Baru saja bahagia ketemu Ibu, aku rasanya kembali diterpa badai.Ibuku tak menghiraukanku, dia sama sekali tak menjawab saat kupanggil. Dia seakan rindu ketika melihatku hadir tapi tetap menghindar kala bertemu di rumah sakit dan itu membuatku merasakan perih tapi tak berdarah. Sebab, jika dia rindu kenapa tak memelukku? Jika dia sayang kenapa dia tak mengatakannya? Kenapa dia bungkam?Namun, apa yang harus kulakukan? Semua rasa tentang Ibu hanya bisa kurasakan dari binar matanya.Aku menyerah. Aku memilih tak ingin memaksa Ibu meski dalam hati aku mengendus kecurigaan tentang sikapnya.Bagaimana pun di dunia ini, sekarang aku tak memiliki keluarga dari pihakku sendiri. Setelah Mbak Resa dan Mamah dipenjara rasanya aku tak tahu harus ke mana mencari jati diri sesungguhnya.Untunglah Mas Alfa--suamiku masih mau berjalan denganku, melindungi dan mengayomi walau tetap saja semalam watak jahilku muncul lagi ke permukaan.Dengan dalih ngidam, aku memintanya memasak nasi goreng pakai bikini
Biasanya sebagai seorang dokter, aku dituntut untuk berpikir secara logika dan mendahulukan tanda yang pasti agar tidak salah mendiagnosa. Namun, kukira itu tak berlaku bagi yang namanya CINTA.Semenjak menikah dengan Zela, kusadari aku menjadi lebih posesif. Entah berapa kali diri ini takut kehilangan pada hal yang belum jelas sehingga kadang membuat batasan yang terkesan sembrono.Itulah kenapa, saat melihat Zela bercakap dengan Yoga, tak terhindarkan darah ini seolah mendidih sekali pun aku mencoba untuk mensugesti bahwa istriku bisa dipercaya.Dia saja percaya padaku, masa aku tidak?Begitulah, sisi kelogisan berbicara.Aku sadar, mengenyahkan sepenuhnya Yoga dari hati istriku layaknya mengambil sebuah kenangan yang terendap lama. Tapi, salahkan jika aku berharap semua kenangan itu hangus? Karena diri ini benar-benar sedang merasa tak percaya diri.Cih! Lagaknya lama-lama seperti Dilan saja. Tapi, lelaki mana yang tak cemburu jika mendengar istrinya begitu didambakan menjadi menan
Seiring dengan semakin besarnya kehamilanku ternyata semakin besar juga kekhawatiran yang aku miliki. Namun, tetap saja meski berat rasanya membawa perut buncit ke mana-mana, aku ini tidak bisa diam. Kerjaanku malah hobinya jalan-jalan.Dimulai dari menemani Mas Alfa sampai menjenguk Ibu di rumah sakit walau setiap ke sana Ibu pasti menolak menemuiku.Entah apa salahku pada Ibu tapi acapkali aku datang, dia langsung membuang muka seakan aku bukan anak kandungnya.Sikap Ibu yang cenderung acuh ini mengingatkanku pada Mamah. Lalu, jika seperti ini terus apa bedanya dia dengan Mamah yang sedang di penjara? Aku bertemu Ibu atau tidak, rasanya sama saja seperti tak dianggap.Bukankah harusnya aku yang marah? Kenapa dia yang malah abai?"Pulanglah! Jangan jenguk saya lagi! Kamu tidak usah mempedulikan saya! Biar saya membusuk di sini!"Ya, membusuk saja sana! Karena Kau telah menelantarkanku.Ingin rasa hati bilang begitu jika Ibu mulai mengusirku, tapi Mas Alfa selalu menghibur hatiku yang
Pov AlfaAku memarkirkan mobil di halaman depan apartemen. Senyum tersungging di mulut ini ketika melihat ke arah atas tepat ke jendela kamar apartemen kami.Agh, ternyata kamar sudah gelap itu berarti Zela sudah tidur. Kasian dia, pasti istriku sangat kelelahan sehingga dia butuh istirahat yang banyak.Setelah memastikan tak ada yang tertinggal. Aku langsung bergegas menuju apartemen rasanya tak sabar untuk memeluk Zela saat ini.Aku ingin memberi-tahu hal penting padanya. Tentang aku yang menggagalkan rencana proyek dan tentang dia yang tak usah khawatir akan bertemu Julia dan Pak Rengga lagi.Sebenarnya seharian ini, aku berbohong pada Zela. Ini kebohongan pertama dan terakhirku. Aku berkata padanya kalau aku ada lembur tapi itu tidak benar. Aku sengaja tak ingin membuatnya khawatir karena tadi aku memutuskan pergi ke Anyer untuk menyelidiki kebenaran tentang apa yang dikatakan Yoga dan hasilnya tak sia-sia.Akhirnya, aku menemukan fakta lain. Benar memang Zela anak Pak Rengga, tap
Ada yang aneh dengan Mas Alfa beberapa minggu ini. Aku yakin 100% nggak pakai koma apalagi sama dengan karena ini bukan perhitungan. Setelah dia menggagalkan kontrak dengan Pak Rengga, kuamati lelaki itu semakin giat bekerja juga murung seolah dia telah mengalami kerugian dan masalah yang sangat besar.Aku yakin suamiku menyembunyikan sesuatu tapi dia enggan membaginya. Setidaknya firasatku selama ini tak pernah meleset.Anehnya setiap kutanya, dia pasti bilang, 'All iz well Zel, kamu hanya perlu fokus pada kandunganmu. Semangat ya, Sayang?'Selalu saja seperti itu, seakan dia sengaja tak menginginkan aku mengetahui bebannya. Namun, bukan Zela namanya jika pasrah tanpa rasa penasaran.Kecurigaanku padanya malah terus menumpuk dalam hati hingga puncaknya malam tadi aku tak sengaja mendengar Mas Alfa berbicara kasar pada seseorang secara sembunyi-sembunyi.Siapa gerangan yang membuat dia marah? Kenapa ketika dia melihatku dia langsung menutup teleponnya? Meski rasa kepo-ku menggunung ta
"Terima kasih Sayang, terima kasih sudah menjadi Ibu yang kuat. Terima kasih telah menjadikan Mas, ayah dan suami paling bahagia."Mataku perlahan terbuka ketika samar kudengar sebuah ucapan nan lembut dan menguatkan menyapa telinga ini.Napasku yang hampir putus dan tenagaku yang hampir habis, seakan tak berarti saat kulihat Mas Alfa-lah yang mengucapkannya. Lelaki itu memegang erat tanganku seolah takut aku pergi.Matanya yang memerah menjadi bukti bahwa dia hanya menyayangiku. Bahwa dia mencintaiku dan tak ingin kehilanganku juga bayinya."Ma-Mas?" Dengan segala kekuatan yang tersisa aku berusaha bicara.Proses kesakitan ini rasanya bagiku teramat panjang karena tadi meski kontraksi terus-terusan terjadi, pembukaan tak juga naik tetap saja di pembukaan empat. Oleh karena itu, khawatir harus dioprasi caesar Mas Alfa memindahkanku ke rumah sakit terdekat. Demi pelayanan yang lebih baik dan alat medis yang memadai.Saat itu aku berdoa dalam hati agar diberikan kelancaran dan jalan ter
Orang bilang, semakin tua umur kita semakin banyak yang berubah seperti halnya semakin banyak kejadian yang menimpa semakin kita dewasa menyikapinya. Kukira itu juga yang akan terjadi padaku tapi sayangnya gak semua karena sampai sini hati ini belum bisa menerima fakta kalau Pak Rengga sebagai ayahku.Mungkin aku perlu waktu. Lagi pula semenjak menyandang status sebagai seorang ibu, aku jadi banyak peer sebagai orang tua baru. Maka dibanding memikirkan tentang pria yang telah membuangku, aku memilih menjadi belajar jadi istri dan ibu Aksara yang pintar.Pintar apa? Ya, pintar apa pun. Pokoknya bahasan ngurus aku merasa sudah ahli kecuali ngurus-in badan.Tolong! Jangan bahas berat badan denganku. Semenjak melahirkan tubuhku memang agak membengkak. Namun, kata Mas Alfa nggak apa-apa karena aku masih cantik.Ajegile! Bisa ae Mas gula jawa satu itu.Begitulah Mas Alfa, semakin hari dia semakin perhatian tapi juga semakin posesif. Itulah yang membuatku merasa kadang tak nyaman. Saking p
Ada yang bilang, seburuk-buruknya orang tua tetap saja dia adalah yang melahirkan dan menjaga kita. Namun, bagiku mungkin itu tak sepenuhnya benar.Keberadaan Pak Rengga dan Bu Dahlia untukku yang seorang anak buangan itu tak ubahnya dua orang egois yang hanya memikirkan diri mereka sendiri.Ya, memang aku sudah mulai menerima kehadiran Bu Dahlia dan alasannya membuangku tapi untuk Pak Rengga?Ah, entahlah! Aku tidak tahu harus tertawa atau menangis.Setelah tahu ayah kandungku sekarang masuk ke HCU (High Care Unit) karena penyakit ginjal yang dia idap sudah mencapai level kronis, perasaanku tak ayal menjadi sedih. Ada rasa pilu yang tidak terdeskripsi mendengarnya bertaruh nyawa dengan penyakitnya."Ayahmu butuh penanganan khusus Zel, dia sempat drop lagi pas habis di-hemodialisis tapi kamu tenang saja kami akan mencoba sebisa mungkin. Oke? Oh ya, kalau kamu mau nemuin dia. Dia ada di kamar HCU 1057. Dia pasti senang kamu datang."Begitulah ucapan Mas Alfa ditelepon saat aku bertanya