Kiara sampai di depan pintu kamar hotelnya dengan tubuh letih bukan main. Ia segera menekan bel pintu.
Hanya dalam hitungan detik pintu itu terbuka. Wajah Livia muncul dari balik pintu dengan kedua alis terangkat dan mulut menahan geram. Tampak jelas sekali sejak tadi Livia memang sudah menunggu kedatangan Kiara.
"Akhirnya kamu pulang juga. Kirain kamu sudah menghilang dan nggak bakal balik lagi ke sini," sambut Livia, kata-katanya penuh dengan sindiran dan rasa kesal yang tertahan.
Kiara tak berkomentar apa-apa menghadapi ocehan dan ekspresi wajah Livia yang merupakan paduan rasa kesal, cemas sekaligus lelah.
Dengan langkah gontai, Kiara berjalan memasuki kamarnya melewati Livia begitu saja. Livia memandangi Kiara dengan kening berkernyit, tapi ia sudah tak bicara lagi. Ia biarkan Kiara mencapai sofa. Lalu artisnya itu mengempaskan tubuh lunglainya ke atas sofa itu. Livia mengunci pintu lalu berjalan mendekati Kiara.
“Kamu ke mana saja, Ra? Kamu janji cuma jalan-jalan sebentar ke sekitar hotel. Nyatanya, jam sembilan malam kamu baru kembali. Ini kamu telatnya lama banget, lho, Ra! Ini bukan lagi telat, tapi sengaja kabur dari tanggungjawab pekerjaan. Dan ini bisa bikin nilai kamu di mata staf La Belle buruk banget,” ucap Livia mulai menyemburkan kekesalannya begitu ia telah berada tepat di depan Kiara yang sudah membaringkan tubuhnya di sofa tampak kelelahan.
Kiara memakai bantal sofa untuk menopang kepalanya. Matanya terpejam Beberapa kali dia menghela napas panjang.
Livia mengerutkan dahinya, tak sabar menunggu jawaban Kiara. Ia masih berdiri memandangi Kiara yang sedang memijit-mijit pelipisnya di kanan kiri dengan ibu jarinya.
“Kiara … kamu sadar nggak sih, kamu sudah bikin aku cemas. Hampir saja aku melapor ke kantor polisi Cannes bilang kamu diculik!”
Livia melanjutkan lagi teguran kerasnya. Namun Kiara masih enggan menjawab.
“Kamu keterlaluan banget, Kiara! Aku kan sudah bilang berkali-kali jadwal kamu selama di sini apa saja. Sudah aku kasih daftarnya secara detail. Kamu harus ngikutin semuanya. Kenapa kamu sengaja menghilang? Handphone-mu juga sengaja kamu matikan. Lihatlah sekarang, semua acaramu jadi berantakan. Dan aku yang dikomplain staf La belle.”
Livia masih melanjutkan omelan dan keluh kesahnya. Kiara masih juga tak mau bicara, ia hanya bergerak bangun kemudian bangkit berdiri dari sofa.
“Please, Liv. Aku capek banget. Besok aja kita omongin tentang keluhanmu itu. Oke?” kata Kiara akhirnya setelah sejak tadi dia hanya terdiam mendengarkan ocehan Livia. Ia memang sejak tadi diam saja, tapi dia mendnegar semua ucapan Livia tadi.
Kiara berjalan menuju tempat tidur. Kemudian dengan santai merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur tanpa berganti pakaian.
Livia yang mengikuti Kiara masih ingin mengucapkan sesuatu, namun saat ia melihat Kiara sudah memejamkan matanya, entah pura-pura tidur atau tidur sungguhan, Livia urung bicara lagi. Ia menghela napas berat.
Menjadi manajer Kiara memang harus memiliki kesabaran ekstra. Dia yang mau melakukan pekerjaan ini dan masih betah menjadi manajer Kiara walau pun artis yang satu ini memiliki beberapa attitude yang kurang bagus.
Tapi setidaknya, sepanjang Livia bekerja pada Kiara, sahabatnya itu masih menganggapnya sahabat. Tidak pernah merendahkannya atau menganggapnya sebagai bawahan. Kiara tidak bersikap sombong padanya, Kiara hanya keras kepala. Itu yang menyebabkan Livia masih bertahan mendampingi Kiara dalam menjalani karirnya di dunia hiburan Indonesia.
Seharian tadi Livia panik mencari Kiara. Bahkan ia hampir mengira Kiara telah diculik. Lalu gadis itu tiba-tiba muncul begitu saja di depan kamar hotel ini tepat pukul sembilan malam. Saat acara gala dinner dengan semua petinggi dan seluruh brand ambassador La belle dari seluruh dunia telah selesai. Hanya Kiara Almira yang tidak datang. Livia kehabisan kata-kata menjelaskan ketidakhadiran Kiara dalam acara itu.
Terkadang Kiara membuat Livia yang bertugas sebagai manajernya merasa putus asa. Kiara Almira punya potensi besar menjadi seorang artis hebat dan selebritas yang diperhitungkan, namun sayangnya Kiara memiliki kebiasaan buruk. Ia cepat merasa bosan.
Kiara paling tidak betah jika harus berada dalam situasi formal terlalu lama. Walau pun Livia sudah mengingatkan berkali-kali. Sikap elegan yang harus selalu ditunjukkan Kiara adalah konsekuensi panjang dari profesi yang telah dipilihnya.
Malam itu Livia kesulitan tidur. Ia terbiasa bertanggungjawab pada tugasnya, menghadapi Kiara yang membuat tugasnya berantakan, membuatnya kalut dan merasa tidak tenang.
Lewat tengah malam, akhirnya Livia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Namun matanya masih tak bisa terpejam. Ia berbaring miring sembari memandangi Kiara yang tertidur pulas.
Gadis itu bisa tidur dengan tenang, sementara Livia masih harus memikirkan agar nama baik Kiara Almira tidak tercoreng di La belle dan tidak mendapat sangsi karena telah mangkir dari tugas.
Livia menghela napas panjang. Dia mencoba memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya, namun otaknya tidak mau berhenti bekerja. Livia merasa benar-benar lelah. Bukan hanya tubuhnya, tapi juga mentalnya. Andaikan dia bisa bersikap lebih masa bodoh seperti Kiara, mungkin dia bisa terhindar dari rasa tertekan.
Livia melirik ke arah Kiara yang tidur di sampingnya. Gadis itu bisa langsung tidur lelap tanpa mandi dulu, tidak berganti pakaian, bahkan tidak mencuci mukanya dan Livia menatapnya iri. Kiara bisa menghadapi hidupnya dengan sesantai itu. Tapi apakah jika karir Kiara hancur, gadis itu tetap akan setenang sekarang dan tidak akan depresi?
Itu yang Livia belum tahu karena sampai saat ini tidak ada tanda-tanda karir Kiara akan hancur. Penggemarnya malah terus bertambah dan keberuntungan-keberuntungan terus menghampirinya. Tawaran pekerjaan sebagai model atau aktris dalam iklan dan film berkelas dengan harga mahal masih saja datang padanya.
Mungkin satu-satunya yang belum melengkapi kebahagian Kiara adalah dia belum merasakan hubungan cinta romantis yang sempurna. Bukannya tak ada yang tertarik pada Kiara. Tentu saja banyak lelaki yang menyatakan perasaan suka pada Kiara tapi hingga kini satu pun belum ada yang diterimanya. Belum ada lelaki yang mendekatinya yang berhasil menaklukan hati Kiara. Gadis itu masih senang hanya berteman dengan beberapa lelaki teman dekatnya.
Tetapi tidak memiliki kekasih sama sekali tidak membuat hidup Kiara merana. Dia sangat bahagia dan menikmati hidupnya, segala kesibukannya dan banjir perhatian dari para penggemarnya.
Livia menghela napas. Dia kembali memejamkan mata, berusaha berhenti memikirkan tentang Kiara. Pukul setengah tiga dini hari, barulah akhirnya ia bisa terlelap dengan mimpi sangat aneh. Dia mengejar-ngejar Kiara yang berlarian entah ke mana.
Dan mimpinya itu rasanya bagai berlangsung sangat lama. Bahkan di dalam mimpi pun dia sampai merasa kelelahan karena terus berlari ke sana ke sini. Hingga akhirnya di dalam mimpinya dia terlelap sangat nyenyak. Dia tidur cukup lama dan dia pun terlambat bangun.
Halo teman-teman. lanjut lagi ya cerita ini. Kebayang pusingnya jadi Livia sebagai manajer Kiara artisnya senang kabur. Ikutin terus cerita lanjutannya ya. Apa lagi yang bakal dilakukan Kiara yang bisa bikin heboh. Salam, Arumi
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap