Nabila sudah berdandan rapi pagi itu. Usai berpamitan pada ibunya akhirnya dia pergi ke rumah suaminya untuk melamar pekerjaan yang kemarin ia lihat.
Tekadnya sudah bulat untuk membalas semua perbuatan Fernando dan Lita padanya bagaimanapun caranya.Sesampainya di rumah Fernando, di sana hanya ada beberapa pelamar yang sedang menunggu di ruang tamu.Shanaz yang ada di dalam tubuh Nabila saat ini tahu jika mereka saat ini sedang diwawancarai oleh mertuanya di ruang kerja Fernando.Keputusan biasanya diserahkan pada Shanaz dan Fernando, barulah itu pada mertuanya. Namun kali ini dia tidak tahu apakah Lita akan ikut andil atau tidak.Ada seorang wanita yang baru saja keluar dengan wajah yang murung. Sepertinya dia ditolak, Nabila membatin.Wanita itu terlihat sangat gemuk, mungkin mertuanya tak mau memiliki kepala pelayan yang tidak gesit dan banyak makan.Lalu wanita kedua juga ditolak karena mungkin terlalu kurus, mungkin dipikirkan mereka wanita itu akan mudah jatuh sakit jika bekerja di sana.Kemudian perempuan yang agak tua masuk. Belum lama ada di dalam, dia keluar lagi sambil mengumpat.“Memangnya salah kalau umurku sudah lima puluh tahun?! Mereka sebenarnya mau aku bekerja sebagai pelayan atau istri!”Nabila yang mendengarnya tersenyum, sebelum akhirnya tiba lah gilirannya.Jika sejak tadi dia bisa berpikir dengan tenang dan bersikap santai. Namun saat ini jantungnya tiba-tiba berdegub kencang. Ia tidak gugup karena masalah wawancara ini. Melainkan akhirnya dia bisa melihat suaminya dan wanita yang sudah merebut posisinya setelah beberapa hari berlalu.Tangan Nabila gemetar ketika dia hendak meraih kenop pintu. Ia menarik napasnya dalam-dalam hingga akhirnya masuk dan melihat tiga orang yang membuatnya seketika jijik.“Masih muda ya?” Lita langsung berkomentar. “Bagus sih, daripada sudah tua. Tapi—” Lita menggantung kalimatnya.“Tapi kenapa?” tanya Fernando pada Lita.“Kalau cantik memang mau bekerja jadi kepala pelayan?” Lita menatap Fernando kemudian memeluk pinggang lelaki itu.Bara api yang ada di dada Shanaz seketika berkobar melihat pemandangan itu. Mereka bahkan belum sah di mata hukum. Tapi—“Jadi bagaimana? Kamu sudah tahu kan kalau kami membutuhkan kepala pelayan?” tanya Ibu Fernando.“Saya tahu Nyonya,” jawab Shanaz. Ia mengepalkan kedua tangannya. Untuk menahan kekesalannya.“Sudah dia saja. Aku tidak mau kepala pelayan yang tua, karena tidak gesit dan sembrono,” kata Lita.Fernando sejenak berpikir. Dia melihat Nabila dari ujung kaki sampai ujung kepala sambil mengangguk.“Kamu tidak takut aku menggoda kepala pelayan?” tanya Fernando dengan bercanda.Lita tertawa ringan. “Aku tahu selera kamu tinggi, Sayang. Mana mungkin kamu doyan dengan pelayan,” jawab Lita dengan nada mengejek.Shanaz mengangkat satu sudut bibirnya. Jelas tercetak senyum samar di wajahnya. Ia tidak apa-apa dihina seperti ini. Namun sayangnya dia tidak mau hinaan itu keluar dari mulut seorang wanita yang sudah merebut suaminya.“Baiklah kalau begitu, kamu bisa bekerja mulai besok pagi. Mengenai gaji dan pekerjaan kamu. Besok akan diberitahu oleh kepala pelayan yang lama.” Fernando mengakhiri sesi wawancara itu.Entah Nabila sedang beruntung. Ataukah alam sedang membantunya saat ini, karena yang jelas rencananya untuk masuk ke dalam rumah Fernando akhirnya bisa tercapai sekarang.“Terima kasih Nyonya, Tuan,” kata Nabila. Ia pun keluar dari ruangan itu. Tak lama setelah dia keluar, ia mendengar suara gelak tawa dari Lita.Mereka bertiga terlihat jika tidak bersedih setelah Shanaz menghilang karena mengalami kecelakaan. Tapi kenapa? Apakah sejak dulu dia memang tidak diinginkan seperti ini?Ia masih ingat waktu itu, jika Fernando sangat mencintainya. Bahkan lelaki itu terlihat jika dia tidak akan mengkhianatinya dengan cara seperti ini. Namun kenapa semua harus berakhir dia bersama dengan wanita lain?Bayangan demi bayangan ketika Fernando selalu bersikap manja padanya. Kemudian selalu melindungi dan menjaganya. Shanaz jelas saja tidak akan menyadari jika lelaki itu akan bermain di belakangnya.“Bukankah suami yang terlihat selalu manis itu lebih menyeramkan?” Dina teman Shanaz saat itu pernah berkata seperti itu padanya. Namun Shanaz tidak memercayainya.“Fernando memang selalu manis, Din. Kamu jangan membuatku tidak percaya dengan suamiku sendiri,” jawab Shanaz dengan santai. Percaya saja dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.Hingga perkataan temannya itu terbukti belum lama ini. Jika ternyata ucapan Dina benar-benar terjadi.“Tubuh Shanaz belum ditemukan?”Shanaz menoleh ke arah suara. Lorenzo baru saja turun dari mobil dan berbicara dengan seseorang di telepon.“Jangan berkata mayat jika tubuhnya belum ditemukan. Karena mungkin saja dia masih hidup dan kita tidak tahu!”Shanaz tertegun. Lain dengan Fernando, dia melihat Lorenzo begitu mencemaskannya. Bahkan dia menghubungi orang lain untuk mencari keberadaannya.Lorenzo melewatinya begitu saja. Lorenzo tidak tahu jika Shanaz yang dia cari ada di sana.“Tidak! Teruskan pencarian, polisi sudah menghentikannya dua hari yang lalu. Tapi aku ingin kalian mencarinya sampai ketemu!” perintah Lorenzo.Tubuh Shanaz seketika luruh. Sampai tanpa sadar tas yang tersampir di pundaknya terjatuh. Isi di dalam tasnya berhambur mengeluarkan suara membuat Lorenzo menoleh dan buru-buru membantunya.“Maaf,” kata Nabila. Dia memunguti barang-barangnya dengan gugup.Lorenzo membantunya mengambil barang-barangnya. Lelaki itu menatap sekilas wajah Nabila. Membuat wanita itu menundukkan wajahnya karena takut ketahuan oleh Lorenzo.“Kamu baru saja wawancara di rumah ini?” tanya Lorenzo.“Iya,” jawab Nabila.Perempuan itu segera pergi, ia menundukkan kepalanya sedikit sebelum pergi meninggalkan Lorenzo.“Tunggu!”Shanaz mendadak gugup. Dia berhenti kemudian mendengar suara langkah mendekat.“Lipstikmu ketinggalan,” kata Lorenzo sambil mengulurkan lipstick milik Nabila.“Terima kasih banyak.”Lorenzo mengangguk, Nabila pun segera pergi dari sana.Ia tidak menyangka jika kakak iparnya itu akan mencarinya. Tapi, sepertinya akan sangat sulit untuk tubuh Shanaz ditemukan.Jelas-jelas tubuhnya terjatuh di bawah jembatan itu. Tapi, kenapa sampai sekarang tubuhnya tidak mengambang? Atau—Nabila yang ada di dalam tubuh Shanaz itu masih hidup hingga ia berada di suatu tempat saat ini?Entahlah, Shanaz tidak tahu. Dia juga tak ingin berpikir. Karena yang terpenting sekarang adalah dia harus buru-buru membuat Lita dan Fernando menderita. Sebelum, dia kembali ke tubuhnya dan mati—mungkin?Hanya satu orang yang tidak menyukai keberadaan Lita di rumah itu. Dia adalah Lorenzo. Dia bahkan mengutuk perbuatan adiknya yang telah menduakan Shanaz selama ini.Lita yang tahu jika Lorenzo susah didekati pun berusaha keras agar kakak iparnya itu mau menerima kehadirannya. Namun sayangnya sepertinya usahanya tidak membuahkan hasil.“Kakak ipar sudah pulang?” Lita menyapa Lorenzo ketika melihat lelaki itu masuk ke rumah.Lorenzo hanya melihat Lita sekilas kemudian berjalan melewatinya.Lita yang mendapatkan balasan sikap Lorenzo yang dingin hanya mencebikkan bibirnya dan menatap punggung kakak iparnya dengan kesal.“Padahal aku sudah menyapanya,” kata Lita sambil merengut.“Ada apa?” tanya Fernando yang sudah ada di sebelah Lita. Dia mengusap bahu Lita dan membawanya ke kamarnya.“Kakakmu kenapa dia seperti tidak menerimaku di sini?”“Oh, dia.” Fernando menatap Lorenzo yang menghilang ke dalam kamarnya. “Biarkan saja dia, dia memang seperti itu.”“Apa dia seperti itu juga pada Mira?
Satu-satunya kemiripan antara Shanaz dan jasad yang ada di depan Lorenzo hanyalah rambut berwarna coklat lurus dengan panjang sebahu. Hati kecil Lorenzo menyangkalnya."Tidak, dia bukan Shanaz." Lorenzo mengatakan dengan tegas."Lalu bagaimana, Pak. Apakah kita harus melanjutkan pencarian terhadap, Bu Shanaz?" tanya pesuruh Lorenzo.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Fernando yang sedari tadi sengaja mendengarkan pembicaraan antara kakaknya, pesuruhnya dan dokter forensik nekat menerobos masuk. Lelaki yang masih sah menjadi suami Shanaz itu membuntuti langkah Lorenzo atas desakan istri barunya. Lita menduga Lorenzo sudah berhasil menemukan keberadaan Shanaz. Lita dan Fernando berharap Shanaz ditemukan sudah dalam keadaan meninggal dunia. "Untuk apa melanjutkan pencarian, kalau yang ada di depan kita sudah jelas-jelas jasad Shanaz," ucap Fernando dengan sorot mata yang penuh keyakinan.Sebelum datang ke rumah sakit, di perjalanan Fernando juga telah menyusun siasat busuknya. Ia men
Tami masih merasa heran, karena sebelumnya Nabila tak pernah berbohong masalah apapun kepadanya, bahkan untuk kenyataan sepahit apapun. Namun kini kenapa Nabila berbohong? Dua kali sudah ibunya Nabila mengalami kekecewaan untuk hari ini."Halo, Tante. Apa Tante masih ada di sana?" pertanyaan dari Risa di ujung telepon berhasil membuyarkan lamunan Tami."Iya, iya. Tante masih di sini kok," jawab Tami. Nanti akan Tante sampaikan pada Nabila kalau sudah selesai mandi ya," pungkas Tami mengakhiri sambungan teleponnya."Iya Tante."Setelah itu Tami kembali menaruh ponsel anaknya di atas nakas, setelah itu beranjak meninggalkan kamar Nabila menuju ke ruang makan. Menunggu anaknya untuk sarapan bersama. Sampai 10 menit kemudian Nabila keluar dari kamar sudah lengkap dengan riasan wajah yang tipis dan natural, serta pakaian yang rapi.Shanaz duduk sambil melihat makanan yang tersaji di atas meja. Di sana terdapat nasi goreng dengan lauk telur mata sapi. "Hanya itu yang ibu sediakan, karena ibu
Dengan perasaan cemas dan bercampur gelisah, Shanaz berlari untuk masuk ke dalam rumah. "Bukan aku kan yang meninggal kan?" Pertanyaan itu terus berkelebat di kepala Shanaz. Ia juga khawatir dengan nasib Nabila nantinya jika benar dirinya yang sebenarnya dinyatakan meninggal.Sampai pada akhirnya Shanaz bertemu dengan kepala pelayanan yang lama, karena dia akan tetap di rumah itu sampai Nabila bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik. "Si–siapa yang meninggal Bu?" Shanaz menunjuk ke arah jenazah. Suaranya bergetar karena tak dapat menutupi kegugupannya."Nyonya Shanaz yang meninggal, dia adalah istri tuan Fernando yang kemarin kecelakaan," jawab kepala pelayan yang lama. Nyonya Shanaz orang yang sangat baik sekali, tidak seharusnya dia pergi secepat ini." Air mata tanpa sadar mulai membasahi pipi kepala pelayan yang lama.Setelah berita pernikahan suaminya, ini kali keduanya Shanaz merasa bumi yang dipijaknya seakan runtuh. Bukan, bukan. Ini lebih mirip tsunami yang langsung menghant
Sontak Shanaz bangkit dari tempat tidur Tami. Ia dan Tami keluar untuk melihat siapa yang berteriak tadi. Air mata mengambang basah di pelupuk mata, kemudian menganak sungai hingga membasahi pipi, ketika melihat ibu kandungnya menangis di depan jenazah yang diklaim adalah dirinya."Jangan menangis ibu. Aku di sini. Itu bukan aku," batin Shanaz. Ingin sekali ia berlari dan memeluk wanita yang sangat dicintainya. Memeluknya dan memberitahu bahwa itu bukan dirinya. Tetapi bukankah tidak akan ada seseorang yang mempercayainya nanti?Ayah Shanaz berusaha menenangkan ibunya Shanaz, meskipun hatinya sendiri juga sangat hancur. Putri yang sangat dicintainya telah pergi meninggalkan mereka selama-lamanya.Sejenak ibunya Shanaz menghentikan tangisannya, demi mencari keberadaan menantunya. "Di mana Fernando?" tanya ibunya Shanaz.Tak ada yang mengetahui di mana keberadaan Fernando, sampai ibu mertua Shanaz keluar. Ibunya Shanaz buru-buru menghampiri dan bertanya kepada besannya tersebut. "Di ma
"Diam atau aku akan memecat kalian semua!" Lita mengancam dengan wajah berapi-api, seakan ingin menelan para pelayan itu hidup-hidup. Saat ini Lita merasa dialah pengusaha di di rumah itu, ratu di sebuah kerajaan. Dan itu karena dia adalah wanita pertama yang akan melahirkan pewaris perusahaan keluarga Fernando.Tami membalikkan badan dan menaruh hati telunjuknya di depan bibir, sebagai kode agar para bawahannya itu diam. Menyadari karir mereka terancam, mereka membungkam mulut masing-masing dengan kompak.Karena terlanjur tidak suka dengan Tami, Lita menuduh Tami yang menyuruh mereka menyertainya. "Ini pasti karena ulahmu kan!"Tami menatap khawatir ke arah Shanaz, ia tak tahu bagaimana harus menghadapi wanita menyebalkan itu. Shanaz memberi isyarat dengan mengedipkan matanya, seolah memberikan keyakinan bahwa semua akan kembali normal. "Sudah pergi dari hadapan Nyonya Lita, dia sedang hamil suasana hatinya harus selalu bagus," ucap Shanaz, yang terlihat serius. Tetapi Tami tahu sem
Fernando dan Lita saling memandang sambil mengangkat satu alis yang terangkat. "Suara siapa itu?" tanya Lita?" Fernando mengangkat kedua pundaknya. "Entahlah. Kita lihat." Fernando secepat kilat berlari keluar dari kamar bersama dengan Lita untuk mengeceknya. Lita yang tak sadar sedang hamil akhirnya mengalami kram perut. Ia meringis kesakitan lalu berjongkok di lantai sambil memegangi perutnya."Aarrggghhh! Sakit." Wajah wanita itu berubah menjadi merah karena menahan sakit yang teramat sangat.Fernando yang mendengar suara pekikan istrinya langsung menoleh, kemudian langsung menghampiri Lita. "Apa yang terjadi?" "Perutku sakit," keluh Lita.Fernando tak tinggal diam. Ia segera menelepon supir pribadinya untuk menyiapkan mobil ke rumah sakit. "Cepat siapkan mobil sekarang. Kita harus segera sampai di rumah sakit," perintah Fernando."Baik, Tuan." Kemudian sambungan telepon mereka terputus. Fernando membopong Lita sampai di halaman depan rumah.Shanaz memanfaatkan kesempatan ini unt
Hati Lita berkecamuk. Ia marah dan tak terima. "Apa?!" Tak sadar ia meneriaki kakak iparnya membuat suasana menjadi memanas."Turunkan nada bicaramu." Meskipun Lorenzo mengatakannya dengan nada dingin, dan dengan tatapan mata yang mengintimidasi. Kalau saja lelaki yang di depannya itu bukan kakak iparnya, pasti Lita akan menamparnya. Tetapi Lita mana berani. Wanita itu tertunduk takut."Baiklah kak. Tapi bisakah kakak meminta tolong kepada pelayan lain saja? Nabila sedang–" Belum selesai bicara, Lorenzo memotong pembicaraan Lita dengan cepat. "Jadi kamu mau mengatur hidupku?" Lorenzo menatap Lita dengan tatapan mata mengintimidasi, membuat nyali Lita menjadi ciut dan menggelengkan kepalanya."Ti–tidak kak. Aku tidak bermaksud seperti itu. Maafkan aku," ucap Lita, sambil menahan emosinya."Tolong antar kopinya ke kamarku ya, Nabila," suruh Lorenzo. Seketika nada bicaranya berubah ketika berbicara dengan Nabila.Lita bangkit dan langsung menunjuk ke wajah Shanaz. "Semua ini karenamu!