"Hei, Ria .. ngelamun aja! Kesambet, loh!" Tiba-tiba ada yang mengagetkanku dan segera kuhapus lelehan air mata untuk menutupi kesedihanku.
"Gak kok, Mas, aku gak lagi ngelamun, kok!" elakku lalu mengalihkan pandangan pada Dhea untuk menyembunyikan sorot mataku yang mungkin terlihat sembab.
"Kenapa? Dhea minta jajan, ya? Terus kakaknya juga kepengen, akhirnya merengek nangis, ikutan minta terus gak dikasih, ya? Hahaha ...," godanya.
"Apaan sih, Mas Reyhan ini, Dhea itu anakku bukan adik ku! lagian siapa juga yang rebutan jajan?" protesku kesal mendengar ejekan yang terus dilontarkannya setiap kali dia melihatku sedih.
"What? Anak? Kalian itu pantesnya adik-kakak, karena usianya gak beda jauh hahaha ... makanya dulu kalau masih kecil jangan buru-buru nikah terus punya anak! Akhirnya gak ada yang percaya,kan, kalau itu anaknya? Terus kalau anaknya nangis minta jajan, ibunya juga ikutan nangis pengen jajannya juga!" ejeknya panjang kali lebar sambil menghempaskan pantat di sebelahku tepat, di atas rerumputan hijau taman.
"Ih, nyebelin, puas ya kayaknya kamu ngetawain aku? Biarin jadi mahmud (mama muda), berarti aku cantik, dong, masih kecil udah laku. Daripada situ udah bangkotan gak laku-laku hahaha ...," ejekku membalasnya.
"Pedenya selangit, Mbak! Akutuh bukanya gak laku tapi belum laku, catet ya!" elaknya sambil monyongin bibir sepertinya gantian kesal.
"Ahahaha ... biarin, fakta tau! Tuh, satu sama, kan? Gantian situ yang sebel!" celotehku, puas juga bisa gantian godain dia.
"Aku 'kan nungguin kamu! Hehehe...," ucapnya sambil kedip-kedip mata genit.
"Nungguin aku nyariin jodoh buat kamu? What? Mana ada yang mau sama cowok sinting kaya kamu? Hahaha ...," balasku.
"Sialan ngatain aku sinting! Gini-gini ketampanan kudi atas rata-rata loh," ucapnya ke-pedean.
"Emang!, Sinting ahahaha ... sama aja bohong, Pak, kalau ganteng tapi gak laku-laku hahaha ...," Ih puas bener deh aku ngatainnya.
"Awas yah k,, kalau gak ada yang mau sama aku pokoknya kamu mesti tanggung jawab! Terpaksa kamu yang harus jadi istriku!" ancamnya sambil tersenyum nakal.
" Ogah ah, nikah sama om-om genit kayak kamu! Kamu yang salah kok, aku yang tanggung jawab?" protesku.
"Enak aja ngatain aku om-om, kita cuma beda usia lima tahun tau! Harusnya kamu manggil aku kakak tampan hahaha ...!Pokoknya kamu mesti tanggung jawab, kesucianku sudah ternoda oleh olokanmu itu!" katanya lalu menarik hidung mancungku.
"Awww ... kebiasan, deh!" pekikku lalu balas mencubit perutnya.
"Ampun, sakit! Aku kalah deh, sama kamu hidung tomat! Dia meringis sambil melepas tangannya dari hidungku.
Aku pun melepaskan cubitanku padanya, kemudian mengelus hidungku dan segera berlari meninggalkannya untuk mengatur degup jantung yang tak berirama saat mendengar kata-katanya tadi.
Aku tahu itu bukan candaan, itu adalah sebuah kejujuran darinya karna dulu dia pernah memintaku untuk menjadi istrinya. Namun, kutolak karena statusku yang masih bersuami walau sudah lama berpisah. Dan aku terus berusaha menghindari pertanyaannya itu.
" Hei, mau ke mana? Udah puas ya, kamu ngejek aku?" teriaknya.
"Aku mau pulang, mau beres-beres sama nyiapin makan malam. Titip Dhea ya, nanti kalau dia udah puas main, tolong antar pulang!" Kutolehkan kepala sebelum agak jauh sambil tersenyum padanya. "Oh ya, satu lagi, nanti ikut makan malam di rumah ya!" timpalku lagi.
"Beres, Non, buat kamu apa sih yang enggak? Itung-itung latihan momong anak!" jawabnya sambil mengacungkan jempol tanda setuju.
Aku segera berlalu menuju rumah.
*** Reyhan POV ***
Kupandangi punggung itu sampai hilang dari pandangan.
Walau usianya masih sangat muda. Namun dia sangat dewasa, dia itu semangatnya seperti iklan semen, "Kokoh tak tertandingi!".
Dia sangat tegar dan keras kemauannya, tapi sangat lembut hatinya.
Tak mau dikasihani dan tak mau diremehkan, baginya harga diri anaknya itu yang paling utama.
Semua yang ada padanya membuatku sangat menggilainya, empat tahun sudah aku bersabar menunggunya menerimaku menjadi pendamping hidupnya. Namun, sepertinya belum ada tanda-tanda dia akan menerimaku dan mau melupakan mantan suaminya.
Dia sangat pandai menjaga rahasia, sampai sekarang aku masih belum bisa mengorek tentang masa lalunya.
Hanya sedikit saja yang dia ceritakan padaku dan itu karna ancamanku agar aku bisa melindunginya dari tudingan orang-orang diluaran sana yang mengira dia perempuan nakal.
Tapi, aku bahagia bisa melihatnya tertawa sejenak melupakan kepedihannya, walau tak bisa membasuh lukanya tapi setidaknya aku berusaha sedikit mengobati lukanya dengan gurauan yang kadang keterlaluan menurutku untuknya.
Asal kau bahagia, aku rela kau cela Rianaku ....
Entah apa yang kau pikirkan tadi Riana? Mungkinkah kau sudah bertemu dengan suamimu?
Maafkan aku jika harus melakukan semua ini, maaf jika aku harus mengorek luka lamamu!
Ini semua demi kebaikanmu dan Dhea, aku tak tega melihatmu hidup terlunta-lunta seperti ini, sudah cukup empat tahun ini kalian menderita.
Aku juga akan persiapkan hatiku untuk kecewa jika nanti kau kembali bersama suami yang masih mencintaimu lagi.
Tapi bila kita berjodoh, aku yakin nanti kita pasti akan bersama.
Maaf, maaf ... Rianaku. Maafkan aku harus menghadirkan orang yang menyakitimu lagi.
*** Reyhan POV OFF ***
*** MASIH POV RIA***Di rumah dengan lincah kupersiapkan menu makan malam, walau hanya seadanya.Tak sadar aku senyum-senyum sendiri mengingat candaanku dengan Reyhan tadi, aku sebenarnya tak tega mengolokinya seperti tadi, tapi itu di luar kendaliku.Kata-kata itu seperti lolos begitu saja dari mulutku, aku jadi bisa tertawa lepas melupakan kesedihan.Terima kasih tuan Reyhan Pratama, kau adalah malaikat tak bersayapku. Selama empat tahun ini sudah banyak membantuku.Seperti hari-hari kita yang penuh kekonyolan, saat pertama berjumpa pun dengan cara yang konyol.Aku yang saat itu tengah berjalan menggandeng Dhea yang sudah kelelahan. Saat itu matahari tengah teriknya. Aku dan Dhea terus mencari kost-an kosong untuk kami tinggali di kota asing ini, karena kasihan melihat putri kecilku kepanasan juga kelelahan, akhirnya aku berinisiatif mencari ojek saja biar lebih cepat dapat kost yang nyaman dan sesuai budget.Saat lewa
" Assalamualaikum, Mama ... Dhea pulang!" teriaknya lalu berlari menuju kipas angin yang ada di kamar, kemudian menyalakannya, mungkin kegerahan.Suara Dhea mengagetkan lamunanku, membuatku kembali konsentrasi memasak menu makan malam."Waalaikumusalam, Sayang, udah pulang? Mana Om Reyhan?""Itu di luar, Ma, Om Reyhan ketinggalan, kalah cepet larinya sama Dhea, hihihi...," kelakar Dhea bahagia.Selalu, Reyhan pasti selalu punya cara untuk membuat Dhea senang. Dia pasti mengalah untuk anak itu."Assalamualaikum, hem ... harum banget baunya, masak apa, sih?" Yang dibicarakan datang, kemudian masuk dan duduk di depan tv yang sekaligus menjadi ruang tamu di mess ini.Mess ini memang tidak terlalu besar, hanya terdiri ruang tamu sekaligus yang kufungsikan sebagai ruang tv, satu kamar tidur, ditambah satu dapur kecil yang bersebelahan dengan kamar mandi minimalis. Tidak ada sofa, hanya karpet berukuran sebesar ruang tamu yang terbentang.Me
"Maafkan aku yang sudah meragukanmu, Ria, aku terpengaruh oleh ucapan ibuku," sesalnya."Itulah kebodohanmu, Mas, kamu hanya mendengarkan ibumu tanpa mendengar penjelasanku. Aku sangat sakit hati akan hal itu, Mas!" Bibirku bergetar menahan rasa marah yang selama ini kupendam."Maaf Ria, maaf ... tapi aku sudah tahu semuanya yang telah terjadi, ibu sudah menjelaskan segalanya sebelum beliau meninggal," isaknya."Innaillahi wa innaillahi rojiuun, apa, ibu meninggal, Mas? Kapan?" tanyaku kaget mendengar berita kematian mertuaku. Meski beliau pernah menyakiti hatiku tapi aku tetap menghormatinya."Dua tahun yang lalu, ibu juga berpesan ingin meminta maaf padamu dan juga Dhea. Ibu menyesal atas semua perlakuannya kalian. Andaikan bisa, beliau ingin bersujud meminta maaf langsung padamu. Namun, setelah mengucapkan keinginannya itu beliau sudah dipanggil Allah terlebih dahulu," terangnya sambil matanya menerawang."Lalu Marissa? Dan Diego itu bukankah be
Tak tahan lapar, akhirnya kuputuskan menuju meja makan, kemudian mulai membuka tudung saji tanpa menghiraukan hadirnya Marissa.Dengan tenang dan diam kuambil piring lalu menyendokkan nasi ke piring, Namun tiba-tiba tangan Marissa mencekalku."Sini, Sayang, biar aku ambilin, aku 'kan harus belajar melayani calon suamiku," ucapnya sambil meraih piring dari tanganku yang malah kutepis."Tak usah aku bisa sendiri! Calon suami? Ingat ya, sampai kapan pun aku tak 'kan sudi menikah denganmu!" Kupandang dia dengan sorotan tajam, beranjak duduk di kursi ujung menjauh darinya kemudian makan dengan lahapnya."Sialan! Awas saja Dio, kamu boleh sombong sekarang, tapi lihat saja nanti, kamu akan jadi milikku dan setelah itu akan kubalas perbuatanmu ini," gumam Marissa yang masih bisa terdengar tanpa kuhiraukan.Selesai makan aku menonton tv, setelah bosan kuputuskan menuju kamar untuk tidur saja, tapi saat sampai di depan pintu kepalaku terasa sangat berat dan
Itulah sebabnya hingga kini kupilih berdiam diri sambil mencari bukti bahwa semua yang diucapkan ibu itu salah. Namun, aku bisa apa? Ibu selalu mengancam akan pergi dari rumah bila aku tak percaya dan berani melawannya.Ah, betapa lemahnya diriku ini sebagai lelaki, di satu sisi ingin tetap bersamamu karena jujur aku masih sangat mencintaimu, tapi kenapa kamu malah mengkhianatiku, Ria, dan kamu kenapa selalu berlaku buruk pada ibuku yang juga sangat aku sayangi.Sedangkan di sisi lain aku selalu tak bisa membantah ibu, karena telah terikat janji pada almarhum ayah untuk terus mengikuti apa yang dikatakannya dan tidak akan pernah membantah maupun menyakiti hatinya. Meski terpaksa harus kulanggar saat itu dengan terpaksa untuk menikahimu tanpa restunya sekalipun karena besarnya rasa cintaku padamu. Harusnya kamu mengerti dan membalas pengorbananku dengan juga menurut padanya. Namun kini seakan sia-sia semuanya, semua gara-gara aku berbuat bodoh demikian."Kamu uda
"Dio, aku sadar aku memang tak berarti untukmu. Tapi, demi anak yang ada dalam kandungan ini kumohon nikahi aku, walau hanya secara siri aku rela asal anakku saat lahir nanti mempunyai seorang papa. Aku tak ingin digunjing orang telah hamil tanpa suami, jangan buat orangtuaku malu, Dio," rengek Marissa yang tengah menangis di depanku."Ah, kenapa sih, kamu gak nolak saat itu?" Aku sangat frustasi. Sementara Marissa terus terisak."Aku mohon demi anak ini, Dio, kasihanilah dia yang tak berdosa.""Apa yang dikatakan Marissa itu benar, Dio. Kamu harus secepatnya menikahi Marrisa walau hanya secara siri sampai Ria di temukan, lalu ceraikanlah Ria kemudian menikahlah secara sah hukum negara dengan Marissa! Ingat yang ada dikandungannya itu anak kandungmu, cucu ibu!" bela ibuku."Apa, Bu? Itu semua tidak mungkin. Aku akan menikahi Marrisa, tapi tolong jangan menyuruhku menceraikan Ria! Dan kamu Marrisa, harus kamu tahu aku menikahimu hanya semata-mata demi anak
Kucoba berkali-kali menghubungi ponsel Marrisa, tapi tak dijawabnya, kukirimi dia pesan berkali-kali namun masih belum ada balasan.Hingga saat aku mulai menyerah tiba-tiba Marrisa mengangkat teleponku."Marrisa cepatlah ke rumah sakit, Diego sedang sakit dan membutuhkan tranfusi darah," jelasku saat dia menjawab panggilan yang entah ke berapa kali itu."Tinggal ditranfusi aja apa sih, susahnya?Kamu kan, bisa ngatasi sendirian. Aku masih sibuk, masih liburan di Bali jadi tidak bisa pulang sekarang," jawabnya ketus tanpa rasa khawatir."Tapi golongan darahku gak sama dengan Diego, aku O sementara Diego A--""Cari ke PMI 'kan bisa, gitu aja kok repot!" potongnya."Stocknya lagi habis, ini darurat Marrisa pokoknya sekarang juga kamu harus pulang!" perintahku tegas."Mana bisa? Aku pulang pun percuma karena golongan darahku juga O, jadi ...." Marrisa menghentikan ucapannya."Kalau aku O dan kamu juga O, kenapa bisa Diego A, h
"Kamu masih peduli juga ternyata dengan Diego", sindirku padanya saat sudah dekat dengan kami."Siapa bilang? Aku cuma mau minta kunci rumah doang, kok. Kunci yang kubawa hilang," jawabnya enteng."Kamu benar-benar keterlaluan Marrisa, sama anak sendiri gak ada pedulinya! Sekarang aku mau tanya Diego itu anak siapa?" bentakku sambil mencengkeram bahunya kuat, kesabaranku sepertinya sudah habis untuknya."Sakit, Dio! Diego anak Irgi kali," ketus Marrisa tanpa dosa."Hey, Jalang! Jaga bicaramu, ya! Bisa-bisanya kamu bawa-bawa aku, kamu kira dulu aku tak tahu kalau kamu sering gonta-ganti pasangan, hah? Seenaknya saja menuduh orang, mana ATMku kau kuras udah gitu bawa kabur mobilku. Untung aku gak nglaporin kamu ke polisi, ya!" Irgi sepertinya juga tersulut emosi sampai lupa ada Mila, calon istrinya."Tapi, kamu juga pernah nikmatin tubuhku juga, kan?" seloroh Marrisa tak tahu malu."Dasar perempuan sundel, ya, udah bejat bangga! Lama-lama aku