Share

Bab 3

last update Last Updated: 2023-01-31 12:50:29

Tajam Pak Kusno menatap kami, telunjuknya mengacung di depan wajah Ratna.

"Kau ... sudah terjamah iblis!" serunya dengan netra melotot pada istriku, semburat serupa benang merah nan bercabang memenuhi mata putihnya. Ratna meraba tanganku, sementara tangan yang lain membekap mulut sendiri, wajahnya pias.

"Maaf, Pak. Maksud Pak Kusno terjamah iblis bagaimana?" tanyaku mengalihkan tatapan tajam pria paruh baya itu, semata agar Ratna tak terlalu tertekan dan semakin takut.

"Dalam tubuhnya telah bersemayam iblis berupa ular betina, dia ingin kalian fana!" terangnya dengan netra menyalang, aku menggeleng, menoleh pada istriku yang kini wajahnya basah dengan air mata.

"Pak, apakah Andini istri Senopati dulu mengalami hal yang sama?" tanyaku menyelidik. Pak Kusno mengangguk cepat, tegas dan tampak begitu yakin.

"Tapi ... Nak Anggara tak perlu risau, bapak tau sakit istrimu masih baru, iya 'kan?" tanyanya menatap Ratna dan aku bergantian.

"Sebenarnya, sudah dua bulan, Pak." Aku menunduk, merasa bersalah karena lalai dan menganggap sepele masalah ini, aku berpikir bahwa itu hanya halusinasi semata, dan semua akan baik-baik saja.

"Celaka! Kenapa tak kau bawa saat itu?" bentaknya dengan suara menggelegar, aku mengangkat wajah.

"Saya tidak tahu semua akan berakhir begini, Pak."

"Tapi, apa istri saya bisa sembuh, Pak?" tanyaku penuh harap, bibir keriput Pak Kusno terulas senyum lebar.

"Tentu saja ... tapi ada syaratnya!"

☆☆☆

Sepanjang perjalanan pulang aku terus merenung, bahkan beberapa kali motorku oleng, beruntung aku masih bisa menguasai keseimbangannya.

Ya Tuhan, berilah petunjukmu. Semoga istriku lekas pulih seperti sedia kala, batinku memanjatkan doa.

"Bawakan padaku ayam kampung berbulu putih tujuh ekor malam rabu lusa, kita akan mulai mengobati istrimu." 

Ucapan Pak Kusno kembali terngiang, aku tekan rem begitu tiba di depan rumah, Ratna turun dari motor, ia melenggang masuk, tetapi saat tiba di depan pagar istriku itu kembali menoleh.

"Abang nggak masuk?" tanyanya.

"Abang mau ke rumah Bik Surti dulu, Sayang. Cuma beliau yang paling banyak melihara ayam, abang mau berburu pesanan Pak Kusno, kamu baik-baik di rumah ya!" seruku kembali menstarter motor, dia mendekat.

"Hati-hati, Bang! Cepat pulang," lirihnya mencium tangan ini.

Gegas kulajukan kendaraan roda duaku menuju rumah Bik Surti, tak perlu waktu lama aku tiba di sana, beruntung wanita sepuh itu sedang di rumah saat aku datang, kami berbincang sejenak, lalu aku mulai menyampaikan tujuanku mendatanginya.

"Ada, Nak Angga, yuk ikut bibik!" ajaknya melangkah ke arah kandang ayam di belakang rumah, begitu dibukanya tampak olehku banyak sekali ayam. Dengan lincah netraku memindai seluruh isi kandang, mencari pejantan yang berbulu putih.

Tak perlu waktu lama, kami berhasil mengumpulkan lima ayam, kurang dua ekor lagi, tidak ada lagi yang serupa pada Bik Surti. Kukeluarkan lembar merah sebanyak enam lembar.

"Banyak sekali ini, Nak Angga!" serunya seraya menyodorkan kembali selembar uang merah itu padaku. Aku menggeleng pelan, menolak halus kembaliannya.

"Buat Bibik saja, doakan Ratna cepat sembuh ya, Bi! Dan tolong rahasiakan masalah ini, jangan sampai orang lain tau," ucapku pada wanita sepuh tersebut yang dibalas anggukan pelan.

Gegas aku membawa lima ayam itu dan pulang ke rumah, malam rabu akan datang lusa, aku masih punya waktu besok untuk berkeliling mencari dua ekor pejantan putih lagi.

Setelah memastikan ayam-ayam itu tidak lepas, aku berlalu masuk ke rumah, tumben Ratna tidak keluar, biasanya dia akan segera menyambutku saat deru motor memasuki halaman rumah kami.

Mencoba berpikir positif aku mengetuk pintu seraya memberi salam, hati rasa tak tenang saat tidak ada sahutan dari istriku.

Tergesa aku mendorong daun pintu, memeriksa ruang tamu 4×5 rumah kami, kosong. Aku melangkah cepat memeriksa dua kamar yang lain, tetapi nihil, Ratna tidak ada di mana pun.

Tak putus asa aku berlari ke belakang, dia juga tidak ada di dapur. Napasku terengah, berbagai praduga dan bayangan buruk menghantui, ke mana Ratna? Tak biasanya dia pergi tanpa memberi tahuku.

Aku periksa ponsel, siapa tahu dia menelepon tadi, itu juga nihil, tak ada satu pun pesan atau panggilan tak terjawab darinya.

"Kamar mandi!" gumamku teringat dengan satu tempat yang belum kuperiksa. Secepat yang aku bisa melangkah ke kamar tamu, memeriksa ruang 2×2 itu, tetap tidak ada. 

Berlari seperti orang kesetanan aku memasuki kamar kami, sontak hawa dingin menyelimuti, bulu kuduk terasa meremang.

"Haa ha haa haaa ...." telingaku menegang saat mendengar sayup suara kidung wanita, lampu menyala di kamar kecil itu, suara air jatuh terdengar jelas, seolah aku berada dalam ruang hampa, tak ada suara lain selain kidung dan gemericik air.

Perlahan kudekati pintu yang masih tertutup rapat, semakin langkah ini mendekat, semakin jelas lah nyanyian itu, terdengar merdu sekali, tetapi seakan menusuk gendang telinga, terbawa angin kesakitan menyapu indra pendengaran.

"Ratna ...." panggilku seraya mengetuk pintu, sontak suasana berubah sunyi, tak ada sahutan maupun gemericik air dan nyanyian lagi. 

"Ratna! Kamu di dalam?" Suaraku naik satu oktaf, tetap saja, tak ada sahutan, tetapi sejurus kemudian pintu terbuka, Ratna berdiri menjulang tanpa sehelai benang.

Dia tersenyum padaku, semakin lama bertambah lebar, sangat lebar hingga seluruh barisan giginya kelihatan.

"Temani aku mandi, Bang!" ucapnya mendayu, belum sempat aku berkata, tangannya yang dingin menarikku masuk.

Bersambung.

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ular Di Farji Istriku   TAMAT

    Selamat membaca!*****Tempat baru, suasana baru, aku dan Ratna tiba di rumah yang sudah dicarikan Yanto, kompleks perumahan kalangan menengah.Cukup mewah bagi kami, di sini juga banyak tetangga yang ramah-ramah sejak kami datang, kali ini aku yakin istriku betah.Jarak tempuh dari rumah ini ke tempat kerja hanya lima belas menit saja, aku akan berangkat kerja pakai motor. Sedangkan Ratna sudah aku belikan motor second yang masih bagus, dia bisa jalan-jalan kalau bosan, atau membeli keperluan menggunakan motor itu.Mengenai Arini, warga desa sudah mencabut tuntutan pada gadis itu, dia berterima kasih pada kami, juga meminta maaf sebesarnya. Kita berdua memaafkannya, dan ini lah hasil dari pemaafan kami, aku dan Ratna dianugerahi ketenangan luar biasa.Pengalaman pahit yang dulu akan tetap teringat, kami hanya akan menengok ke belakang sesekali, untuk mengambil pelajaran, selain itu kami akan terus membangun hidup baru di sini.Semoga Allah meridhai dan menjauhkan dari segala mara b

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 40

    Selamat membaca!*****"Sekarang katakan! Ke mana kamu mengajak kami?""Sa—saya ... tolong ikut saya, menemui Raya, di—dia sekarat."Kami begitu terkejut mendengar pernyataan perempuan itu. Setelah sekian lama menghilang ... Raya? Kenapa dia tiba-tiba saja membiarkan kami mengetahui keberadaannya?Perempuan itu bangkit berdiri, menatap kami dengan cucuran air mata."Kamu siapa?" tanya Ratna yang sejak tadi diam."Saya temannya," sahut dia sembari mengusap pelan air mata."Di mana Raya sekarang?" Ratna bertanya lagi."Di rumahku.""Baiklah, kami mau ikut, tapi tak akan lama," ucapku setelah mendapat persetujuan pak lurah dan Ratna, kami menunda perjalanan, akan naik bus untuk keberangkatan selanjutnya.———Bertiga kami mengikuti mobil perempuan itu, kami dibawa ke sebuah rumah yang cukup terpencil dan jauh dari keramaian, begitu tiba kami mendapati dua orang lelaki berbadan sangar berjaga di depan.Baru hendak mengurungkan niat, perempuan itu langsung menjelaskan bahwa dua lelaki itu a

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 39

    Selamat membaca!*****"Aku tidak bisa menyimpulkannya, Mbak Ratna." Arini menunduk dalam, membuatku geram setengah mati."Katakan saja yang sebenarnya!" tuntutku tak sabar, rasanya darah sudah mendidih hingga ke ubun-ubun, Ratna menyentuh tanganku, dia menatapku seakan lewat sorot matanya dia meminta aku tetap tenang.Aku menghela napas berat, bangkit memijit tengkorak yang terasa mau pecah, aku sangat dendam dengan Raya dan siapa saja yang terlibat di dalam rencananya menjahati istriku, itu bertambah parah saat dia dengan tega mengkhianati maafku dan seluruh warga desa."Bicaralah, Arini, katakan yang sanggup kau katakan, Insha Allah kami siap mendengar dan menerimanya." Aku mendengar suara Ratna, lalu berbalik kembali duduk di samping istriku itu.Kemudian, Arini mulai menceritakan semuanya."Malam itu, keluargaku dilanda musibah, ibuku adalah seorang penderita kanker stadium lanjut, operasinya membutuhkan biaya besar, aku bingung dimana akan mendapatkan uang itu karena kami tergol

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 38

    Selamat membaca!*****Satu bulan kemudian ...."Bang! Perlengkapannya sudah semua 'kan?" tanya Ratna padaku, aku mengangguk mengiyakan, lusa kami berencana pindah, rumah ini akan segera menemukan pemilik baru.Kami menjualnya untuk tambahan uang membeli rumah baru, tentu yang lebih dekat dengan tempat kerjaku. Namun sebelum pergi kami akan mengunjungi pak lurah, Ustaz Amir untuk minta izin.Sebagai manusia normal, keluarga kecil kami akan terus berjalan, aku butuh pekerjaan untuk menunjang hidup, jalan satu-satunya adalah pindah, tinggal bersama di tempat baru dan bertemu orang-orang baru, aku bisa menjaga Ratna sekaligus bekerja.Dan di sinilah kami, duduk berhadapan, berbincang dengan keluarga pak lurah, beliau tampak tak rela saat aku mengutarakan tujuan kedatangan kami."Apa tidak bisa tinggal di sini saja, Nak Angga? Kami bakalan kehilangan sekali, Nak Angga adalah salah satu perangkat desa yang paling dibutuhkan, lihat desa kita sekarang berkat saran-saran baik dari Nak Angga,"

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 37

    Selamat membaca!*****Dua rumah korban yang terjamah serbuk dibawa langsung ke Ustaz Amir, pria sepuh itu dengan senang hati meracik obat seperti yang diberikan pada Ratna, aku dan istriku menolong membalurkan di kaki mereka.Setelahnya para korban disuruh pulang untuk istirahat, tak lupa Ustaz Amir mengimbau agar sandal mereka dibakar saja."Semakin banyak saja kejadian buruk di desa kita, Nak Angga, seolah tak ada habisnya," ucap Ustaz Amir geleng-geleng kepala, kami sedang berjalan menuju balai desa saat ini."Benar, Ustaz. Tapi aneh sekali, semua kejadian seperti berkaitan, dan serbuk itu, bukankah dulu Raya yang menaburnya di sandal Ratna? Saya jadi mencurigainya, Ustaz." Aku menimpali ucapannya."Kamu benar, tapi bagaimana pun kita tidak boleh asal menuduh, bagaimana pun kita sudah memberi Raya hukuman diusir dari desa, semoga ini bukan perbuatannya." Aku tak lagi menjawab, hanya anggukan sekilas membenarkan ucapan beliau, meski hati ini merasa begitu yakin memang dialah pelak

  • Ular Di Farji Istriku   Bab 36

    Selamat membaca!*****Akhirnya semua masalah terselesaikan, semua kembali aman dengan insafnya Raya, aku sangat bersyukur akan hal itu. Bagaimana pun Raya adalah seorang manusia yang tak luput dari kesalahan dan dosa, sudah tugas kami memaafkannya.Aku bisa tidur nyenyak malam ini, merengkuh istriku dalam pelukan, mulai sekarang kami berdua akan terus bersama, jika tak ada halangan apapun aku akan kembali bekerja minggu depan, Ratna juga akan kubawa serta.Untuk saat ini aku masih trauma meninggalkannya seorang diri tanpa pengawasan, lagi pula aku sudah menghubungi Yanto, memintanya mencarikan rumah sewa untuk kami tinggali, lebih nyaman dan aman.Malam merangkak kian larut, aku mencoba memejamkan kelopak indera penglihatan yang sudah terasa berat. Namun hanya beberapa saat aku hendak dibuai mimpi, kedua mata ini seperti dibuka paksa, melotot dengan tajamnya.Aku lirik Ratna yang masih pulas, lalu beralih pada jam dinding, baru pukul dua dini hari, kuputuskan kembali berbaring, menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status