LOGINBrakkk!!Lukman membanting pintu mobil dengan keras begitu ia sampai di rumahnya. Berjalan menuju ruang tamu, di sana sudah duduk Arman bersama dengan Sarah, keduanya tampak santai. “JADI APA HUBUNGAN KALIAN HAH?” seru Lukman dengan suara keras yang menggelegar hingga membuat Tita dan Ibu Lukman datang ke ruang tamu, melihat heran pada Sarah, Lukman dan Arman yang tampak tak baik-baik saja."Lukman ada apa?”“Mas kenapa marah-marah begitu?”“JAWAB ZARA! APA HUBUNGANMU DENGAN ARMAN?” teriak Lukman tak menggubris pertanyaan Tita dan ibunya. Perasaannya masih diliputi amarah yang menggebu, wajahnya merah padam demi menahan diri untuk tak melayangkan pukulan pada saudara angkatnya itu, ia masih menunggu jawaban yang masuk akal.“Aku menyukainya,” jawab Sarah kemudian, tepat menatap manik mata Lukman.“Apa?” ucap Lukman dengan suara rendah, seolah ia telah salah dengar.“Aku menyukai Arman, kau tak salah dengar.”Arman berjengit kaget, tak menyangka perkataan itu keluar dari mulut Sarah.
“Boleh kita pulang saja?” ucap Zara beberapa saat setelah ia terdiam cukup lama.“Pulang? Tidak jadi ke pantai?”Zara mengangguk, tatapannya nanar mengarah pada Halim. “Aku merasa tidak enak badan, mungkin lain kali kita bisa pergi ke sana.”Halim merasa ada yang berbeda dari wanita di hadapannya. Namun, ia sama sekali tak bisa mengira apapun, hanya bisa mengangguk dan menyetujui permintaan Zara tanpa pertanyaan lebih lanjut. Bisa dikatakan keadaan wanita itu terlihat tidak baik-baik saja setelah … mobil tadi hampir menabraknya.Mungkinkah Zara shock? Mentalnya terguncang karena kejadian tadi? Apalagi Zara baru saja pulih.“Mau periksa ke dokter, kamu tampak gak baik-baik aja.”“Gak usah, kita pulang aja, aku cuma mau istirahat.”“Atau aku panggil Hira untuk memeriksakanmu di rumah?”“Gak usah!” tukas Zara dengan suara yang sedikit meninggi hingga membuat Halim tersentak kaget, sudah lama sejak terakhir kali istrinya mengeluarkan suara dengan nada seperti ini. Apalagi sejak hilang ing
“Kau tak akan pulang ke rumah Sarah?” tanya Arman setelah mengelilingi jalan dan putar balik dua kali, namun Sarah masih diam dan hanya menyandarkan kepalanya di jendela mobil dengan tatapan kosong.“Aku tak ingin pulang ke rumah itu untuk saat ini Arman, entah kenapa setiap kali di sana dadaku terasa sesak.”“Kau butuh hiburan?”“Kalau menurutmu itu seperti hiburan di taman bermain aku rasa tidak, yang ada dadaku akan semakin terasa sesak.”“Kalau begitu hal lain, hiburan yang ini kau akan suka. Bisa meringankan sedikit beban di dadamu.”“Ke mana?”“Desa tempatku tinggal, kau tak masalah jika pergi ke sana bersamaku?”Sarah menoleh dengan tatapan lesu, ia mengangguk. “Ke manapun tak masalah, asal gak pulang ke rumah itu.”Arman mengangguk, tangannya terulur mengelus kepala Sarah dengan lembut.“Tidurlah dulu, perjalanan kita akan makan waktu yang cukup lama, akan kubangunkan nanti setelah sampai.”***Sarah mengerjap saat udara dingin mulai menyusup, sedikit angin pagi menerpa wajahn
Halim tak dapat tidur nyenyak seperti biasa, di sisinya Zara sudah terlelap dan masuk ke alam mimpi. Sejak malam itu saat Zara mempertanyakan hubungan pernikahan mereka karena Halim punya kamar berbeda, lelaki itu tak lagi tidur di kamarnya.Persis seperti malam panjang yang ia lewati sebelum-sebelumnya tanpa tidur nyenyak. Halim sama sekali tak bisa memejamkan matanya, apalagi saat secara sadar ia tahu Zara ada di sampingnya. Ia tak terbiasa dengan keberadaan istrinya yang cenderung ramah dan juga clingy terhadapnya dan beda dari tingkah istrinya dahulu.Awalnya hanya itu yang ada di pikiran Halim sampai rentetan kejadian hari ini membuatnya lebih tak bisa tidur nyenyak. Tentang panggilan Zara, alergi wanita itu dan sosok wanita mirip dalam mobil yang berselisih dengan mobilnya dalam perjalanan pulang tadi.Helaan nafas berat mulai terdengar dari mulut Halim, ia menatap lamat-lamat wajah Zara yang terlelap sembari terus mengingat-ngingat perempuan yang tak sengaja ia lihat tadi, tak
Sore itu pukul lima, mobil Lukman tampak memasuki pekarangan. Sarah yang dengan sengaja menunggu di teras segera bangkit saat lelaki itu keluar dari mobilnya. Dengan senyuman manis yang sangat ia paksakan, Sarah menyambut kepulangan lelaki itu.“Mas Lukman sudah pulang,” ucapnya dengan nada lembut. Sementara dari dalam rumah Tita mendekat dengan wajah heran melihat Sarah yang bertingkah tak biasa dan mendekati Lukman.“Mbak Zara ngapain?” tukasnya bingung, tak biasanya wanita itu menyambut kepulangan Lukman, apalagi sejak kedatangannya, maka perubahan ini membuat Tita sangat terkejut.“Ngapain?” ujar Sarah dengan alis naik sebelah, tangannya merangkul Lukman membuat Tita melotot tak percaya. “Ya nyambut suamiku pulanglah.”“Nyambut Mas Lukman pulang? Gak salah?” tukas Tita sewot.“Enggaklah, aku masih istrinya, ingat istri pertama kalau kamu lupa! Seharusnya kamu gak mempermasalahkan hal ini!”Tita bungkam, yang dikatakan Sarah adalah kebenaran yang tak bisa ia elak. Pandangannya bera
Sarah mondar-mandir cukup lama di kamarnya demi mencari cara untuk menggagalkan kepergian Lukman ke pesta perusahaan Frederick nanti malam. Entah kenapa sudah beberapa jam memutar otak tak satupun ide muncul di kepalanya.“Arrhg! Bisa gila aku!” umpatnya kesal seraya mengacak rambut, mulai menggigiti kukunya sebagai pengalihan dari rasa cemas. Kalau malam nanti Lukman melihat Zara pasti lelaki itu sedikit banyak akan merasa curiga dan kemungkinan besar yang Sarah takutkan adalah … ingatan Zara bisa saja kembali saat melihat lelaki itu karena traumanya muncul.“Apa yang harus kulakukan sekarang?” Ia menatap layar ponselnya yang menunjukkan jam hampir mendekati pukul sebelas siang. Sementara setelah mengirimkan pesan tadi Kenzo berpesan padanya untuk tak mengganggu lebih dahulu.Lelaki itu pasti sedang sibuk ikut mengurus pesta perusahaan Frederick sebagai perwakilan Grup keluarga Herlan sementara Papa dan Mamanya sedang dalam perjalanan bisnis ke Jepang. Sarah tak bisa memikirkan hal i







