Share

Sedih

    "Bagaimana dengan kehidupan saya selanjutnya, bagaimana dengan keluarga saya yang harus dikirim uang, sedangkan posisi saya seperti ini, Mbak," ungkap Naura, dengan air mata yang terus-menerus mengalir dari sudut mata perempuan itu.

    "Naura, kamu jangan khawatir tentang hal itu." Rehan langsung mengatakan hal itu, tetapi ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu lanjut berucap, "Karena saya yang sudah membuat kamu seperti ini, maka mulai sekarang kamu juga akan menjadi tanggung jawab saya."

    Ada sedikit rasa terkejut dari dalam hati Elen, tetapi ia juga langsung tersadar jika sang suami memang sudah melakukan kesalahan.

    Mau tidak mau, Elen pun harus menerima jika pendapatan sang suami harus terbagi dengan perempuan yang bernama Naura.

    "Saya enggak mau kayak gini, aww!" Naura lupa, jika saat ini tangan kanannya tengah sakit, tetapi ia tadi justru menggerakkan tangan tersebut.

    Alhasil, Naura harus merasakan sakit yang luar biasa. Hal yang saat ini bisa dilakukan oleh Naura hanya menangis saja.

    "Saya enggak mau sampai dioperasi, saya enggak mau sampai lengan saya ada bekas sayatan," ucap Naura, dengan suara yang sangat parau.

    Sedih, bagaimana bisa Naura mengalami hal yang seperti ini? Bahkan, Naura sendiri saja tidak pernah membayangkan hal ini, benar-benar tidak pernah membayangkan jika dirinya akan memasuki ruangan rumah sakit saat berada di kota orang lain.

    Elen cukup terkejut kala mendengar penuturan dari Naura yang justru tidak ingin dioperasi, sedangkan hal yang harus dilakukan untuk pertama kalinya adalah penanganan medis, yang tentu saja dianjurkan untuk operasi.

    "Naura, kalau kamu enggak mau dioperasi, lalu bagaimana pengobatan yang kamu mau?" tanya Elen dengan sangat hati-hati.

    "Ada, Sayang. Tukang urut untuk tulang, nanti aku cari informasinya ya," sahut Rehan dengan segera dan juga bersemangat.

    "Emang iya, Mas? Aku baru tau kalau ada tukang urut khusus untuk tulang," gumam Elen, bertanya-tanya pada dirinya. Karena selama ia hidup, baru kali ini dirinya mendengar profesi tersebut.

    Rehan menganggukkan kepalanya pelan, lalu tangan kanannya itu bergerak untuk mengusap lembut puncak kepala Elen dan berucap, "Aku mau keluar dulu ya, mau nyari info tentang itu ke temen-temen aku."

    Hanya anggukan di kepala saja yang menjadi jawaban dari Elen. 

    Hening. Tak ada percakapan apa pun yang terjadi antara Elen dan juga Naura. Mereka berdua larut dalam pemikiran masing-masing.

    "Mbak, kantor tempat saya kerja udah dikasih tau belum ya tentang kondisi saya yang sekarang?" Pertanyaan itu langsung terlontar begitu saja dari mulut Naura.

    "Saya kurang tau, kalau belum, biar saya saja yang memberitahukan ke atasan kamu. Supaya karir kamu juga baik-baik aja," sahut Elen, langsung menawarkan.

    "Tapi, saya sendiri juga enggak tau Mbak tas punya saya ada di mana." Naura bingung, untuk bergerak saja ia takut, bagaimana ceritanya jika ia harus mencari sendiri keberadaan tas miliknya itu.

    Mendengar penuturan dari Naura, membuat Elen langsung berdiri dari posisi duduknya dan bergerak untuk mencari keberadaan tas yang dimaksud.

    Elen yakin sekali, jika tas milik Naura pasti ada di sekitar ruangan tersebut, karena memang hanya di situ lah tempat di mana Naura berada sedari tadi.

    "Nah, kan bener. Ini tas punya kamu atau bukan?" tanya Elen, seraya mengangkat tas yang ia temukan di bawah ranjang rumah sakit tersebut.

    Kedua bola mata milik Naura langsung menatap tas yang berada di genggaman tangan milik Elen, lalu detik berikutnya perempuan itu menganggukkan kepala. Membenarkan pertanyaan dari Elen, jika tas itu memang benar miliknya.

    "Mbak, di situ ada ponsel punya saya. Minta tolong banget ya, Mbak buat ambilin tas itu," ucap Naura, yang tanpa ba-bi-bu langsung dijawab dengan anggukan kepala oleh Elen.

    Tangan kanan Elen membuka tas tersebut dan mencari benda pipih yang dimaksud, setelah menemukan, Elen segera menyerahkan ponsel itu pada sang pemilik.

    "Makasih banyak ya, Mbak." 

    Segera saja tangan kiri Naura itu bekerja untuk membuka ponsel miliknya sendiri. Meskipun terasa sangat menyusahkan, tetapi Naura terus memaksakan dirinya untuk berusaha.

    Hingga akhirnya pintu kamar tersebut terbuka dan Rehan sangat terkejut saat mendapati Naura yang tengah berusaha seperti itu.

    Segera Rehan mengambil alih ponsel tersebut, lalu bertanya, "Kamu kenapa malah pegang ponsel? Kamu butuh sesuatu? Kenapa enggak bilang aja ke istri saya?"

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status