Share

Fitnah

    "Emangnya kenapa sih, Mas? Kamu kok keliatannya kayak yang khawatir gitu. Padahal, Naura buka ponsel itu karena dia mau menghubungi atasannya. Dia mau ngasih tau kalau sekarang dia lagi kecelakaan." Elen mencoba untuk menjelaskan apa yang ia bisa.

    "Kamu udah saya laporin ke atasan kamu kok, ini salah saya, jadi itu juga termasuk dari tanggung jawab saya," sahut Rehan, membuat Naura detik itu juga langsung mengembuskan napasnya sangat lega.

    Elen merasa jika ada yang tidak beres antara suaminya dengan perempuan yang tengah terlentang tak berdaya itu, tetapi saat ini dirinya memilih untuk menepis segala pemikiran buruk tersebut.

    Elen percaya, sangat percaya, jika suaminya bukanlah sosok yang seperti itu. Rehan adalah seorang suami yang sangat setia dan juga bertanggung jawab untuk perasaan Elen.

    "Sekarang, kamu gunain waktu kamu itu untuk beristirahat. Nanti sore kamu bisa pulang, karena sesuai sama apa yang kamu mau, bakalan dibawa ke tukang pijat khusus buat tulang," ucap Rehan, mengungkapkan apa yang memang sudah ia rencanakan untuk dilakukan. Sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Naura.

    Apa yang diungkapkan oleh Rehan barusan langsung membuat perasaan Naura sangat lega, memang itu yang ia inginkan. Sehingga dengan senang hati ia memejamkan kedua mata.

    Mencoba untuk beristirahat dan menghilangkan semua rasa lelah, serta sakit yang terus-menerus dirasakan.

    "Mas, kamu udah tau tempat di mana buat pijat khusus tulang itu?" tanya Elen, dengan suara yang sengaja ia pelankan. Karena melihat Naura yang benar-benar sudah tertidur, Elen tidak ingin mengganggu perempuan tersebut.

    "Udah kok, Sayang. Kamu tenang aja ya, Mas punya banyak kenalan dan tadi juga Mas nanya ke beberapa temen," jawab Rehan langsung, lalu membawa sang istri untuk duduk di sofa saja. Daripada terus duduk tepat di samping Naura. 

    Elen menurut, mereka berdua akhirnya bisa beristirahat dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Setidaknya, untuk saat ini saja, ketenangan menemani mereka.

    Namun, baru saja Elen akan memeluk tubuh sang suami, tiba-tiba saja ponsel miliknya itu berbunyi, pertanda jika ada panggilan yang masuk.

    Mau tidak mau, akhirnya Elen mengurungkan niatan untuk memeluk sang suami, dan lebih memilih untuk segera mengangkat panggilan telepon tersebut.

    "Halo, ada apa ya, Ardi?" Elen langsung menanyakan keperluan tangan kanannya itu, mengapa bisa sampai menghubunginya.

    Elen tahu, jika dirinya dihubungi, itu pasti karena ada hal-hal tidak beres yang hanya bisa diatasi oleh tangannya sendiri. Karena sudah cukup lama Ardi bekerja, selalu saja bisa dihandle, kecuali hal-hal yang memang di luar kemampuannya.

    "Maaf ya, Bu, kalau saya langsung menelepon Ibu, tapi entah kenapa restoran di sini terkena fitnah," tutur Ardi, suaranya bergetar, terdengar sangat jelas.

    "Maksud kamu gimana, Di? Apa perlu saya langsung ke sana saja, biar saya tahu maksud dari yang kamu katakan barusan?" tanya Elen, dengan raut muka yang sudah sangat bingung.

    "Iya, Bu, sepertinya lebih baik Ibu aja ya yang langsung ke sini. Karena di sini udah sangat kacau banget kondisinya." 

    "Baik, saya akan segera ke sana. Tunggu ya." Setelah mengatakan hal itu, Elen benar-benar memutuskan panggilan telepon.

    Menatap ke arah wajah sang suami, tersenyum tipis, untuk mengatakan, 'Tidak apa-apa, Mas. Semua baik-baik saja kok.' Ya, meskipun hanya lewat seulas senyum saja.

    "Mas, aku harus pergi dulu ya, ada masalah di sana," ucap Elen, dengan tangan kanan yang terus menggenggam tangan Rehan. Meremas sedikit, ada kecemasan di wajah Elen saat ini. Rehan mengetahui itu.

    "Mau Mas temenin, Sayang?" tawar Rehan, tetapi langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Elen. Ia tidak ingin merepotkan sang suami, lagi pun ini adalah urusan bisnis miliknya sendiri.

    "Aku pamit ya, Mas." Setelah mengatakan hal itu, Elen langsung berdiri dan mencium punggung tangan sang suami.

    Ada perasaan yang tidak enak di dalam hati Elen, tentang apa yang terjadi pada restoran miliknya itu, tetapi sebisa mungkin Elen akan tetap tenang.

    Berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit, sedikit melantunkan nyanyian kecil yang hanya dapat didengar oleh diri sendiri. Guna mengusir rasa tak tenang itu.

    Mengemudikan mobil dengan kecepatan yang terbilang cukup cepat, Elen ingin segera tiba di tempat tujuan, melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sampai-sampai Ardi memberitahukan pada dirinya.

    Suara langkah kaki milik Elen sangat menyita semua pengunjung yang masih setia ada di restoran tersebut, demi mendapatkan kejelasan dari sang pemilik. Namun, sorot mata dari mereka sama sekali tidak ada yang bersahabat.

    Sangat menakutkan dan juga menyimpan amarah tersendiri, itu bisa dirasakan sekali oleh Elen. Apalagi terdengar bisikan dari beberapa orang, tentu saja bukan bisikan yang positif.

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status