Share

Chapter 8

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2024-08-13 01:38:02

“Kau mau ke mana Henry?”

Julia menyapa Henry yang tampak terburu-buru.

Henry menampilkan senyumnya sekilas. “Aku sedang ada urusan.”

Tak lama kemudian, Henry kembali melangkah.

Julia berdecak. Ia melihat jika hari ini Henry sedikit cuek padanya.

Julia berbicara pada diri sendiri dengan nada kesal. “Memangnya urusan apa sih? Tidak jelas sekali.”

“H-halo, Asiten Ryan. Ke mana Henry pergi?” Julia tergeragap, terkejut saat dia berbalik melihat Ryan keluar dari ruangan Henry. Namun, detik berikutnya ia teringat jika saat ini sedang dalam jam kerja. “Maksud saya, Tuan Henry.”

Ryan memandang Julia tanpa ekspresi. “Tuan Henry sedang ada urusan mendesak. Jika ada urusan, Anda bisa mengatakan pada saya.”

Sebenarnya dia sendiri tidak tahu ke mana Henry akan pergi. Namun, dia harus menjawabnya dengan masuk akal.

Ryan sedikit risih dengan Julia yang selalu menempel pada Henry. Seperti permen karet.

Julia memandang dokumen yang ada di dekapannya. Memberikan pada Ryan. “Oh, iya. Ini a
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sya Reefah
dia sebenarnya gk mau pisah kak. tp gengsi
goodnovel comment avatar
Wartini
Hendry Ndak jelas 4 tahun di cuekin Eva...giliran minta cerai Ndak di ceraikan egois
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 241

    Julia meneguk champagne hingga tetes terakhir, lalu meletakkan gelasnya di atas meja. Alexander menarik kursinya lebih dekat dengan Julia. “Terus terang, aku menyukainya. Tapi, apa yang bisa kau tawarkan padaku? Henry bukan lawan yang mudah.”“Aku punya segalanya.” Julia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Suaranya menyimpan dendam yang mendalam. “Aku tahu akses inti perusahaan. Bentuk proposal, desain, dan konsep setiap proyek Henry. Entah itu sebelum, atau di masa mendatang.” Mendengar itu, mata Alexander berbinar, kilatan licik muncul di dalam matanya. Dia meletakkan gelasnya perlahan, dan memfokuskan dirinya pada Julia. Itu informasi yang menarik, tak boleh terlewatkan. Dengan begitu, dia akan dengan mudah menggeser posisi Henry dari posisi puncaknya. “Sungguh?” Ada rasa tidak percaya, tetapi rasa penasarannya lebih besar. Julia tersenyum miring. Dia tahu betul, pasti Alexander sangat tertarik dengan informasi yang dia bawa saat ini. Julia melanjutkan, “Tentu. Aku ju

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 240

    Henry menggandeng tangan Eva, langkah mereka berdua ringan saat memasuki kafe boutique—kafe yang biasa dikunjungi kalangan elit. Aroma kopi dan kue-kue manis begitu akrab ketika mereka memasuki kafe tersebut. Dua sosok di salah satu sudut sudah menunggunya dan melambai ke arah mereka. Sophia tersenyum lebar bersama Tuan Lawson. Begitu mereka dekat, Sophia segera bangkit lalu memeluk Eva. “Selamat, Eva. Aku sangat bahagia dengan kabar bahagia ini.” “Terima kasih.” Eva membalas pelukan itu dengan hangat. Tuan Lawson ikut berdiri, menjabat tangan Henry. “Selamat atas kabar bahagia ini, Tuan Henry. Semoga sehat selalu untuk kalian dan calon buah hati Anda.” Henry tersenyum cerah, rona bahagia tak bisa disembunyikan dari wajahnya. “Terima kasih banyak, Tuan Lawson.” Mereka berempat kemudian duduk, menghabiskan waktu siang dengan obrolan ringan diisi dengan tawa. Sophia antusias bertanya mengenai bayi, bahkan dia memberikan seikat buket bunga pada Eva sebagai ucapan selamat. Sement

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 239

    Pagi itu, Henry menggeliat, mencoba meraih ponselnya di atas nakas yang terus berbunyi. Ini pukul enam pagi. Terlalu pagi untuk memulai aktivitas di hari liburnya. Semalam, Henry memutuskan untuk bekerja di rumah, tak berniat meninggalkan Eva dalam kondisi seperti saat ini. Dengan mata tak sepenuhnya terbuka, ponselnya menyala, menampilkan nama Ryan di dalamnya. Henry mendengus sebal. Ryan membangunkannya di pagi ini. Seharusnya, dirinya masih tertidur lelap. Dia menekan tombol hijaunya. “Kau tidak tahu ini jam berapa?” katanya, tanpa basa-basi, dengan suara serak khas bangun tidur. Rasanya dia ingin melempar ponselnya. Ryan sudah mengganggu waktu tidurnya. Namun, dia benar-benar lupa, bahwa semalam, dia sempat menelepon Ryan jam tiga pagi. “Maaf mengganggu pagi-pagi, Tuan,” kata Ryan di seberang sana. “Saya menelpon karena melihat riwayat panggilan dan pesan Anda semalam. Saya tidak tahu karena ponsel saya dalam keadaan senyap.”Henry memutar kedua matanya jengah. “Kalau ponsel

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 238

    Malam begitu larut, kamar hanya diterangi cahaya samar-samar lampu tidur. Henry terbangun. Dia mengerjap, berusaha membiasakan diri dengan kegelapan. Di sampingnya, Eva tertidur lelap, napasnya teratur. Henry mengamati Eva dengan intens. Selimut yang semula menutupi dirinya kini merosot, memperlihatkan bahunya yang terbuka. Dengan hati-hati dia menarik selimut itu ke atas hingga menutupi Eva dengan sempurna sampai leher.Gerakannya sangat hati-hati, takut mengusik tidur istrinya. Bahkan dia menyelipkan selimut itu di bawah punggung Eva agar tidak bergeser. Setelah memastikan Eva nyaman dan hangat, dia menghela napas panjang. Kantuknya kini hilang begitu saja.Henry melirik ke arah jam dinding. Pukul 03.00 pagi. Terlalu dini untuk memulai aktivitas. Dia menyingkap selimut. Perlahan, dia menggeser tubuhnya ke tepian ranjang. Dia melakukannya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara dan membangunkan Eva. Syukurlah, istrinya begitu lelap. Henry meraih ponselnya di atas nakas.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 237

    Eva melangkah pelan menuju ruang tengah, tubuhnya lemas akibat perutnya sensitif sejak tadi. Suasana di ruang tengah begitu hening. Eva meraih remote TV lalu duduk di salah satu sofa. “Rosa,” panggilnya pelan, dan sedikit serak. Merasa terpanggil, Rosa muncul dari arah dapur, berlari kecil mendatangi Eva. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Melihat wajah pucat Eva, dia melangkah mendekat lagi dengan raut wajah cemas. “Ya ampun, Nyonya! Anda terlihat pucat sekali. Anda kenapa?” Tanpa menunggu jawaban Eva, Rosa segera mengangkat tangan dan dengan hati-hati memijat pelipis Eva. “Apa Anda merasa pusing, Nyonya? Bagaimana pijatan saya, apa ini bisa meredakan pusing Anda?”Eva memejamkan matanya, merasakan pijatan Rosa, tetapi kepalanya semakin pusing mendengar serentetan pertanyaan dari Rosa. Pelayan itu menjadi sedikit berlebihan saat tahu dirinya tengah mengandung. Tak jauh beda seperti Henry. Atau … ini perintah Henry?“Bagian mana lagi yang sakit, Nyonya? Katakan pada saya,” kata

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 236

    Henry membenamkan dirinya di balik semua dokumen yang menumpuk di hadapannya, berusaha keras memusatkan perhatiannya pada deretan kata dan angka yang berjejer di layar komputernya. Namun, rasanya sia-sia. Pikirannya terus melayang, terbang jauh ke Millbrook. Kota kecil yang tenang, di mana papanya bertemu dengan mama mertuanya. Bukan hal aneh. Besan saling mengunjungi, itu hal wajar. Akan tetapi, entah mengapa kedatangan sang papa itu terus mengganggu pikirannya. Sejak papanya keluar dari rumah mama mertuanya, ada kegelisahan yang terus menggerogotinya, seperti bisikan yang tidak bisa dia abaikan. Sekuat apapun dia menepis pikirannya, rasanya dia terus tersedot ke dalamnya. Ini bukan kunjungan biasa, dia yakin. Tapi … bagaimana jika mereka memiliki hubungan terlarang?Apa dia harus membenci papanya?Ataukah dia harus membenci mama mertuanya?Bahkan berimbas kebencian pada istrinya sendiri? Henry menggeleng pelan. Tidak. Tidak mungkin dia membenci Eva.Dia mencoba meyakinkan diri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status