Janga lupa rate bintang limanya ya readers tersayang.
Irina tampak bersemanga tadi memasukkan cemilan kentang ke dalam keranjang minimarket berwarna biru, dengan semangat dan penuh antusias. Sementara Zafian yang mengekorinya, tampak malu-malu bila tanya, ingin cemilan apa oleh Irina maupun pak Mirwan. Sementara di lorong sebelah, Andira yang telah selesai mengambil barang – barang yang dia butuhkan, kembali meletakkan keranjang dekat kasir. Tadi dirinya kaget juga saat melihat Zafian datang bersama Irina dan ayahnya di minimarket itu. Andira sudah tahu kalau pak Mirwan dan Irina sering membawa Zafian ke minimarket ini dan membelikan bermacam jajajanan, namun baru kali ini melihat sendiri saat mereka berserempak tadi. Ada yang lain di hatinya, pun sama dengan Zafian. Si kecil Zafian seolah ingin rasakan jalan bersama mama dan papanya seperti tadi, namun bukan dengan pak Mirwan. “Bayar dengan punya bunda Andira, sekalian!” ucap Mirwan saat mereka sudah di kasir tadi. “Eh, tidak usah, pak, biar saya bayar sendiri.” Andira berusaha menola
Pov RistiaMalam itu di sebuah minimarket, kulihat lagi dirinya. Pria yang rupa dan namanya masih bertahta di hatiku dengan kokoh. Bertemu lagi setelah tiga tahun lamanya, tanpa kabar dan berita. Namun debaran yang kurasa masih tetap sama.Sakha Abimanyu. Pria pertama yang membuatku jatuh cinta, sejak di bangku kuliah. Namun keadaan ekonomi orang tuaku yang tak stabil, membuatku harus rela di jodohkan dengan seorang duda, yang usianya hampir sepantaran dengan Bapak.Meski telah menikah dengan pria lain, namun hatiku tak mampu menggeser rasa cinta yang ada untuk mas Sakha. Aku sangat mencintainya sejak dulu hingga kini. Dia pria pertama yang bertahta di hatiku. Aku pun dulu menjadi wanita pertama di hatinya. Namun kisah cinta kami begitu rumit.Bahkan pertemuan cinta kedua kami bukanlah hal yang patut ditiru. Aku bahkan merendahkan harga diriku, menjadi perempuan binal di hadapanny. Sebisa mungkin kubuat dirinya lelah di ranjang hotel tempat kami memadu kasih. Bahkan setelah Fardi, adi
“Mas...kamu...”Ristia kaget saat melihat Sakha menahan motornya. Tak menyangka Sakha menghampiri dirinya. Berusaha ditahannya kegugupan yang melanda. Gugup dan berdebar “Boleh bicara sebentar?” Sakha bertanya sambil berusaha menyentuh lengan Ristia yang memegang kemudi motor. “Maaf Mas, jangan sentuh!” pinta Ristia sambil menarik pergelangannnya. Sakha terhenyak sesaat. Dia seperti bertemu Ristia yang dulu, lalu rasa bersalah menghinggapi hatinya sesaat. Bukankah dulu wanita ini sangat tertutup, lalu cinta remaja di antara mereka telah mengubah sosok Ristia menjadi liar, sebab nafsu kadang tak mampu mereka kendalikan. Tiga tahun barulah berjumpa kembali, tentu banyak hal yang telah terjadi dalam hidup mereka, banyak hal membawa mereka kearah jalan hidup entah yang lebih baik ataupun yang lebih buruk. Namun begitu, Ristia masih saja deg – degan bila berdekatan dengan Sakha. Sedalam itu perasaan wanita ini terhadap cinta lamanya. “Kamu apa kabar?” Sakha mengajak Ristia duduk di kur
Mirwan langsung memboyong Andira ke rumah miliknya yang ada di kota. Tak banyak yang tahu bila pak guru ini punya rumah di salah satu perumahan yang ada di kota ini. Di kompleks Villa Mutiara Mas. Perumahan tipe 45 dengan satu kamar di atas dan dua kamar dibawah. Rumah ini tak besar bahkan jauh dari kata mewah seperti yang ditempati Andira dulu saat bersama Sakha. Ini pun hanya rumah bekas yang dibeli Mirwan secara cash, lalu merenovasi sedikit. Namun, meski demikian, rasa bahagia tetap disyukuri oleh pasangan ini. Sebesar atau semwah apapun rumah, bila tidak ada kebahagiaan didalamnnya, tetaplah rasa sukar di hati.Disinilah tempat mereka bermulan madu. Bukan di rumah mewah, bukan pula di luar kota atau di hotel berbintang. Cukup di rumah sendiri, menciptakan kebahagiaan dan hal romantis lainnya.Tadinya Mirwan hendak mengajak anak – anak mereka. Irina dan Zafian. Namun ibunya melarang. Bu Juriah dan bu Norma yang menemani Irina dan Zafian. Kedua orang tua itu mengerti dengan kondisi
Angin pagi berhembus pelan, menggoyangkan dedaunan di setiap tangkai pohon ketapang yang tumbuh di pinggir perumahan itu. Dingin menyusup kedalam kulit, menandakan musim kemarau sudah akan datang. Sebab pagi akan terasa sangat dingin, namun ketikan siang, maka dinginnya angin akan berganti dengan teriknya mentari. Panas yang membawa angin, menerbangkan dedaunan yang gugur semalam. Suasana romantis dan intim selama tiga hari ini dinikmati dengan rasa puas oleh pasangan pengantin baru. Andira dan Mirwan. Meski rasa canggung masih ada, namun Mirwan yang selalu berinisiatif untuk mendekati, menyentuh ataupun memeluk Andira. Berusaha menghilangkan rasa canggung diantara mereka. “Sayang, mau sarapan apa?” Mirwan yang menanyai Andira, sebab istrinya itu belum tahu tempat – tempat makan yang ada disini. Tiga hari ini nyaris tak pernah keluar rumah. Hanya dua kali, Mirwan membawa Andira ke minimarket di depan kompleks perumahan itu untuk membeli beberapa keperluan mandi mereka. Selebihnya mer
Gerimis turun di pagi ini, membawa angin yang sesekali bertiup, menyebabkan rinai hujan kadang meliuk mengenai jendela kaca, meninggalkan titik air yang enggan beranjak. Dengan daster sebatas paha tanpa lengan, Andira sibuk berkegiatan di dapur, walau hanya masak nasi dan membuat dua gelas teh hangat untuk sarapan mereka,sebab masih ada ayam semalam yang mereka beli untuk lauknya. Ayam yang rencananya akan dibawa ke desa untuk anak-anak mereka. Namun rencana yang telah dijalani separuh, harus putar haluan kembali. Sebab hujan yang mendera bumu dengan derasnya, cukup menghalangi pandangan magrib kemarin. Sesampai di masjid An-Nur batas kota, Mirwan menepikan mobil untuk menunaikan sembahyang magrib dan istirahat sejenak menunggu hujan agak mereda. Namun setelah selesai sembahyang pun, hujan hanya memelan sebentar, kemudian turun lebih deras dari sebelumnya. Jalanan yang cukup curam, tentu membuat khawatir jika melanjutkan perjalanan di malam hari. Lalu saat menunggu hujan mereda sejen
Bu Marwiah terus menangis di pelukan Andira. Tubuhnya terlihat jauh lebih kurus dari terakhir yang Andira lihat.“Maafkan mama Ra, maafkan Sakha sudah menyakiti kamu nak!” Ucap bu Marwiah terbata – bata.Netra Andira ikut berembun melihat kondisi mantan mertuanya itu. Sementara Sakha yang berdiri di seberang ranjang pasien hanya tertunduk sedih dengan hati yang dipenuhi penyesalan. Di seberang ada mantan istrinya yang tetap sudi datang menjenguk mamanya, mantan istri yang menjadi menantu kesayangan mamanya meski lama baru bisa memberi cucu. Mantan istri yang akan telaten merawat mamanya bila sakit ataupun lelah menjaga kios sembako milik mereka. Andiralah yang akan sigap menangani semua. Semua disadari Sakha setelah terlambat. Bahan sangat terlambat, seban Andira sekarang ada yang memiliki.Sekarang Andira tak datang sendiri. Hari ini Andira berdiri di depan Sakha bersama seorang pria yang tampak begitu menyayanginya, pria yang mampu meredam rasa cemburu pada mantan suami, istrinya. P
Bu Marwiah tadi sempat membuka matanya saat Andira dan Mirwan datang menjenguk bersama Zafian dan Irina. Sakha yang meminta Andira datang membawa Zafian, sebab kondisi bu Marwiah yang semakin menurun. Setelah didiagonasa oleh dokter, ternyata bu Marwiah mengalami komplikasi Hipertensi, jantung dan HB yang rendah. Bahkan Semalam sempat di transfusi darah satu kantong.Mirwan yang kebetulan bergolongan darah A sama dengan bu Marwiah, tadi ikut juga menyumbangkan darahnya juga satu kantong. Tak lupa Sakha mengucap terima kasih atas bantuan sukarelanya tadi.“Nenek kenapa ma?” tanya Zafian polos, saat melihat kondisi bu Marwiah, sang nenek yang terlihat makin kurus dengan selang infus menancap di tangan sebelah kanannya. Meski tak tinggal serumah, namun ingatan Zafian akan neneknya ini sangat jelas. Sebab beberapa kali, Andira dan Mirwan mengantarkan bocah ini untuk menginap bersama papa dan neneknya bila hari libur. Tentu saja, perlakuan Bu Marwiah yang begitu menyayangi cucunya ini,