Part: 6
***POV Arifin.Pagi ini sengaja aku mengajak Salman keluar, karena aku tak mau terlalu lama di rumah. Lita bisa saja terus mengintrogasiku.Aku beruntung semalam tak kepergok oleh Lita. Kalau tidak, bisa-bisa dipatahkan leherku oleh ayahnya yang guru silat itu, jika Lita sampai mengadu.Nasib mujur masih berpihak padaku. Saat Lita menuju kamar Salman, aku sudah selesai dengan permainanku di dalam kamar Nia. Akhirnya aku bergegas keluar, dan segera mengintai Lita dari ruang tengah. .Sepanjang perjalanan menuju mall, aku memikirkan cara untuk tetap bisa bersandiwara. Bahkan berita pernikahanku dengan Nia sudah sampai ke telinga mertua. Aku yakin, pasti mereka tak lama lagi datang ke rumah untuk bertanya.Saat ini aku harus bisa berlindung dari Lita. Intinya aku akan membuat Lita percaya sepenuhnya padaku."Pak, Salman mau beli tas baru," ujar putraku."Baiklah, sayang. Salman boleh beli apa pun yang Salman mau.""Asyik!" Salman bersorak riang, aku jarang sekali memanjakannya seperti ini. Maklum saja, aku hanya bekerja di perusahaan sebagai karyawan biasa. Gajihku tentunya hanya cukup untuk keperluan hidup dan membayar cicilan mobil saja.Tidak kusangka, seorang putri dari pemilik perusahaan kaya raya itu jatuh hati padaku. Padahal Nia sudah bertunangan dengan Rio.Sebisa mungkin aku dan Nia mencoba membuat Rio mundur sendiri. Akhirnya Pak Ridwan yang kini juga sudah menjadi mertuaku itu tak bisa menolak keinginan anaknya, terlebih lagi alasan Nia karena ingin menutup aib pernikahannya yang gagal..Dua puluh menit berlalu ....Salman senang mendapat tas dan sepatu baru. Akhirnya kami segera pulang. Tak lupa kucek saldo ATM tadi, ternyata Nia mengirim dengan jumlah yang tak kusangka. Walaupun wajah Nia memang tak enak dipandang, tapi kekayaannya bisa memanjakan aku dan Salman.Bahkan aku juga akan membelikan Lita mobil. Aku yakin, Lita tidak akan banyak protes lagi nanti..Sampai di rumah, aku masuk dengan dibukakan pintu oleh Nia. Senyumnya terpancar cerah. Akan tetapi aku memang tak tertarik dengan wajah standarnya."Mas," lirih Nia pelan.Aku mengedipkan mata, memberi isyarat untuk tidak banyak bicara. Jujur saja aku takut jika sampai Lita tahu."Ibu! Lihat ini, Salman punya tas dan sepatu baru!" teriak Salman dengan senangnya.Lita tersenyum. Oh, sungguh senyum Lita itu yang membuat aku jatuh cinta dulu."Eh, sayang. Tumben Bapak royal." Entah kenapa nada bicara istriku terdengar seperti sindiran."Sesekali, sayang. Mas kan juga mau menyenangkan Salman."Tersenyum lagi istriku mendengar ucapan manisku itu.Ah, sepertinya Lita mudah diperdaya. ***Waktu berjalan ....Lita masih disibukkan dengan kue-kue buatannya. Aku aman."Lit, Mas mau keluar. Ada temen ngajakin nongkrong," ujarku berpamitan."Tumben, Mas keluar malam-malam," sahut Lita tanpa menoleh ke arahku."Tumben mulu sih, Lit. Biasalah sesekali.""Mas juga jawabnya sesekali terus dari tadi."Sabar ... sabar.Masih kucoba sabar menghadapi kebawelan Lita."Jadi boleh gak ni, Mas keluar?" tanyaku lagi.Lita menganguk cuek. Aku tersenyum senang. Ada untungnya juga punya istri pekerja keras. Jadi dia tak mempermasalahkan aku, jika ingin keluyuran.Sekarang tinggal Nia yang akan mencari alasan untuk bisa keluar.Aku melajukan mobilku sendirian. Sedangkan Nia kusuruh menyusul dengan naik taksi.Tadi katanya beralasan ingin pulang ke rumah orang tuanya.Aku sudah memesan hotel mahal. Kuhamburkan saja uang berlimpah yang dikirim Nia.Sebenarnya malam ini juga permintaan Nia untuk bersenang-senang di hotel. Aku tentunya tak bisa menolak. Nanti Nia malah mogok memberikan aku transferan.Tiga puluh menit aku menunggu di hotel mewah. Ternyata seperti ini rasanya menjadi orang kaya. Bisa minum jus sambil berendam.Tak lama kemudian, Nia datang. Pintu kamar memang sengaja tak kukunci. "Mas, ngapain berendam malam-malam begini?" tanya Nia heran."Ya, gapapa. Pengen aja."Nia tersenyum sembari melepaskan pakaiannya.Setelah itu ia menyusulku di dalam bak yang besarnya melebihi besar kamar mandiku di rumah.Aku dan Nia melanjutkan bulan madu sebagai sepasang pengantin baru.Bersambung.BonusJudul: Ayah terhebatku.Di tahun 2000 silam, Ayahku mengalami kerugian besar pada usahanya, hingga bisnis yang sedang ia kelola itu harus ditutup.Aku pada masa itu masih sangat kecil, tapi aku dapat mengingatnya. Sejak kejadian itu, Ayah kembali banting tulang demi bisa menghidupi kami anak-anaknya.Dia bekerja apa saja asal menghasilkan uang dan masih halal. Sekarang, usiaku sudah 27 tahun, aku belum menikah. Akan tetapi, aku sudah memiliki kekasih, walau kami hanya berhubungan dari jarak jauh. Namanya, Riyan. Dia tinggal di kota Aceh, dan berkerja di kota Medan sebagai salah staf Bank swasta. Sedangkan aku tinggal di kota Jambi.Riyan menelponku. "Halo, Lyanna! Tadi aku sudah bicara pada Bunda. Beliau bilang, keluarga akan siap datang ke kotamu Minggu depan. Bagaimana? Apa kamu juga siap menerima kehadiran kami?" Aku menarik lekuk bibirku tersenyum. Tentu saja aku siap dan senang mendengar kabar bahagia ini."Aku InsyaAllah, siap. Hem, tapi aku harus bicara dulu pada Ayah
***POV Syarla.Malam ini aku merasa gelisah. Mungkin karena tak ada suamiku di rumah. Mas Roy ke luar kota memenuhi undangan dari rekan bisnisnya.Akan tetapi, perasaanku kali ini semakin tak enak. Aku merasa was-was dan seperti ada yang memperhatikan setiap langkahku.Brak!Aku terperanjat saat mendengar suara pecahan sesuatu di ruangan depan.Dengan langkah yang ragu, aku memberanikan diri keluar untuk memastikan."Bik Atun," lirihku sambil berjalan.Asisten rumah tangga yang baru bekerja tadi pagi itu tak terlihat. Aku semakin gemetar ketika derap kaki dari luar terdengar begitu jelas.Kaca depan rumah ini pecah berkeping-keping. Aku ketakutan hingga melakukan panggilan suara ke nomor Mas Roy.Suamiku tak menjawab telepon dariku. Aku terus mengulang-ngulangnya. Namun, tetap saja tak ada jawaban.Kini, aku kembali berlari ke dalam kamar. Aku memeluk lututku sendiri menahan getar yang semakin mengguncang tubuhku.Sebuah pesan aku kirimkan pada Mas Roy, berharap ia membacanya dan seg
***Aku pulang dengan melaporkan tentang apa yang aku lihat tadi. Kini, pihak kepolisian langsung bergegas menuju tempat yang aku ceritakan.Aku tak mau tinggal diam. Aku memilih untuk ikut memastikan.Perjalanan yang cukup jauh menyita banyak waktu. Saat ini terik matahari semakin tinggi, dan akhirnya aku kembali sampai di depan bangunan tua itu.Dua lelaki yang sempat menghalangi langkahku sebelumnya, kini sudah tak terlihat batang hidungnya. "Tuan Roy, apa benar ini tempatnya?" tanya penyidik."Benar, Pak. Tadi saya sempat melihat mobil Papa mertua saya berhenti di depan sini. Kemudian saya tidak tahu lagi karena ada dua preman yang menghadang saya," paparku."Baiklah. Kita akan mengecek ke dalam bersama-sama."Aku mengangguk setuju dan segera melangkah mengimbangi team penyidik..Sampai di dalam, bangunan tua itu sangat kotor dan penuh debu. Sepertinya memang sudah lama tak berpenghuni. Seluruh ruangan kami telusuri. Hasilnya sungguh mengecewakan, karena tak ada siapa-siapa yan
***Semalam aku tak tidur karena memikirkan masalah ini. Hingga pagi tiba, aku langsung bergegas ke kantor untuk menanyakan pada Melodi tentang undangan seminar kemarin."Mel, siapa yang memberikan undangan atas nama Wily Group itu?" tanyaku serius."Saya tidak kenal, Tuan. Namun, ia mengaku disuruh mengantarkan amanah undangan itu saja," ujar Melodi."Kalau begitu beri kabar pada Pak Wily, katakan padanya saya ingin bertemu!" titahku."Baik, Tuan."Melodi berlalu dari hadapanku. Detik berikutnya aku juga pergi ke kantor polisi untuk memastikan perkembangan tentang kasus hilangnya istriku..Sampai di sana."Sepertinya asisten rumah tanggamu terlibat, Tuan Roy. Semua cctv di area rumahmu mati dan tak berfungsi, bukan? Sekarang kita bisa memulai penyelidikan dari kediaman ART Tuan Roy itu," terang penyidik.Aku menelan ludah getir. Sungguh tak disangka kalau Bik Atun juga terlibat dalam masalah ini."Saya tidak tahu di mana tempat tinggalnya, Pak. Bahkan saya juga tak tahu apa-apa tent
***POV Roy.Aku pulang ke rumah setelah semua urusan kantor selesai, pun urusan dengan Broto. Syarla menyambutku dengan senyum terindah di wajahnya. Sungguh, saat ini hanya Syarla yang mampu mendamaikan hatiku yang sedang kepanasan karena dendam membara yang semakin menyala."Syarla, besok saya ada tugas ke luar kota. Apa kamu tidak masalah jika saya tinggal di rumah?" tanyaku dengan berat hati.Ya, besok aku akan menghadiri seminar penting. Sejujurnya aku tak mau meninggalkan Syarla, tapi aku juga tak ingin membuat citra perusahaanku buruk hanya karena satu kali ketidak hadiranku di sana."Hm, berapa lama, Mas? Aku takut Mas merindukanku nantinya," goda istri cantikku itu.Aku tersenyum sambil mencolek hidung mancungnya. Syarla tampak menggemaskan. Aku pastinya memang merindukan dirinya ketika berjauhan."Cuma dua hari, Syarla. Saya akan mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membantumu di rumah, sekaligus untuk menemanimu agar tak sendirian," ujarku."Baiklah, Mas. Kalau begitu
***POV Roy.Malam ini aku merasa begitu bahagia. Ternyata dicintai dan mencintai begini syahdunya.Hatiku telah bertaut sepenuhnya pada hati Syarla. Ketulusannya mampu melunakkan kerasnya egoku yang selama ini membara..Dan pagi harinya, aku melangkah menuju pintu saat kudengar suara bel berbunyi.Seperti biasa, si pengganggu datang tanpa rasa malu."Tuan, saya nggak terima dengan perbuatan Tuan terhadap saya!" hardik Bianca yang langsung menyerangku.Di sampingnya, ada Mama Mia yang ikut serta mengantarkan putri tercintanya melabrakku."Benar, Nak Roy! Harusnya Nak Roy tak melakukan itu pada Bianca. Kesalahan apa pun yang dibuat Papanya di masa lalu, tak sama sekali berhubungan dengan Bianca," sambung Mama Mia.Aku mengukir senyum miris melihat Ibu dan Anak yang tak tahu diri ini."Lalu? Apa peduli saya?" ujarku tenang."Tuan Roy jahat! Saya nggak mau menanggung malu. Pokoknya Tuan Roy harus tanggung jawab!" Bianca meninggikan intonasi suaranya.Sepagi ini suasana rumahku sudah dib