Bab33 "Baiklah! Sudah selesai semuanya." Wiliam berdiri. "Tuan." Tamson Morgen pun ikut berdiri. Wiliam memandang Tamson dengan heran. "Maaf! Tolong jelaskan pada kami, siapakah anda sebenarnya," pinta Tamson, membuat Lili bingung. Wiliam menatap Tamson. "Apa maksudmu?" "Tuan! Anda jangan berlebihan pada kekasih saya," pinta Lili. "Tuan yang mengaku dirinya Wiliam, mengapa mengenakan cincin pewaris Tuan Mose." Semua terkejut mendengar ucapan Tamson. "Jika anda ada hubungannya dengan kematian Tuan kami, Jeremy Mose! Maka langkah anda akan terhenti di depan pintu istana besar ini." Tamson memanggil bagian keamanan. 10.000 orang berpakaian hitam berdiri, tepat di depan istana yang Lili tempati. "Hari ini, pernyataan anda akan kami jadikan barang bukti dan menyiarkan ke seluruh dunia, tentang lenyapnya Tuan kami yang tanpa jasad." Beberapa paparazi memasuki istana Lili dan mulai merekam pernyataan Wiliam. Wiliam berusaha tenang dan memikirkan matang-matang jawabannya. Lili
Bab34 "Kamu jahat! Jahat ...." Lili berteriak histeris. "Kamu yang mulai." Wiliam berkata dingin. "Kupikir aku telah bahagia, dan mendapatkan cinta dalam hidup. Ternyata aku salah, aku hanyalah orang bodoh, yang tidak sadar sedang menghadapi seorang musuh." "Haha, ya, kau adalah yang paling bodoh. Bertahun- tahun, menjadi simpanan Paman. Kemudian, menjadi simpanan Welas, kau sangat menjijikkan." "Stop! Kau tidak berhak menghinaku seperti itu, Jeremy." Wiliam terkekeh. "Aku bukan lagi Jeremy, semenjak tangan mulusmu ini mengubah takdirku menjadi orang lain. Jeremy telah mati sesuai dengan maumu, lelaki di depan kamu sekarang ini, adalah Wiliam Welas dari Negeri Fantasy. Oke." Lili mendengkus. "Seharusnya kau memberikanku kesempatan." "Kesempatan apa? Kesempatan untuk melenyapkan aku lagi. Dalam hati kecilmu, aku tahu, kau mencintai Roberto Mose. Jeremy hanya bagian dari masa lalu, sehingga tangan mulus ini," Wiliam menunjuk tangan Lili. "Tangan mulus ini dengan tenangnya mereng
Bab35 Plakkk .... tamparan keras mendapat di wajah Jonas Welas. "Apa tujuanmu?" tanya Welas kepada Jonas. Jonas yang tidak berdaya melawan, dengan tangan terikat kencang di kedua tiang ruangan. Helaan napas berat, sembari menatap sendu mata Welas yang kini tengah marah. "Sungguh aku tidak sengaja melakukannya pada Wiliam. Dan jujur, aku iri pada Wiliam, karena Aluna Welas lebih menyukainya. Padahal, aku lebih hebat dalam segala hal, juga fisik." Welas mendengkus. "Konyol sekali. Kemudian tujuanmu menjadikan Jeremy Mose sebagai Wiliam itu apa?" tanya Welas kembali. "Aku sungguh tidak tahu, bahwa dia Jeremy Mose. Yang aku tahu, dia dendam dengan Lili dan meminta bantuanku, ketika aku memintanya untuk berpura-pura menjadi Wiliam, dia menyanggupi. Sungguh, aku hanya tidak ingin Ibu marah dan tahu kematian Wiliam." "Kau bodoh! Dan sekarang, seluruh dunia tahu kejahatanmu. Kau mencoreng nama besar Welas dan membuat aku kehilangan wajah di mata dunia." "Maaf," lirih Jonas. "Pengawal
Bab43 Perjalanan malam secara rahasia, membawa Aluna meninggalkan Negeri Fantasy, dengan menggunakan pesawat zet pribadi. Hati Aluna Welas abu-abu. Kadang dia meringis menahan sakit di hati, membayangkan sesuatu yang memilukan sembari memusut pelan perutnya yang masih rata. "Kita akan berjuang sama-sama, sayang. Meskipun tanpa Ayah, Ibu akan selalu merawat kalian dengan baik. Sehat dan segeralah lahir ke dunia ini, temani hari Ibu melawan sepi. Semua ini Ibu lakukan, semata-mata demi kalian, oke." Aluna Welas bergumam dalam hati, sembari tersenyum kecil. Welas sendiri, sudah berjanji, akan memberikan fasilitas terbaik untuk anak dan cucunya kelak, selama tinggal di Negeri Awan. Aluna merasa kesal, jika teringat bayangan sang Ayah, yang begitu kekeuh menginginkan kepergiannya dari kota kelahirannya tersebut. "Baik-baik di sana. Ingat janji kamu, harus menyelesaikan pendidikan dengan baik." "Iya, Ayah." Ucapan Welas mengiringi perjalanan panjang Aluna. Sulit dia pahami, mengapa
Tuan Muda Bab37 Wiliam Alexander bersama Afkar Savire dan beberapa team keamanan lainnya ikut berkunjung ke pusat perbelanjaan terbesar di kota Monarki. "Gedung ini sudah menghasilkan pemasukan tertinggi setiap bulannya," seru Afkar Savire. Mereka terus berjalan menyusuri gedung. "Dasar Manager bodoh! Seharusnya kamu bisa memilih pelayan terbaik untuk toko ini. Bagaimana mungkin, orang seperti dia menjadi bagian dari toko barang branded ini." Seorang wanita paru baya berteriak ke arah lelaki yang mengenakan baju kemeja putih, dengan dasi berwarna biru. "Maafkan kami, Nyonya. Mengenai ketidaknyamanan anda terhadap sistem pelayanan, kami akan memperbaiki lagi." Lelaki itu menjawab dengan ramah. Wiliam dan team menghentikan langkah, dan melihat ke arah toko yang sedang ribut itu. "Pecat wanita itu! Pekerjaannya sangat buruk!!" hardik wanita itu dengan suara keras. "Ibu ...." Wanita muda dengan style yang anggun mendekati wanita paru baya yang sedang mengamuk itu. "Sudahlah, pe
Tuan MudaBab38 "Welas, apakah anak buahmu sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Alberto Mose. "Tentu saja! Ini masa yang aku tunggu, melihat kematiannya," sahut Welas dengan menggebu. "Karena lelaki bajingan itu! Aku harus berpisah dengan putriku satu- satunya. Dan kini, putri malangku harus mengurus dua orang keturunan lelaki itu." Welas menarik napas, diikuti gelak tawa dari Alberto Mose. "Rupanya kau sudah resmi menjadi seorang kakek! Selamat untukmu." Alberto Mose terkekeh. "Andai saja anakku dan Lili masih ada, mungkin aku pun tidak akan kesepian, dan menjadi seorang kakek juga." Lelaki itu pun merasakan kesedihan mendalam, kala mengingat Roberto Mose dan Lili.__________ Sebelum melakukan penerbangan ke kota Yuzong, Wiliam mendapat telepon dari anak buahnya. "Tuan, di Bandara Negeri Fantasy, ada seorang anak kecil laki-laki, yang sangat mirip dengan Tuan Jeremy saat muda." Mendengar ucapan dari anak buahnya itu, Wiliam tersedak dari sarapannya. "Ikuti mereka, aku aka
Tuan MudaBab39 "Eemi tidak mau acuk," tolak anak lelaki itu. "Masuk, atau Ibu akan marah," ancam Aluna. "Tunggu." Wiliam berusaha meraih lengan kecil Jeremy. Namun dengan cepat, Aluna Welas menepisnya. "Jangan sentuh anakku!" tegas Aluna. Wiliam semakin tidak percaya, bahwa Aluna, mampu melakukan hal sekasar ini kepadanya. "Bawa dia masuk," titah Aluna, kepada lelaki gendut itu. Dan Jeremy pun diangkat, dan di masukkan ke dalam mobil. Aluna membuka maskernya, dan juga topi besar yang menutupi wajah cantiknya. Wajah Aluna Welas, nampak semakin terlihat cantik dan dewasa. "Jangan coba-coba mengusik kehidupan kami." Aluna menatap tajam wajah Wiliam Alexander. "Apa maksudmu, memberikan dia nama Jeremy?" "Suka-suka aku," sahut Aluna dengan sikap acuh tak acuh. Wiliam menghela napas berat, mendapati sikap dingin Aluna kini. "Case, ayo keluar!" pinta Aluna. Dan gadis kecil, mungil nan cantik itu, pun keluar dari dalam rok kain yang di kenakan Aluna Welas. Aluna meraih tubuh ke
Tuan MudaBab40 Sesampainya di Bandara, Marvin yang mengenakan jaket kulit hitam, dengan topi dan masker pun turun dari pesawat pribadi milik Wiliam Alexander. Marvin dikawal dengan dua orang anak buah Afkar Savire. Lelaki berperawakan tinggi memegangi tulisan nama Tuan Wiliam. Marvin yang melihat itu pun, bersama kedua anak buahnya mendekat. "Tuan Wiliam, tuan Alberto telah menyiapkan anda mobil jemputan. Tuan Alberto Mose, tengah menunggu anda di kediamannya." Marvin hanya mengangguk dan di persilahkan untuk masuk ke dalam mobil. Di temani kedua anak buahnya yang duduk di samping kemudi dan satu nya lagi yang mengemudi. Sedangkan orang suruhan Alberto tadi, menaiki mobil lainnya. Mobil melaju meninggalkan area bandara dan menuju ke istana mewah Mose. Perjalanan yang memakan waktu 20 menit, kini memasuki gerbang besar istana Mose. Gerbang raksasa itu terbuka lebar, dan mobil yang ditumpangi Marvin memasuki pekarangan luas istana Mose. Di kejauhan, Alberto Mose dan Welas teng