Share

Bab 2

Malam itu aku tidur dengan pikiran tak menentu, netra ini masih terbuka hingga dini hari, aku menarik Ratna dalam pelukan, merebahkan kepalanya di dadaku, isak kecilnya sesekali tertangkap rungu.

Kuelus pelan pucuk kepala istriku, menyalurkan kekuatan agar dia tak merasa sendirian, aku ingin dia tahu kalau suaminya ini masih bersamanya.

"Tidurlah, Dek! Jangan terlalu dipikirkan, kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama, berdoalah pada Allah, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya." Pungkasku malam itu, tak lama kemudian, isak itu berangsur menghilang, Ratnaku terlelap, tetapi tidak denganku.

Masih banyak hal yang memaksa kelopak mata ini sukar terpejam, aku harus memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dari masalah ini, terutama tentang finansial.

Memang uang yang kudapat sudah cukup mendukung jika keputusan berhenti kerja harus diambil, tidak mungkin aku mengabaikan Ratna, melepasnya mencari penawar sendiri, uang tidak ada artinya jika petaka ini terus berlanjut, kita berdua akan sama sengsara.

Ya, aku harus berkorban demi Ratna, ujian ini akan segera berlalu, aku yakin itu.

☆☆☆

Sayup suara azan subuh berkumandang, mengusik lena yang baru saja datang, aku kembali terjaga, dan betapa terkejutnya saat tak mendapati Ratna di sisi lagi, sontak aku terduduk di peraduan kami, memindai seluruh penjuru ruangan dalam keremangan.

Kedua netraku memicing saat melihat siluet putih di sudut ruangan, aku beringsut turun dari ranjang, melangkah pelan mendekati seonggok tubuh yang tengah bersimpuh itu, semakin dekat aku dapat melihat dan mendengar jelas tangisannya.

Ratnaku menangis, bahunya berguncang di atas sajadah yang terbentang, perlahan kusentuh dia, istriku terkejut, menoleh dengan mata basahnya.

"Kok nggak bangunin abang?" tanyaku menyapanya, sengaja mengulas senyum lebar, ingin mengatakan padanya semua akan baik-baik saja.

Selanjutnya aku bergegas ke kamar mandi, mengambil wudhu, melaksanakan shalat subuh berjamaah dengan istriku, kurasa tadi dia shalat sunah, mungkin ingin mengadu pada Allah tentang apa yang kini menimpanya.

Selesai bermunajat, aku bersandar di kaki ranjang, menarik kepala Ratna hingga rebah ke pangkuan, kutepuk pelan punggungnya, kami terdiam hingga beberapa saat.

"Dek," Dia meremas jemari yang kini menjadi alas kepalanya. Aku tahu dia mendengar, tetapi tak mampu hanya sekadar merespons panggilanku.

"Abang akan berhenti kerja, kita fokus ke masalah kita dulu. Nanti abang akan hubungi toke untuk membicarakan itu," ucapku menerangkan, Ratna mengubah posisi tidurnya hingga terlentang, netra kami beradu, kuusap kepala berbalut mukena itu.

Gumpalan kaca tampak jelas memenuhi netra sayunya, tak butuh waktu lama, lelehannya merebak keluar, bibir ranumnya bergetar, dia menangis lagi. 

"Ini berat, Bang. Kenapa harus kita?" isaknya dengan suara sengau. Aku merunduk, mengecup lama keningnya.

"Nggak papa ya! Kita bisa lewatin ini, percaya sama abang. Allah nggak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hambanya," lirihku berusaha menenangkan.

———

Di meja makan, aku merasakan perasaan hampa, Ratna berubah murung, tak ada lagi tawa ceria dan senda gurau darinya, istri yang kukenali seolah menghilang, dia benar-benar berubah.

"Sayang, makanlah! Habis ini kita coba ke tempat Pak Kusno, kamu ingat Andini 'kan? Dulu dia pernah ke sana sama Aryo, suaminya," Aku membuka percakapan, wajah istriku terangkat, netranya berpendar, secercah harapan muncul di sana.

Dia memakan separuh nasi dalam piringnya, itu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Setelahnya, dengan mengendarai motor kami pun pergi ke rumah Pak Kusno, orang pintar yang cukup tersohor di desa ini.

Tak perlu waktu lama, kami tiba di halaman rumah panggung Pak Kusno, aku menggenggam tangan Ratna yang terasa dingin, aku juga melihat dagunya gementar, gegas kutanya apakah ia baik saja.

"Aku takut, Bang," ucapnya seraya menanggalkan lengan bajunya, menunjukkan bulu halus di lengan putihnya merinding.

"Tenang, Sayang. Ada abang, ya!" Aku berusaha menenangkan, dia menurut, lekas kutarik tangannya mendekati tangga rumah Pak Kusno.

Perlahan aku menuntun Ratna menjejaki anak tangga yang sudah mengkilap, pertanda kayu yang digunakan untuk membuat tangga ini sudah berumur lama. Tak hanya tangga, tiang-tiang bulat penyangga rumah dan dindingnya pun tampak begitu klasik, berwarna coklat pekat kehitaman.

"Assalamu'alaikum!" seruku seraya mengetuk pintu, bersamaan dengan itu kurasakan genggaman Ratna kian erat, tangannya yang lain meremas lenganku.

Kriet! 

Derit pintu dibuka dari dalam, sesosok perempuan tua menyembul dari dalam, netra rentanya memindai aku dan Ratna dari ujung kaki hingga kepala.

"Cari siapa?" tanyanya dengan suara serak.

"Maaf, Nik Ratmi. Kami ada perlu dengan Pak Kusno," terangku pada wanita yang kuketahui istri dari orang yang sedang kami cari.

"Silakan masuk!" titahnya ketus sembari membuka pintu semakin lebar, tak perlu tersinggung dengan sambutan kurang baik dari si empunya rumah, kami melangkah masuk.

Bagian dalam tampak remang, hanya diterangi sedikit cahaya yang menyeruak dari ventilasi jendela yang tertutup rapat, kami dituntun Nik Ratmi masuk lebih jauh, ternyata rumah ini lumayan luas, memanjang ke belakang.

"Tunggu di sini!" titahnya menyuruh kami duduk di lantai beralas tikar pandan, lalu ia berlalu ke belakang, tubuh ringkihnya menghilang tatkala memasuki sebuah ruangan yang begitu gelap.

Aku melihat pada istriku, kuanggukkan kepala seraya mengulas senyum meyakinkan.

"Bau amis!" Aku dan Ratna terperanjat mendengar teriakan itu. Kami memindai seluruh penjuru yang terjangkau penglihatan kedua netra, tetapi tak mendapat siapa pun di mana-mana.

Lalu kehadiran sesosok pria berpakaian hitam membuat kami terhenyak, dia lah Pak Kusno, pria paruh baya yang jarang keluar, selalu menutup diri dari masyarakat, lebih banyak diam dan sangat misterius. Namun, keahliannya begitu terkenal di bidang perdukunan.

"Kalian membauinya?" tanyanya lagi dengan suara parau, kami berdua kompak menggeleng. Pak Kusno duduk bersila tepat di hadapan kami.

Tajam ia menatapku dan Ratna bergantian, telunjuknya mengacung di depan wajah istriku.

"Kau ... sudah terjamah iblis!"

Bersambung.

*****

!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status