Share

Melamar

Suasana di kediaman Bapak Syakir tidak seperti biasanya. Ada atmosfir lain lebih ke rasa canggung kelewat kuat diantara Shan, ayahnya dan kakak sulungnya.

Sementara Naura sedang asyik memainkan ponselnya di atas kursi luar. Lebih tepatnya di bagian halaman belakang. Niatnya sih ingin menyembunyikan debar dalam dada demi mendengar keputusan sang ayah akan berita yang akan di sampaikan oleh Shan. Dan sungguh, rasa-rasanya Naura mau menyumbat kedua kupingnya dengan menggunakan batu kerikil. Enggan mengakui bahwa detak jantungnya seperti sedang berdrama.

Memacu detak dua kali lebih cepat dari batas normal.

Padahal ini hanya lamar-lamaran tanpa adanya perasaan.

***

"Kayaknya ada yang mau diomongin deh! Apa sih?" Terka Adi begitu melihat gelagat tak biasa dari adik laki-lakinya.

Shan terperanjat. Ia yang sedang berancang-ancang, memilah kata tepat untuk ia ungkapkan jadi merasa tertangkap basah. Lalu hanya bisa menyengir dengan tangan menggaruk belakang kepala.

"Mmm, anu Bang. Ada yang mau Shan bicarain."

"Sama, gue doang?"

Shan menggeleng. "Nggak, sama ayah juga."

Pak Syakir langsung mengalihkan aktifitasnya dari membaca koran begitu namanya juga tercetus dari mulut sang putra.

"Ada apa, Shan?"

Shan sekali lagi melirik pada Naura yang sama sekali tidak membantu. Padahal ini terjadi akibat ulahnya.

"Kok, pake ngelirik Naura segala?" Adi lagi-lagi menerka tingkah Shan. Dan Naura langsung menolehkan pandangannya pada sang kakak tertua dari balik bentangan kaca yang menjadi sekat penghalang.

"Pa, Bang. Kalau Shan ngelamar cewek, gimana?"

"Hah!"

"Ngelamar? Kapan! Kamu udah punya pacar?" Rentetan pertanyaan itu meluncur dari mulut Pak Syakir sebagai respon apa yang diutarakan Shan.

Marwa malah cengengesan dari tempatnya. Entah apanya yang lucu? Naura sendiri merasa sedang menonton sebuah pertunjukan dimana sang pelamar sekaligus yang dilamar berada di satu tempat yang sama dan di waktu yang sama pula.

"Kenapa kamu cengengesan disitu?" Kali ini bang Adi yang memiliki insting tepat sasaran mengarahkan tingkat kecurigaannya pada adik perempuan satu-satunya.

Naura malah makin terkekeh. Ia lantas berdiri dari kursi kayu untuk berpindah tempat. Mengenyakkan pinggul tepat di samping Shan. Tanpa ragu tangan gadis itu melingkar erat pada lengan Shan dan menunjukkan jari kirinya terdapat sesuatu berkilauan bermata biru melingkar di sana.

"Kak Shan ngelamar aku. Boleh, kan Yah, Kak." tukas Naura sengaja melembutkan suaranya.

Pak Syakir menatap Shan dan Naura silih berganti, tak percaya. Lantas merasakan embusan angin berbisik, menarik kembali secara penuh dari apa yang ia dengarkan.

"Kalian bercanda, ya?" Adi merespon tak kalah hebat bukan main. Tangan besar pria itu tak segan menggebrak meja. Membuat pasangan mendadak mesra itu langsung melepaskan pautan satu sama lain.

***

.

Naura dan Shan mengira jika kegilaan yang mereka lakukan akan ditentang oleh ayahnya. Tapi ternyata, salah. Benar seperti apa yang Naura ucapkan kemarin.

Pak Syakir teramat bahagia akan keputusan putrinya dan Pak Syakir berseloroh jadi tidak perlu repot-repot menghadirkan drama pemaksaan untuk menyatukan keduanya.

Padahal justru sebenarnya Naura dan Shan sedang menjadi pemeran untuk sandiwaranya sendiri demi membahagiakan, pun balas budi dari Shan menjadi landasan kuat akhirnya.

Naura maupun Shan sepakat melakukannya.

"Sekarang gimana?" Naura bertanya dalam hati penuh kegamangan.

"Tinggal menunggu tanggal mainnya." sahut Shan.

"Oh! Apa setelah ini semuanya akan baik-baik saja?" Naura kembali bertanya. Tatap matanya jauh menerawang entah kemana?

Ia sedang berusaha meyakinkan hatinya sendiri agar tidak menyesal dengan keputusan yang ia ambil.

Sebab Naura sendiri yang telah beria-ria mencetuskan ide maha dahsyat ini. Jadi, Naura harus meneruskannya. Tanpa ragu untuk tidak berhenti lalu membuat harapan ayahnya mati.

"Tentu saja. Memangnya akan bagaimana? Jalani saja seadanya!" Shan menukas dengan suara perlahan menjauh pergi.

***

Naura tidak mengira bahwa ayah dan abang laki-lakinya justru akan membuat semuanya tidak bisa dipercaya. Ajakan pernikahan yang ia layangkan pada Shan, malah langsung di ACC oleh ayahnya. Dan persiapan itu hanya butuh waktu satu minggu.

Ya, satu minggu berlalu dan sekarang Naura telah pun melewati prosesi adat pernikahan. Menyatukan dua pandangan berbeda dan sifat tolak belakang dari Naura dan Shan.

Lalu apakah itu mungkin saja menjadi salah satu jalan untuk keduanya tidak saling adu mulut?

Nyatanya tidak ada yang dapat menjamin itu. Seperti sebelum Naura dan Shan yang awalnya berniat ingin segera melabukan diri untuk beristirahat ke dalam kamar yang saat ini sudah menjadi milik bersama.

Ah, tidak-tidak. Sebelum acara pindah ruangan tempat tidur yang harus dilakukan salah satunya. Naur beserta suaminya melewati perdebatan-perdebatan tidak penting terlebih dahulu. Hingga berujung dengan batu, kertas, gunting terlebih  dahulu demi menginginkan kemenangan dan siapa yang harus pindah dari ruang pribadi.

Padahal sebelum terikat pernikahan ini pun, kamar Naura dan Shan saling berhadapan.

Benar-benar membuang waktu. Tapi,  itulah mereka. Sesuatu hal kecil seperti pertanyaan: Semut tempat tinggalnya dimana? Apakah makhluk kecil itu memiliki hidung? Laku kenapa indera penciumannya begitu akurat setiap kali menemukan yang manis-manis. Sedangkan sebelumnya para semut itu datang entah dari mana? Marwa benar-benar ajaib jika sudah melepaskan kalimat-kalimatnya. Dan lebih aneh lagi. Kenapa juga Shan menimpali perkataan Naura? Jika nyatanya Naura sangat-sangat bertolak belakang dengan Shan.

Pun sama halnya malam ini. Bukan suasana romantis yang melibatkan Skinship mereka lewati untuk merayakan pernikahan. Yang ada justru sebaliknya. Shan harus rela mata kantuknya menyaksikan tubuh Naura bergulang-guling di atas ranjang.

"Ngapain sih gulang-guling segala?" Shan bertanya seraya mengusak rambutnya yang basah.

Naura melirik sekilas. "Gue bosan!" tukasnya dengan bibir mengerucut..

"Bosan?" tanya Shan menoleh sesaat dengan kedua alis saling bertaut.

Naura mengangguk. Lantas memperbaiki posisinya menjadi duduk dan meraih bantal untuk ia peluk. "Main yuk?"

Mata Shan mengilat. Oh, jangan salahkan jika apa yang ada dipikiran laki-laki ini langsung mengarah ke hal yang iya-iya. Shan enggan munafik mengenai hasrat dalam dirinya. Meski pernikahan ini tercetus dari sebuah ide maha gila. Tetapi pernikahan tetaplah pernikahan yang suci di mata Tuhan, agama dan saksi yang menyaksikan.

"Mm-mmmaa-maain?" Shan berucap terbata-bata.

Sementara Naur malah mengangguk bersemangat. Matanya berbinar-binar merasa mendapatkan persetujuan. Pun bibirnya mengembang menunjukkan deretan giginya yang manis karena terdapat gingsul di sana.

"Main apa?" Shan mendadak enggan menatap pada Naura.

"Main Truth or dare juga boleh. Itu bukan pilihan yang buruk!" timpal Naura.

Seketika. Ya, seketika saja. Apa yang ada di dalam kepala Shan langsung melesap hilang seperti asap pembakaran sampah. Sungguh, Shan menyesal sempat membiarkan dirinya disibukkan dengan bayangan hubungan selayaknya di atas ranjang.

"Sialan!" gumamnya dengan telapak tangan melayang menampar pipinya pelan.

"Kenapa malah mukul diri sendiri?" tanya Naura mengerutkan kening.

"Nih, main sendiri sama handuk." Pungkas Shan melemparkan handuk milik Naura lantas meraih sebiji bantal dan selimut.

"Mau main, tidak?"

"Nggak! Malas."

"Yaaaah!" seru Naira kecewa.

.

Shan merebahkan tubuh di atas sofa. Sebelah tangannya terangkat menutupi separuh wajahnya. Mencoba memejamkan mata, meski itu sulit rasanya.

"Dasar. Gara-gara si Naur nih!" bisiknya dalam hati.

Sekilas, dari balik lipatan tangan itu. Fadlan melirik pada Naura yang juga sudah melabukan badan seraya memeluk boneka kelinci besar berwana merah muda.

Tanpa sadar, Shan tersenyum simpul jika mengingat bagaimana Naura yang merengek padanya ingin dibelikan boneka yang sekarang sedang perempuan itu peluk begitu erat.

.

"Semoga lo bisa bersikap baik selama jadi istri gue, Wa. Walau pun gue nggak tahu apakah pernikahan ini akan ada untuk selamanya. Atau hanya sebatas untuk menyenangkan Papa saja. Jujur, gue belum mendapatkan gambaran apa-apa untuk kedepannya dan kita bagaimana?" Lirih Shan menyuarakan sesuatu dari dalam hati. Sepasang netranya tidak lepas memandang Naura yang mulai melelapkan mata.

.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status