Ini sudah hari ketiga Mikaela tidak melihat Daffa. Baru tiga hari saja rasanya Mikaela kehilangan semangat untuk sekolah. Apalagi nanti setelah Daffa lulus.
Tidaaakkk. Mikaela menggeleng-gelengkan kepala kuat-kuat agar tidak memikirkan itu. Cewek itu mendapat tugas mengisi daftar peserta lomba yang harus ia pindahkan ke buku catatan di ruangan OSIS.
Hari ini Siska sibuk dengan kelas mereka yang akan menampilkan paduan suara. Mereka juga menghias kelas itu dengan tema pedesaan. Mikaela sangat menyukai tema itu.
Sedangkan Michelle juga sibuk dengan kelasnya. Alhasil Mika harus mengerjakan tugasnya sendiri.
"Mikaaa."
Merasa namanya dipanggil dengan suara yang sudah sangat familiar di te
"Kenapa?"Satu kata itu yang terlontar dari mulut Darren ketika ia dan Michelle sudah berada di perpustakaan."Kenapa apanya kak?""Kenapa Lo panggil gue kesini?""Untuk belajar." Michelle tersenyum manis."Ini jam bebas kan?""Iya, tapi aku lagi pengen belajar sekarang." Paksa Michelle."Oke."Darren tidak mau berdebat lebih lanjut. Moodnya sangat buruk sejak dari Singapura. Dan pagi-pagi ia sudah melihat hal yang membuat moodnya jatuh ke titik nol.Rendy dan Mikaela. N
Hari ini murid-murid sekolah Mika berkumpul memenuhi aula utama. Aula utama sekolah itu sangat besar dan lebar, dan memang biasa digunakan untuk acara-acara besar seperti saat ini. Disana sudah terpasang hiasan-hiasan heboh layaknya sweet seventeen birthday. Di pojok sudah terpasang panggung rendah lebar yang mereka gunakan untuk lomba menyanyi dan penampilan lainnya nanti.Sejak tadi pagi aula sangat heboh dengan teriakan-teriakan dan tepuk tangan para siswa karena satu-persatu peserta lomba maju ke panggung untuk menyanyikan lagu andalan mereka. Jurinya adalah kepala sekolah, ketua OSIS, dan salah satu guru kesenian yang ada di sekolah.Sedangkan Mikaela dengan anggota OSIS yang lain sedang sibuk memilah milih kertas puisi yang sudah disetor para peserta lomba. Nantinya kertas-kertas itu akan di pajang di papan pengumuman dan
Mikaela melemparkan tubuhnya ke atas ranjang setelah berlari dan mengunci pintu kamarnya. Panggilan dari bi Salma tidak lagi ia hiraukan. Cewek itu menangis sejadi-jadinya meluapkan kekesalan dan kesedihannya.Di samping lemari besar yang ada di kamarnya, ia sudah menggantung dress yang kemarin dibeli untuk pesta dansa. Bahkan bi Salma sudah menggosoknya dengan sangat licin. Sia-sia saja ia membeli dress itu karena ternyata Daffa muak padanya.Bantal berwarna putih yang digunakan Mika untuk menutupi wajahnya sudah basah dengan air mata dan ingus. Hati Mikaela sangat sakit mengingat perkataan Daffa padanya.Hari ini adalah hari terburuknya.Saat-saat seperti ini ia jadi sangat merindukan ibunya yang dulu selalu ada saat Mikael
"Udah dong Mika, jangan nangis lagi." Rayu Rendy.Cowok itu membawa Mikaela ke taman dimana biasanya Mika dan Daffa makan siang bersama, karena hanya disanalah satu-satunya tempat yang agak sepi. Hampir semua murid sibuk menonton lomba di aula dan sibuk di kelas mereka masing-masing. Lagipula taman ini letaknya berseberangan dengan aula utama."Aku nggak nangis kok kak." ucap Mikaela terisak.Rendy tertawa melihat tingkah lucu Mikaela. "Siska pasti nggak bermaksud ngomong gitu sama Lo." hiburnya."Dia jahat banget ya kak, sama kayak kak Daffa.""Gue yakin Michelle udah ngomong macem-macem sama dia. Ck, gue nggak nyangka Michelle bisa ngelakuin itu." decak Rendy menerawang apa yang ba
Setelah meninggalkan Michelle dengan jus yang mungkin lengket pada hampir seluruh rambutnya, Darren melangkahkan kakinya lebar-lebar dikerumunan orang untuk mencari dimana gudang sekolah Daffa berada.Selama dua bulan lebih ia bersekolah disana, Darren tidak tahu dimana letak gudang itu. Sekarang ia menyesal karena tidak mencari tahu dari dulu.Rendy terlihat berjalan ke arahnya. "Lo ngelihat Mika?"Darren tidak memedulikan pertanyaan Rendy dan terus berjalan mencari gudang terkutuk itu. Rendy mengikuti langkah Darren yang terburu-buru."Dia nggak kelihatan dari tadi, dia nelpon atau kirim pesan ke Lo nggak?"....."Rendy naik pitam
Darren menunduk mengecup bibir itu, semakin lama semakin menuntut. Tangannya memegang tengkuk Mikaela, seakan tidak ingin cewek itu meloloskan diri darinya.Mikaela tidak menolak ketika Darren semakin memperdalam ciumannya. Tangannya memegang tangan Darren erat, tangan satunya masih memegangi ujung kemeja cowok itu.Tangan mika sedikit bergetar, pun seluruh tubuhnya, Darren merasakan kegugupan Mikaela.Akhirnya Darren melepas ciuman itu perlahan. Tangan Mikaela terlihat berkeringat. Wajahnya tertunduk. Cowok berbadan tinggi tegap itu masih memegangi tengkuknya."Ka..kak.. a..ku.." ucapnya tergagap sambil menghirup oksigen sebanyak-banyaknya."Mau kemana?" tanya Darren pelan, tanpa ra
Cahaya matahari pagi masuk dari celah-celah jendela kamar Mikaela yang semakin lama semakin terasa menyengat. Cewek itu mengerang dari tidur. Ia menggeliat membenarkan diri ke posisi nyaman, menutup sebelah matanya karena terganggu akan silau matahari nakal yang mengusiknya.Mata cewek itu sedikit terbuka karena tidak juga dapat menghalau cahaya. Mendapati ayahnya yang berdiri di depan jendela sedang membuka tirai, Mikaela terbangun dengan malas, mengucek-ucek matanya dan menyibak selimutnya."Papa!" Teriaknya sadar, melompat dari ranjang dan menghambur ke pelukan ayahnya.Sang ayah dengan senang hati menerima pelukan putri kesayangannya dengan erat."Selamat ulang tahun sayang." Marta memberikan kecupan dipipi Mikaela.
Sudah dua hari sejak Mikaela tahu yang sebenarnya, bahwa Daffa sakit dan kembarannya, Darren, yang menggantikan Daffa di sekolah, cowok itu tidak menampakan diri lagi di depan Mikaela. Seperti yang Daffa katakan, dia akan beristirahat beberapa hari, dan akan datang ke sekolah jika sudah memungkinkan.Orang tua Daffa juga sudah datang untuk meminta izin pada pihak sekolah.Mikaela berjalan keluar kelas dan duduk di bangku bawah pohon beringin sambil menyumpal telinganya, mendengarkan lagu dari headset yang terhubung ke ponsel. Matanya menerawang jauh ke arah lapangan basket, disana Rendy dan teman-temannya sedang berlari-lari mengejar bola yang tidak bersalah, yang selalu mereka lempar kesana kesini sesuka hati dan membantingnya ke bawah berulang-ulang.Dalam hati Mikaela merasa seperti