Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 138-Ayam, Ayah, dan Musuh Baru tapi Lama

Share

138-Ayam, Ayah, dan Musuh Baru tapi Lama

last update Last Updated: 2025-06-15 06:22:33

Langit Jakarta sore itu menggelap sebelum waktunya. Awan hitam menggantung seperti beban di dada Ghenadie yang berdiri di depan jendela lantai 29 kantor pusat PT Anton Mineral Nusantara, perusahaan tambang nikel dan emas terbesar keempat di Asia Tenggara.

Pandangan Ghenadie kosong, tapi pikirannya berpacu. Ia bukan CEO. Bukan pemilik utama. Namun, sebagai anak kandung pendiri perusahaan, Pak Anton, sekaligus penasihat strategis perusahaan, ia tidak bisa tinggal diam.

“Ghen, kamu harus tenang. Kita sedang diawasi,” suara lembut namun tegas terdengar dari balik punggungnya.

Ghenadie menoleh pelan. Di ambang pintu berdiri Tania, adik angkatnya, CEO perempuan tangguh yang kini memimpin perusahaan ayah mereka.

“Tenang itu relatif,” Ghenadie menjawab pendek. “Terutama kalau perusahaan keluarga hampir direbut oleh bekas luka sejarah.”

Tania melangkah masuk, meletakkan map cokelat di atas meja konferensi.

“Mereka bergerak cepat. Divisi eksplorasi di Sulawesi terganggu. Audit mendadak. Dan...
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   141-Serbuk Emas, Serbuk Ayam

    Udara Jakarta sore itu terasa berat. Langit menggantung rendah seolah menyimpan rahasia besar yang hendak ditumpahkan, tapi belum waktunya.Di lantai tertinggi gedung AyamNusa Biotek, Ghenadie berdiri diam menatap layar transparan di hadapannya, berisi grafik pertumbuhan ayam Gen-3, mutasi, dan peta sebaran limbah pertanian di seluruh nusantara.Ia sudah kembali dari Kalimantan dua hari lalu. Tambang emas barunya di sana berjalan stabil, bahkan menjanjikan lonjakan pendapatan negara dan dividen luar biasa bagi para pemegang saham.Tapi kini, di markas besar impiannya, AyamNusa, tempat ia mentransformasi pangan negeri, ia justru merasa dihantui. Bukan oleh kegagalan, melainkan oleh kesuksesan yang terlalu cepat dan mungkin... berbahaya.“Pak Ghenadie, hasilnya sudah kami kunci,” suara ringan Lili, kepala tim genetika, menginterupsi lamunannya. Wanita itu tampak letih, matanya sembab. Beberapa helai rambutnya tak sempat lagi disisir rapi.“Bisa saya lihat?” tanya Ghenadie pelan.Dindame

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   140-Warisan dari Perut Bumi

    Langit Lembah Batu Merah tampak gelap menjelang hujan. Udara terasa berat, seolah bumi sendiri menahan napasnya menanti keputusan besar. Hari itu, seluruh masyarakat berkumpul di Balai Adat.Di tengah lingkaran itu berdiri Ghenadie, pria yang dulu hanya tukang bakso keliling, kini berdiri sebagai pengusaha tambang yang dipuji di seluruh negeri.Sebelum ia kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan dokumen akhir dengan kementerian, masyarakat telah memberikan restu. Tapi bukan restu biasa, ini adalah restu yang disertai syarat sakral: mempekerjakan penduduk lokal sebagai tenaga kasar dan mengalokasikan 80% keuntungan tambang untuk pembangunan daerah dan masyarakat.“Ghenadie, kami percaya padamu,” ujar Kepala Adat, Okok Seman, dengan suara serak. “Tapi tanah ini bukan cuma batu dan logam. Ini warisan. Ini darah kami.”Ghenadie menunduk hormat. “Saya paham, Okok. Tanah ini lebih dari sekadar tambang bagi saya. Ini titipan.”“Kalau nak Ghenadie ingkar…” sela Ibu Anjani, seorang tetua perempu

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   139-Debu di Peta Lama-Warisan Terakhir Pak Anton

    Sinar mentari pagi menelusup malu-malu melalui tirai jendela kayu jati yang mulai berdebu. Aroma kue pandan dan suara riuh pelan dari dapur membangkitkan semangat rumah tua bergaya kolonial itu.Hari ini adalah hari ulang tahun Pak Anton ke-151—umur yang hampir mustahil bagi manusia biasa, namun tidak bagi Anton Santoso, mantan pengusaha yang memulai bisnisnya dari nol, yang kemudian menjelma menjadi miliarder lintas benua.Dinda tersenyum lebar sembari memegangi nampan berisi kue berlapis krim putih dan angka 151 yang terbuat dari lilin emas. Di belakangnya, Ghenadie berjalan perlahan, membawa gitar kecil yang telah ia siapkan untuk mengiringi lagu ulang tahun.Anggota keluarga lain mengikuti, sebagian memegang kamera, sebagian lainnya tissue untuk bersiap menangis haru.“Jangan-jangan Bapak pura-pura tidur lagi, kayak tahun lalu,” kata Dinda, sang menantu, sembari tertawa kecil.“Pak Anton memang suka mengejutkan. Tapi kali ini kayaknya enggak,” sahut Ghenadie sambil membuka pintu k

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   138-Ayam, Ayah, dan Musuh Baru tapi Lama

    Langit Jakarta sore itu menggelap sebelum waktunya. Awan hitam menggantung seperti beban di dada Ghenadie yang berdiri di depan jendela lantai 29 kantor pusat PT Anton Mineral Nusantara, perusahaan tambang nikel dan emas terbesar keempat di Asia Tenggara.Pandangan Ghenadie kosong, tapi pikirannya berpacu. Ia bukan CEO. Bukan pemilik utama. Namun, sebagai anak kandung pendiri perusahaan, Pak Anton, sekaligus penasihat strategis perusahaan, ia tidak bisa tinggal diam.“Ghen, kamu harus tenang. Kita sedang diawasi,” suara lembut namun tegas terdengar dari balik punggungnya.Ghenadie menoleh pelan. Di ambang pintu berdiri Tania, adik angkatnya, CEO perempuan tangguh yang kini memimpin perusahaan ayah mereka.“Tenang itu relatif,” Ghenadie menjawab pendek. “Terutama kalau perusahaan keluarga hampir direbut oleh bekas luka sejarah.”Tania melangkah masuk, meletakkan map cokelat di atas meja konferensi.“Mereka bergerak cepat. Divisi eksplorasi di Sulawesi terganggu. Audit mendadak. Dan...

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   137-Dialog dengan Masa Lalu

    Di malam yang sama, angin bertiup pelan di balkon rumah Ghenadie. Suasana kota masih ramai, tapi di sini, suasana terasa sunyi, seolah waktu menunda langkahnya untuk memberi ruang pada percakapan yang belum selesai.Ghenadie duduk bersandar di kursi rotan, sementara Dinda menyandarkan kepalanya di bahunya. Aroma teh melati menyebar dari cangkir-cangkir yang mulai mendingin.“Ghen,” gumam Dinda pelan, “kau yakin sudah benar-benar melepaskannya?”“Lepas dalam hal kontrol, ya. Tapi ikatan emosional… itu cerita lain,” jawab Ghenadie sambil menatap langit. “Ayam Mutan itu seperti anak pertamaku. Sulit melepaskan sesuatu yang kau lahirkan sendiri.”“Dan sekarang, anak itu diurus orang lain. Mungkin dibesarkan dengan nilai yang berbeda,” ujar Dinda.Ghenadie mengangguk pelan. “Arya memang CEO yang cerdas. Tapi aku tak bisa menutup mata. Ada yang ganjil. Proyek mutasi batch 3 harusnya dihentikan, tapi ada laporan internal bahwa uji coba kembali dibuka.”Dinda bangkit dari bahunya. “Kau tahu s

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   136-Tulang Ayam dan Tulang Manusia

    Udara sore di kampung Banjaranyar masih seperti dulu. Hangat dan penuh aroma tanah basah yang akrab di hati Ghenadie. Suara ayam berkokok dan dengungan nyamuk seolah menggoda pikirannya yang ruwet.Setelah sekian lama tinggal di tengah kemewahan dan algoritma holografik GENAVI, pulang ke kampung ibu angkatnya seperti berjalan di dua dunia yang sama sekali berbeda.Tapi kini, ia berdiri di tengahnya dan harus memilih salah satunya.Di teras rumah tua berlantai semen itu, Ghenadie duduk bersila bersama Bu Inem, pembantu ibu angkat yang dulu merawatnya saat ia kecil. Perempuan tua itu masih saja memegang tangannya, seperti menyalurkan sisa tenaga hidup yang masih ia punya."Ghen, kamu tahu... Ayam kampung itu kalau dimasak lodeh, tulangnya masih bisa digigit," kata Bu Sri, tersenyum tipis.Ghenadie tersenyum balik, tapi matanya menyimpan resah. “Di lab kami, Bu... Ayam Ayam Gen-9 itu bisa tumbuh dalam 5 hari. Besar. Gizi tinggi. Tapi... tulangnya... hancur begitu saja saat disentuh. Ring

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status