia telah mencari masalah dengan Tuan Mudanya. Demi menenangkan amarah Tuan Mudanya, harus membuat perusahaannya bangkrut sebelum pukul empat sore. Tujuan Roby menghubunginya adalah agar dia mengetahui jelas apa saja yang telah dia lakukan. Ucapan ini memang te
“Apakah Pak Chandra memiliki hubungan dengan istrinya Sean, sehingga begitu melindunginya. Harus diketahui bahwa Mega merupakan orang tercantik di perusahaan kita. Banyak orang yang tertarik kepadanya.” Tatapan mata Bima tiba-tiba bersinar. Khair tercengang. Benar juga, mengapa aku tidak memikirkan itu? Dia baru saja berusia dua puluh sembilan tahun, bahkan begitu tergila-gila kepada Mega, maka Pak Chandra juga pasti tergila-gila kepadanya. Berpikir ini, hati Khair mencelos. Ternyata dia dan Pak Chandra saling merebut wanita yang sama, bukankah dia mencari mati? “Seharusnya benar. Tapi tenang saja, kalau hubungan mereka seperti ini, tunggu Pak Chandra mulai bosan dengan Mega, maka jalan Sean juga akan berakhir. Kita juga tidak telat menghukumnya di saat itu.” ucap Khair. “Manusia itu juga jahat sekali. Demi mendekati Pak Chandra, dia rela memberikan istrinya. Sungguh brengsek.” sindir Bima. Khair tertawa dingin. Dia berbalik badan dan melihat jendela, akh
Sean menyuruh suster profesional untuk merawat Andin dengan baik, lalu bersiap pergi untuk makan. Sudah pukul dua siang, dia masih belum makan apapun. Dia baru saja keluar dari rumah sakit, langsung bertemu dengan Ibu mertuanya dan adik iparnya. Melihat kedua orang itu berjalan ke arahnya, Sean tersenyum pahit, juga merasa tidak baik kalau berpura-pura tidak melihat mereka. Dia baru saja ingin menyapa, lalu mendengar adik iparnya Jennie berkata dengan nada curiga. “Sean , beritahu kita, apakah kamu sungguh mengenal pejabat tinggi di Perusahaan Martaguna?” Kemarin berpikir begitu lama, Natalie dan Jennie masih saja sangat curiga kepada Sean yang selalu direndahkan mereka. Mungkin saja Sean mengenal pejabat tertinggi Perusahaan Martaguna, kalau tidak sekretaris pribadi Roby tidak begitu baik kepada Sean. Kalau Sean sungguh mengenal pejabat tinggi Perusahaan Martaguna, maka biarkan Sean berbicara baik dengannya, mungkin saja ada kesempatan kerjasama Natalie berja
“Paman Roby, apakah Perusahaan Arizon sedang membahas kerja sama dengan kalian? Penanggung jawab mereka adalah Wakil Direktur Natalie.” tanya Sean . “Beberapa hari ini cuaca sangat panas. Kantor bersiap untuk membeli obat untuk menghindari pitam panas. Untuk membeli dari Perusahaan mana, aku kurang tahu.” ujar Roby. ”Iya, beli saja dari Natalie Perusahaan Arizon.” ujar Sean . “Baik. Oh iya, Tuan Muda, Tuan Besar ingin bertemu denganmu. Kalau kamu ada waktu, maka Tuan Besar akan segera terbang kesini.” ujar Roby. Sean tercengang dan berkata, “Aku sekarang masih belum ingin bertemu dengannya.” Roby menghela nafas dan berkata, “Masalah tahun itu tidak boleh sepenuhnya disalahkan kepada Tuan Besar. Apalagi beberapa tahun ini Tuan Besar juga merasa bersalah. Apakah kamu tahu mengapa Tuan Besar tidak menikah lagi dua belas tahun ini? Karena Tuan Besar merasa bersalah kepadamu dan Nyonya.” “Setelah mengetahui kamu datang ke Kota Bandung, Tuan segera menyuru
“Siapa yang menghubungi Ibu?” ujar Jennie penasaran. “Manajer Perusahaan Martaguna menghubungi kita untuk membahas kerjasama sore ini.” ujar Natalie semangat. “Astaga, baik sekali. Selamat Bu! Akhirnya bisa mendapat pesanan besar dari Perusahaan Martaguna.” Jennie juga berkata dengan semangat. ”Awalnya Manajer itu tidak ingin produk kita, tapi ada orang baik yang membantu kita, sehingga Pengusaha Terkaya Bandung langsung memilih kita. Hanya saja kita tidak tahu siapa orang yang membantu kita itu. Kita harus berterima kasih kepada orang itu!” ujar Natalie. “Jangan-jangan...” Terlintas bayangan seseorang di otak Jennie dengan sedikit curiga. “Maksudmu Fikri?” tanya Natalie. Jennie mengangguk kepalanya dengan kurang pasti. “Sepertinya bukan dia, lagipula Manajer itu juga tidak begitu ramah kepada Fikri.” ujar Natalie sambil menggelengkan kepalanya. “Lalu siapa kalau bukan dia? Kurasa orang yang bisa membantu kita untuk berbicara di hadapan Pen