Share

Bab 2

last update Last Updated: 2023-01-31 12:49:59

Malam itu aku tidur dengan pikiran tak menentu, netra ini masih terbuka hingga dini hari, aku menarik Ratna dalam pelukan, merebahkan kepalanya di dadaku, isak kecilnya sesekali tertangkap rungu.

Kuelus pelan pucuk kepala istriku, menyalurkan kekuatan agar dia tak merasa sendirian, aku ingin dia tahu kalau suaminya ini masih bersamanya.

"Tidurlah, Dek! Jangan terlalu dipikirkan, kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama, berdoalah pada Allah, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya." Pungkasku malam itu, tak lama kemudian, isak itu berangsur menghilang, Ratnaku terlelap, tetapi tidak denganku.

Masih banyak hal yang memaksa kelopak mata ini sukar terpejam, aku harus memikirkan bagaimana langkah selanjutnya dari masalah ini, terutama tentang finansial.

Memang uang yang kudapat sudah cukup mendukung jika keputusan berhenti kerja harus diambil, tidak mungkin aku mengabaikan Ratna, melepasnya mencari penawar sendiri, uang tidak ada artinya jika petaka ini terus berlanjut, kita berdua akan sama sengsara.

Ya, aku harus berkorban demi Ratna, ujian ini akan segera berlalu, aku yakin itu.

☆☆☆

Sayup suara azan subuh berkumandang, mengusik lena yang baru saja datang, aku kembali terjaga, dan betapa terkejutnya saat tak mendapati Ratna di sisi lagi, sontak aku terduduk di peraduan kami, memindai seluruh penjuru ruangan dalam keremangan.

Kedua netraku memicing saat melihat siluet putih di sudut ruangan, aku beringsut turun dari ranjang, melangkah pelan mendekati seonggok tubuh yang tengah bersimpuh itu, semakin dekat aku dapat melihat dan mendengar jelas tangisannya.

Ratnaku menangis, bahunya berguncang di atas sajadah yang terbentang, perlahan kusentuh dia, istriku terkejut, menoleh dengan mata basahnya.

"Kok nggak bangunin abang?" tanyaku menyapanya, sengaja mengulas senyum lebar, ingin mengatakan padanya semua akan baik-baik saja.

Selanjutnya aku bergegas ke kamar mandi, mengambil wudhu, melaksanakan shalat subuh berjamaah dengan istriku, kurasa tadi dia shalat sunah, mungkin ingin mengadu pada Allah tentang apa yang kini menimpanya.

Selesai bermunajat, aku bersandar di kaki ranjang, menarik kepala Ratna hingga rebah ke pangkuan, kutepuk pelan punggungnya, kami terdiam hingga beberapa saat.

"Dek," Dia meremas jemari yang kini menjadi alas kepalanya. Aku tahu dia mendengar, tetapi tak mampu hanya sekadar merespons panggilanku.

"Abang akan berhenti kerja, kita fokus ke masalah kita dulu. Nanti abang akan hubungi toke untuk membicarakan itu," ucapku menerangkan, Ratna mengubah posisi tidurnya hingga terlentang, netra kami beradu, kuusap kepala berbalut mukena itu.

Gumpalan kaca tampak jelas memenuhi netra sayunya, tak butuh waktu lama, lelehannya merebak keluar, bibir ranumnya bergetar, dia menangis lagi. 

"Ini berat, Bang. Kenapa harus kita?" isaknya dengan suara sengau. Aku merunduk, mengecup lama keningnya.

"Nggak papa ya! Kita bisa lewatin ini, percaya sama abang. Allah nggak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hambanya," lirihku berusaha menenangkan.

———

Di meja makan, aku merasakan perasaan hampa, Ratna berubah murung, tak ada lagi tawa ceria dan senda gurau darinya, istri yang kukenali seolah menghilang, dia benar-benar berubah.

"Sayang, makanlah! Habis ini kita coba ke tempat Pak Kusno, kamu ingat Andini 'kan? Dulu dia pernah ke sana sama Aryo, suaminya," Aku membuka percakapan, wajah istriku terangkat, netranya berpendar, secercah harapan muncul di sana.

Dia memakan separuh nasi dalam piringnya, itu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Setelahnya, dengan mengendarai motor kami pun pergi ke rumah Pak Kusno, orang pintar yang cukup tersohor di desa ini.

Tak perlu waktu lama, kami tiba di halaman rumah panggung Pak Kusno, aku menggenggam tangan Ratna yang terasa dingin, aku juga melihat dagunya gementar, gegas kutanya apakah ia baik saja.

"Aku takut, Bang," ucapnya seraya menanggalkan lengan bajunya, menunjukkan bulu halus di lengan putihnya merinding.

"Tenang, Sayang. Ada abang, ya!" Aku berusaha menenangkan, dia menurut, lekas kutarik tangannya mendekati tangga rumah Pak Kusno.

Perlahan aku menuntun Ratna menjejaki anak tangga yang sudah mengkilap, pertanda kayu yang digunakan untuk membuat tangga ini sudah berumur lama. Tak hanya tangga, tiang-tiang bulat penyangga rumah dan dindingnya pun tampak begitu klasik, berwarna coklat pekat kehitaman.

"Assalamu'alaikum!" seruku seraya mengetuk pintu, bersamaan dengan itu kurasakan genggaman Ratna kian erat, tangannya yang lain meremas lenganku.

Kriet! 

Derit pintu dibuka dari dalam, sesosok perempuan tua menyembul dari dalam, netra rentanya memindai aku dan Ratna dari ujung kaki hingga kepala.

"Cari siapa?" tanyanya dengan suara serak.

"Maaf, Nik Ratmi. Kami ada perlu dengan Pak Kusno," terangku pada wanita yang kuketahui istri dari orang yang sedang kami cari.

"Silakan masuk!" titahnya ketus sembari membuka pintu semakin lebar, tak perlu tersinggung dengan sambutan kurang baik dari si empunya rumah, kami melangkah masuk.

Bagian dalam tampak remang, hanya diterangi sedikit cahaya yang menyeruak dari ventilasi jendela yang tertutup rapat, kami dituntun Nik Ratmi masuk lebih jauh, ternyata rumah ini lumayan luas, memanjang ke belakang.

"Tunggu di sini!" titahnya menyuruh kami duduk di lantai beralas tikar pandan, lalu ia berlalu ke belakang, tubuh ringkihnya menghilang tatkala memasuki sebuah ruangan yang begitu gelap.

Aku melihat pada istriku, kuanggukkan kepala seraya mengulas senyum meyakinkan.

"Bau amis!" Aku dan Ratna terperanjat mendengar teriakan itu. Kami memindai seluruh penjuru yang terjangkau penglihatan kedua netra, tetapi tak mendapat siapa pun di mana-mana.

Lalu kehadiran sesosok pria berpakaian hitam membuat kami terhenyak, dia lah Pak Kusno, pria paruh baya yang jarang keluar, selalu menutup diri dari masyarakat, lebih banyak diam dan sangat misterius. Namun, keahliannya begitu terkenal di bidang perdukunan.

"Kalian membauinya?" tanyanya lagi dengan suara parau, kami berdua kompak menggeleng. Pak Kusno duduk bersila tepat di hadapan kami.

Tajam ia menatapku dan Ratna bergantian, telunjuknya mengacung di depan wajah istriku.

"Kau ... sudah terjamah iblis!"

Bersambung.

*****

!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ular Di Farji Istriku   TAMAT

    Selamat membaca!*****Tempat baru, suasana baru, aku dan Ratna tiba di rumah yang sudah dicarikan Yanto, kompleks perumahan kalangan menengah.Cukup mewah bagi kami, di sini juga banyak tetangga yang ramah-ramah sejak kami datang, kali ini aku yakin istriku betah.Jarak tempuh dari rumah ini ke tempat kerja hanya lima belas menit saja, aku akan berangkat kerja pakai motor. Sedangkan Ratna sudah aku belikan motor second yang masih bagus, dia bisa jalan-jalan kalau bosan, atau membeli keperluan menggunakan motor itu.Mengenai Arini, warga desa sudah mencabut tuntutan pada gadis itu, dia berterima kasih pada kami, juga meminta maaf sebesarnya. Kita berdua memaafkannya, dan ini lah hasil dari pemaafan kami, aku dan Ratna dianugerahi ketenangan luar biasa.Pengalaman pahit yang dulu akan tetap teringat, kami hanya akan menengok ke belakang sesekali, untuk mengambil pelajaran, selain itu kami akan terus membangun hidup baru di sini.Semoga Allah meridhai dan menjauhkan dari segala mara b

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 40

    Selamat membaca!*****"Sekarang katakan! Ke mana kamu mengajak kami?""Sa—saya ... tolong ikut saya, menemui Raya, di—dia sekarat."Kami begitu terkejut mendengar pernyataan perempuan itu. Setelah sekian lama menghilang ... Raya? Kenapa dia tiba-tiba saja membiarkan kami mengetahui keberadaannya?Perempuan itu bangkit berdiri, menatap kami dengan cucuran air mata."Kamu siapa?" tanya Ratna yang sejak tadi diam."Saya temannya," sahut dia sembari mengusap pelan air mata."Di mana Raya sekarang?" Ratna bertanya lagi."Di rumahku.""Baiklah, kami mau ikut, tapi tak akan lama," ucapku setelah mendapat persetujuan pak lurah dan Ratna, kami menunda perjalanan, akan naik bus untuk keberangkatan selanjutnya.———Bertiga kami mengikuti mobil perempuan itu, kami dibawa ke sebuah rumah yang cukup terpencil dan jauh dari keramaian, begitu tiba kami mendapati dua orang lelaki berbadan sangar berjaga di depan.Baru hendak mengurungkan niat, perempuan itu langsung menjelaskan bahwa dua lelaki itu a

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 39

    Selamat membaca!*****"Aku tidak bisa menyimpulkannya, Mbak Ratna." Arini menunduk dalam, membuatku geram setengah mati."Katakan saja yang sebenarnya!" tuntutku tak sabar, rasanya darah sudah mendidih hingga ke ubun-ubun, Ratna menyentuh tanganku, dia menatapku seakan lewat sorot matanya dia meminta aku tetap tenang.Aku menghela napas berat, bangkit memijit tengkorak yang terasa mau pecah, aku sangat dendam dengan Raya dan siapa saja yang terlibat di dalam rencananya menjahati istriku, itu bertambah parah saat dia dengan tega mengkhianati maafku dan seluruh warga desa."Bicaralah, Arini, katakan yang sanggup kau katakan, Insha Allah kami siap mendengar dan menerimanya." Aku mendengar suara Ratna, lalu berbalik kembali duduk di samping istriku itu.Kemudian, Arini mulai menceritakan semuanya."Malam itu, keluargaku dilanda musibah, ibuku adalah seorang penderita kanker stadium lanjut, operasinya membutuhkan biaya besar, aku bingung dimana akan mendapatkan uang itu karena kami tergol

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 38

    Selamat membaca!*****Satu bulan kemudian ...."Bang! Perlengkapannya sudah semua 'kan?" tanya Ratna padaku, aku mengangguk mengiyakan, lusa kami berencana pindah, rumah ini akan segera menemukan pemilik baru.Kami menjualnya untuk tambahan uang membeli rumah baru, tentu yang lebih dekat dengan tempat kerjaku. Namun sebelum pergi kami akan mengunjungi pak lurah, Ustaz Amir untuk minta izin.Sebagai manusia normal, keluarga kecil kami akan terus berjalan, aku butuh pekerjaan untuk menunjang hidup, jalan satu-satunya adalah pindah, tinggal bersama di tempat baru dan bertemu orang-orang baru, aku bisa menjaga Ratna sekaligus bekerja.Dan di sinilah kami, duduk berhadapan, berbincang dengan keluarga pak lurah, beliau tampak tak rela saat aku mengutarakan tujuan kedatangan kami."Apa tidak bisa tinggal di sini saja, Nak Angga? Kami bakalan kehilangan sekali, Nak Angga adalah salah satu perangkat desa yang paling dibutuhkan, lihat desa kita sekarang berkat saran-saran baik dari Nak Angga,"

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 37

    Selamat membaca!*****Dua rumah korban yang terjamah serbuk dibawa langsung ke Ustaz Amir, pria sepuh itu dengan senang hati meracik obat seperti yang diberikan pada Ratna, aku dan istriku menolong membalurkan di kaki mereka.Setelahnya para korban disuruh pulang untuk istirahat, tak lupa Ustaz Amir mengimbau agar sandal mereka dibakar saja."Semakin banyak saja kejadian buruk di desa kita, Nak Angga, seolah tak ada habisnya," ucap Ustaz Amir geleng-geleng kepala, kami sedang berjalan menuju balai desa saat ini."Benar, Ustaz. Tapi aneh sekali, semua kejadian seperti berkaitan, dan serbuk itu, bukankah dulu Raya yang menaburnya di sandal Ratna? Saya jadi mencurigainya, Ustaz." Aku menimpali ucapannya."Kamu benar, tapi bagaimana pun kita tidak boleh asal menuduh, bagaimana pun kita sudah memberi Raya hukuman diusir dari desa, semoga ini bukan perbuatannya." Aku tak lagi menjawab, hanya anggukan sekilas membenarkan ucapan beliau, meski hati ini merasa begitu yakin memang dialah pelak

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 36

    Selamat membaca!*****Akhirnya semua masalah terselesaikan, semua kembali aman dengan insafnya Raya, aku sangat bersyukur akan hal itu. Bagaimana pun Raya adalah seorang manusia yang tak luput dari kesalahan dan dosa, sudah tugas kami memaafkannya.Aku bisa tidur nyenyak malam ini, merengkuh istriku dalam pelukan, mulai sekarang kami berdua akan terus bersama, jika tak ada halangan apapun aku akan kembali bekerja minggu depan, Ratna juga akan kubawa serta.Untuk saat ini aku masih trauma meninggalkannya seorang diri tanpa pengawasan, lagi pula aku sudah menghubungi Yanto, memintanya mencarikan rumah sewa untuk kami tinggali, lebih nyaman dan aman.Malam merangkak kian larut, aku mencoba memejamkan kelopak indera penglihatan yang sudah terasa berat. Namun hanya beberapa saat aku hendak dibuai mimpi, kedua mata ini seperti dibuka paksa, melotot dengan tajamnya.Aku lirik Ratna yang masih pulas, lalu beralih pada jam dinding, baru pukul dua dini hari, kuputuskan kembali berbaring, menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status