Share

Bab 18

“Kamu dimana sebenarnya?”

Brena menggertakkan gigi dan berkata sambil berlinang air mata. “Asalkan kamu bisa menyelamatkan kakekku, aku, Brena Chairil rela menjadi budakmu.”

Tepat pada saat ini, ponselnya berbunyi. Dia mengangkatnya dengan tak sabaran dan berkata, “Eko, ba……bagaimana? Sudah temukan orang itu?”

“Nona Brena, aku sudah menemukannya. Orang itu bilang kalian harus pegi ke Hotel Royal Palm private room nomor 802 secara pribadi dan meminta maaf kepadanya.” kata orang di sebelah sana dengan cepat.

Mendengar hal ini, Brena bukannya marah, malah menangis bahagia dan berkata, “Baik, baik, baik.”

“Ayo, siapkan mobil, segera pergi ke Hotel Royal Pam!”

Hotel Royal Palm private room 802.

Meja kaca bulat yang besar, penuh dengan berbagai makanan mewah. Diantaranya masih terdapat beberapa anggur ternama.

Surya yang mengenakan jas dan sepatu kulit mengangkat segelas anggur merah. Dia bangkit berdiri dan berkata menghadap seorang pria paruh baya di kejauhan “Pak Bagas, saya bersulang untuk Anda. Terima kasih karena Anda bersedia datang ke jamuan makan hari ini.”

“Saya akan menghabiskannya dulu sebagai tanda hormat.”

Tanpa menunggu jawaban Pak Bagas, dia langsung meneguk habis segelas anggur dengan berani.

Bukan demi hal yang lain, hanya karena Pak Bagas ini bernama Bagas Tahir, merupakan menejer utama Emgrand Group.

Bagas mengenakan setelan jas khusus dan Patek Philippe yang terkenal mahal di tangannya. Wajahnya penuh dengan kesombongan.

Dia tidak menatap Surya sama sekali. Sebaliknya, dia mengalihkan perhatiannya pada Wulan yang berada di samping Surya dan dengan tatapan yang membara berkata, “Pak Surya, gadis ini adalah……?”

Dia terbiasa romantis dan mengaku pernah melihat banyak wanita. Namun, setelah melihat Wulan, dia tetap tergoda dengan tak tertahankan.

“Pak Bagas, ini adalah Wulan, rekan kerja saya. Kali ini saya membawanya kemari untuk melihat-lihat.”

Selesai berbicara, Surya segera memberi isyarat mata pada Wulan.

Setelah menerima isyarat mata, Wulan mengangkat segelas anggur merah dan memberi hormat kepada Bagas dari jauh. “Pak Bagas, nama saya Wulan Tanugrah, saya bersulang untuk Anda.”

“Nona Wulan, sepertinya kurang mengerti etika di dunia kerja?” Wajah Bagas seketika muram dan berkata dengan pura-pura tidak senang. “Mana ada orang yang bersulang dengan klien dari jarak sejauh ini?”

“Ma…maaf……”

Wajah cantik Wulang langsung berubah. Dia buru-buru mengangkat gelas anggur, berjalan ke sampingnya dan dengan sedikit waspada berkata, “Pak Bagas, saya bersulang untuk Anda.”

Dia juga belajar dari gerakan Surya, meneguk habis segelas anggur. Akhirnya dia batuk karena tersedak dan membuat wajahnya memerah dan membuat orang terpikat melihatnya.

“Satu gelas mana cukup? Satu gelas lagi. Anggap saja sebagai permintaan maaf atas ketidakpengertianmu tadi.” Bagas berusaha menahan hasrat untuk memeluk Wulan dan menuangkan segelas penuh anggur untuknya.

Wulan tanpa sadar menunjukkan wajah kesulitan. Sebenarnya, dia tidak begitu bisa minum anggur. Lagipula toleransi alkholnya kurang baik. Satu gelas tadi sudah gampir mencapai batasnya.

“Kelihatannya Nona Wulan tidak memberiku muka. Kalau begitu, aku pergi saja.” Bagas bergaya seperti akan bangkit berdiri.

“Aku akan meminumnya.” Wulan panik dan segera menghabiskan anggur yang sudah dituangkan itu.

Setelah segelas anggur ini masuk ke dalam perut. Dia hanya merasakan kakinya ringan dan badannya sempoyongan.

Bagas tersenyum puas melihatnya dan langsung memegang tangan kecil Wulan.

“Pak Bagas, tolong jaga sikapmu……” Wulan tetap mempertahankan sedikit kesadarannya dan ingin menghempaskan tangan Bagas dengan kuat.

Tapi Bagas tetap mati-matian menangkapnya, dan dengan mesum berkata “Nona Wulan, kemampuan minummu kurang bagus, ya?”

“Le……lepaskan saya. “Wulan memberontak tak bertenaga, dan meminta pertolongan kepada Surya dan yang lainnya, “Surya, to……tolong aku.”

Surya segera bangkit berjalan ke samping keduanya dan berkata dengan wajah tidak senang berkata, “Pak Bagas, bukankah kurang baik jika anda bertindak seperti ini?”

Wulan adalah wanita incarannya dan sekarang dipermalukan di depan semua orang oleh orang lain. Jika orang lain, dia sudah akan mengambil tindakan sejak awal. Namun, apa boleh buat, dia tidak punya kemampuan menyinggung Bagas

Bagas tampak sangat menghina. “Memangnya Pak Bagas juga bisa kau panggil? Surya, apakah kamu tidak mau aku menandatangani kontrak senilai 60 milyar ini lagi? Asalkan membiarkan wanita ini tidur denganku, maka aku akan menandatanganinya.”

Surya menunjukkan tampang ragu. Citra dan Gerry hanya berani marah, tapi tidak berani bersuara.

Pada saat in, sebuah suara yang begitu datar terdengar dari depan pintu, “Tidur bapakmu. Pulanglah dan suruh ibumu tidur denganmu!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status