POV JinggaAku tidak tahu apa yang terjadi padaku jika Mas Aksa tidak menyelamatkanku tepat waktu. Mungkin saat ini bukan hanya harga diriku yang hilang tapi ragaku juga.Takut, gemetar dan trauma. Mungkin tiga kata inilah yang mampu menunjukan kondisiku sekarang. Setelah aku tiba-tiba dibawa ke gang sempit yang minim penerangan dan hampir diperkosa, aku bahkan tak mampu lagi bergerak dan berbicara dengan benar. Rasanya sekujur tubuhku lemas dan aku tidak bisa lagi berpikir karena otakku kosong. Hanya air mata saja yang bisa aku keluarkan sebagai ekspresi begitu syoknya aku dengan apa yang kualami. Beruntung, Mas Aksa paham betul dengan apa yang terjadi padaku. Dengan sigapnya dia lalu membawaku ke tempat aman tentunya setelah melumpuhkan si penjahat dan melaporkannya ke pihak yang berwajib.Sejujurnya, percobaan perkosaan ini bukan pertama kalinya aku alami. Dulu pamanku yang bejat di kampung pernah mencoba melakukan yang sama untungnya aku berteriak sehingga perbuatan biadab itu bi
Sekian menit berlalu tanpa arti, keheningan masih setia menyelimuti kami. Aku dan Mas Aksa seakan sibuk dengan pikiran masing-masing tanpa ada yang berani memulai bicara. Terhitung, dari selama kami duduk berhadapan, aku hanya melihat lelaki itu sibuk memutar-mutar bolpoin di tangannya dengan gelisah. Menyaksikan kondisi awkward ini sekarang aku paham, kenapa Bu Zela membiarkan kami bicara empat mata. Ternyata alasannya adalah karena Mas Aksa ini tipe yang tertutup dan tidak mudah membuka rahasianya pada orang lain. Apalagi yang akan aku dan Mas Aksa bicarakan ini bisa dibilang masalah rumah tangga kami gak mungkin Bu Zela ingin ikut campur. Namun, kalau dia diam terus begini semalaman gimana? Bisa mati kutu aku. Agh, aku tak tahan lagi. Mataku sudah berat dan kepalaku pening, mungkin lebih baik kusudahi saja acara bongkar-membongkar rahasia daripada tengah malam begini kami malah terlibat suasana canggung kayak gini. Bisa jadi Mas Aksa memang berat mengungkapkannya. Aku hanya perlu
Pagi ini aku merutuki diri karena bangun kesiangan. Semua ini akibat aku yang salah set alarm, seingatku aku sudah menyetelnya dengan benar semalam tapi ternyata karena ngantuk aku malah set di jam 6.00 pagi bukan jam 4.00.Astaghfirullah! Apakah mungkin ini dikarenakan efek gak jadi 'ena-ena' sama Mas Aksa tadi malam? Sehingga buat men-setting alarm saja kurang fokus? Ah, Jingga sadarlah! Aku mendesah berat sambil berjalan keluar kamar dengan menenteng tas kuliahku.Jujur, harus kuakui sampai detik ini aku masih kecewa karena kena prank Mas Aksa. Usai mengobrol dan ciuman panas yang terjadi antara kami, otakku yang gesrek ini sempat mengira kalau aku dan Mas Aksa bisa langsung menikmati ibadah syurga untuk kedua kalinya tapi ternyata Mas Aksa malah memintaku tidur. Alasannya sih bijak, katanya dia takut aku sakit dan terlambat masuk kelas pagi ini. Ya, iya sih kalau lihat alasannya itu benar banget tapi kalau liat hasratku yang terpendam kayaknya itu ganggu banget.Dahlah. Pasrah.
Aku sudah sering mendengar kalau jurusan farmasi ini banyak sekali dosen yang berprofesi dokter. Makanya gak heran kalau kadang kuliah di-cancel gara-gara sang dokter ada operasi atau apalah. Nah, tapi aku gak menyangka kalau salah satu di antara dosenku adalah suamiku sendiri.Syok? Of course! Bahkan sampai sekarang aku masih berharap kalau apa yang kualami ini mimpi. Pantas saja waktu dulu Mas Aksa maksa aku buat melanjutkan kuliah ternyata ini jawabannya."Hash!"Aku menyeka buliran keringat yang turun ke dahi. Sesuai janjiku pada dosen baru yang killer dan juga suamiku, siang ini sesudah kelas selesai aku bergegas menuju ke ruangannya.Sungguh, entah mengapa kali ini aku merasa sangat canggung untuk datang ke ruangan Mas Aksa tapi demi nilai dan sidang, aku terpaksa melakukannya.Ingat, Jingga profesional!Sampai di depan pintu ruangan Mas Aksa, aku sudah bersiap untuk mengetuk ruangan yang tidak tertutup rapat itu tapi gerakanku tiba-tiba harus terhenti ketika suara Nadia yang
Jingga Nalurita. Gadis bermata sipit itu mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian berdecak. Menyilang tangan di depan dada lalu menyandarkan bahunya ke kursi. Dia masih gak percaya kalau suaminya tetiba memberikan kartu ATM prioritas untuk ia pegang. Tadi, setelah mereka berhadapan dengan Nadia, Aksa membawa gadis itu buat makan di salah satu kafe yang ada di dekat kampus. Aksa bilang, dia sengaja mengajak Jingga ke sini agar tidak ada mahasiswa yang melihat mereka. Aksa mau pun Jingga sama-sama gak mau jadi bahan gosip di kampus. Masa baru saja semester awal udah kena skandal? Gak lucu rasanya."Mas yakin mau ngasih kewenangan transfer duit buat Nadia dan lain-lain sama aku? Mas gak nyesel? Aku jadi menteri keuangan Mas loh sekarang," tanya Jingga sangsi kalau dalam waktu semalam kartu magic suaminya telah ia kuasai. Berasa banget istri yang menggasak harta suaminya."Untuk apa Mas nyesel Jingga? Mas percaya sama kamu bisa kelola keuangan rumah tangga kita, kamu cukup telaten dan
Menurut text book yang kubaca, sifat dasar manusia itu tidak mungkin langsung berubah dalam satu waktu. Pasti butuh proses untuk merubahnya dan sekarang aku menyesal karena terlalu berharap pada pria yang sedang mengajar di depan sekarang.Mas Akss tetaplah pria yang terlalu baik dan menyebalkan yang suka membuat banyak perempuan salah paham. Walau pembawaannya dingin tapi sialnya para cewek itu selalu tahu hati yang hangat.Buktinya, baru saja kami bertengkar dengan Nadia eh, di warung pecel lele ada lagi kejadian yang bikin aku naik darah. Siapa sangka, Mas Aksa yang kalem tiba-tiba memuji perempuan lain dengan kata 'cantik'.Aduduh, mana gak senewen aku ini? Padahal aku sudah kege-eran karena berpikir dia hanya memujiku eh, ternyata dia melakukannya juga pada yang lain.Sialan!Aku saja yang bodoh membawanya baper sampai ke sumsum tulang. Padahal untuk Mas Aksa, mungkin aku tak lebih dari remahan ranginang di kaleng Khong Guan, rasanya ada tapi hanya sisa.Nasib oh nasib pacaran sa
Mas Aksa : Jingga, inget habis kuliah langsung pulang ke rumah ya. Mas masih ada praktek sore ini. Maaf kamu bisa pulang sendiri, kan? Nanti Mas secepatnya akan sampai di rumah.Jingga : Bisa Mas. Tenang aja.Mas Aksa: Inget pake aplikasi aja, jangan pake yang manual dan jangan lupa kamu share lock posisi terkini kamu. Oke? Mas gak mau kejadian kayak kemarin keulang. Wah, dia khawatir ternyata. Ihiw! Sepertinya efek ciuman kami berhas.Jingga typing ...."Eh kok kedap-kedip? Yah, yah, mati!?" Aku mendesah ketika melihat ponselku mendadak gelap, menandakan kalau batereiku habis. Dengan berat hati, kududukan bokongku di kursi halte. Padahal sore ini hujan cukup besar dan aku belum sempat meng-order ojek untuk aku pulang eh, udah mati aja. Benar-benar apes.Kuketuk-ketukkan ponsel ke paha sambil memikirkan bagaimana caranya biar aku bisa pulang tanpa harus ngojek. Apa aku harus mencegat taksi sekenanya? Atau cari masjid yang ada colokannya? Tapi, masjid kan jauh dari halte. Butuh wakt
"Jingga. Siapa yang menelepon? Kenapa kamu kayaknya kesel?" Mas Aksa kembali menanyaiku karena aku masih diam. Rupanya karena terlalu fokus meneelepon aku sampai tidak mendengar derit pintu apartemen yang dibuka oleh Mas Aksa. "Jingga?" ulang Mas Aksa semakin intens. Pria itu menjatuhkan tas kerjanya serampang seraya menghampiriku. Jujur, saat ini aku ingin sekali mengatakan kalau yang menghubungiku itu adalah wanita asing yang mengancam tidak akan membiarkanku bahagia bersama Mas Aksa tapi aku takut membuat lelaki di depanku ini semakin khawatir. Jadi, aku hanya menggumam pendek. "Hm, gak tahu Mas salah sambung," jawabku sambil memaksakan senyum. "Ah, syukurlah. Mas cemas takutnya ada yang mau jahatin kamu," ucapnya seraya masuk ke kamar dan memeluk tiba-tiba. "Kamu tahu gak pas ponsel kamu mati, Mas khawatir banget sama kamu apalagi tadi hujan gede. Mas hubungin kamu terus sampai meriksa pasien aja gak konsen.""Loh, kenapa gak konsen?" "Mas kangen.""Heh?" Badanku yang tadi te