Share

Ulat Bulu Penghancur Rumah Tanggaku
Ulat Bulu Penghancur Rumah Tanggaku
Author: HyFaa

Ada apa ini?

"Ada apa ini, Mas? Kenapa kamu nyuruh aku buat ke rumah sakit? Siapa yang sakit, Mas?" Elen mengutarakan pertanyaan tersebut, dengan perasaan yang benar-benar cemas. 

    Ketakutan tengah melanda seorang perempuan yang belum lama statusnya berubah menjadi sang istri. Kala mendapat panggilan telepon dari sang suami.

    "Ke sini sekarang aja ya, Sayang. Mas butuh kamu, Mas udah ngelakuin kesalahan," sahut Rehan , suaranya bergetar, menandankan jika ada ketakutan yang sangat serius.

    "Iya, Mas, iya. Kamu cepetan kirim lokasinya aja ke aku ya." 

    Setelah itu panggilan telepon ditutup, menyisakan banyak tanda tanya di dalam benak Elen, tentang bagaimana keadaan sang suami sekarang. Apa yang terjadi dengan sang suami?

    Apalagi, di jam sekarang adalah saat di mana Rehan harusnya tengah bekerja, tetapi sekarang mengapa justru berada di rumah sakit?

    Setelah mendapat notifikasi pesan dari Rehan berupa alamat lengkap keberadaannya, segera saja Elen melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil miliknya.

    Berusaha untuk tetap tenang, meskipun jauh di dalam hati rasanya sangat tak karuan. Saat ini, pikiran Elen terpecah-belah, ia khawatir sekali jika ada hal buruk yang menimpa sang suami.

    "Ya Tuhan, semoga saja suamiku tidak terjadi apa-apa," gumam Elen, lalu mengembuskan naas pelan. Kembali berusaha untuk tetap fokus pada lalu lintas di jalan raya.

    Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Elen tiba di sebuah rumah sakit sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh Rehan.

    Ramai. Satu kata yang langsung berada di dalam benak Elen, ia kembali mengembuskan napasnya sebelum kedua kaki itu bergerak sesuai arahan dari sang suami.

    "Kamar nomor 15." Elen menghitung nomor-nomor kamar yang saat ini tengah ia lewati.

    "11, 12, 13, 14, 15." Tepat saat kedua mata dan mulut sinkron menyebut nomor 15, kaki milik Elen langsung berhenti.

    Di depannya saat ini, kamar pasien dengan nomor 15, sesuai dengan petunjuk dari sang suami. Namun, di luar ruangan tersebut tidak ada satu orang pun.

    Elen mengintip ke arah yang ada di dalam ruangan tersebut, kedua matanya mendapati sang suami yang tengah duduk di samping salah satu ranjang pasien.

    Tanpa ragu, Elen memantapkan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu. Tangan kanannya bergerak membuka pintu terlebih dulu.

    "Sayang." Begitu pintu dibuka dan menimbulkan suara, Rehan langsung menolehkan kepalanya ke arah belakang dan tersenyum cukup lebar kala mendapati sang istri yang sudah tiba.

    Bahkan, Rehan detik itu juga berdiri dan melangkah mendekat ke arah Elen. Memeluk cukup erat tubuh sang istri, mencium bau parfum yang digunakan.

    Elen yang mendapat perlakuan seperti itu, hanya menggerakkan kedua tangannya untuk mengusap punggung sang suami saja. 

    Tanpa ada kata yang íngin ia lontarkan. Ya, Elen membiarkan hal tersebut, membiarkan Rehan melakukan itu, karena ia tahu jika saat ini sang suami butuh ketenangan.

    Perlahan, pelukan yang dilakukan oleh Rehan akhirnya terlepas juga. Elen segera menunjukkan senyum manisnya dan berkata, "Ada apa ini, Mas? Kamu kenapa bisa ada di rumah sakit?"

    "Biar aku ceritakan ya, Sayang," sahut Rehan, seraya tangan kanannya itu menggenggam erat tangan sang istri, melangkah ke luar dari kamar tersebut dan duduk pada kursi tunggu yang sudah disediakan di depan kamar.

    Elen sudah siap dengan cerita apa pun yang akan diutarakan oleh sang suami, kedua telinga sudah ia atur supaya dapat mendengar setiap kata yang akan dilontarkan oleh Rehan.

    "Sayang, aku ... nabrak orang tadi pagi. Dia perempuan, perantauan. Enggak ada keluarga di kota ini." Rehan menunduk, ingatannya kembali mengenang bagaimana kejadian tadi pagi.

    Karena atasannya yang terus-menerus melontarkan ucapan kritikan, membuat Rehan kehilangan rasa fokus, hingga tak sadar jika ada seorang perempuan yang akan menyeberang.

    Namun, meskipun Rehan menginjak rem cukup kuat, tetapi tubuh perempuan itu tetaplah terkena body mobilnya dan terjatuh cukup keras.

    "Astaghfirullah, Mas. Sekarang keadaan perempuan itu gimana?" Elen sangat khawatir dan juga panik. Apalagi ia mendengar kata 'perantauan' yang tentu saja tidak memiliki siapa pun di kota itu.

    "Dia ... patah tulang tangan sebelah kanan. Mas minta maaf ya, Sayang. Mas tadi itu kehilangan fokus, karena kerjaan Mas katanya salah semua, padahal kamu tau sendiri gimana Mas ngerjain kerjaan itu sampai lembur di kantor."

    Suara Rehan parau, ia benar-benar menyesal dan merasa sangat berdosa dengan apa yang sudah terjadi pada dirinya.

    Elen tahu itu, ia mengetahui jika saat ini suaminya sebentar lagi akan menangis. Maka dari itu, dengan segera kedua tangan Elen meraih bahu Rehan dan membawanya ke dalam pelukan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status