Dio benar-benar mendaftarkan Indira menjadi bagian dari penerimaan mahasiswa baru, mereka mulai di liburan semester ganjil ke genap. Belum mengenal banyak orang membuat Indira sedikit takut, keberadaan Ryan membuatnya bernafas lega dan mungkin karena Fajar.
“Pasti disuruh Kak Fajar,” tembak Indira langsung saat Ryan menjemput dirinya.“Kalau jadi panitia memang mau gabung, tapi jemput kamu tebakanmu benar dan lumayan buat bensin juga jajan di kantin.” Ryan menjawab dengan santai.Tidak mau berdebat, langsung naik ke sepeda motor Ryan. Mengendarai dengan kecepatan normal karena mereka tidak dalam kondisi dikejar waktu, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua. Indira turun terlebih dahulu sedangkan Ryan memilih memarkirkan motornya, melihat Mala dan Romi membuat Indira mendatangi mereka.“In, aku dengar kamu tengkar sama Lia dan Sinta,” ucap Mala langsung yang membuat Indira terkejut.“Ada hubungannya sama kamu?” tanya Romi dengan tataKantin, Fajar langsung menarik Indira ke kantin bertemu dengan teman yang tadi berbicara dengannya. Menatap tidak enak dengan mengaduk minuman yang ada dihadapannya, Fajar memegang tangan Indira yang membuatnya mengangkat kepala menatap dua sahabat Fajar.“Kita belum kenalan tadi, Nathali dan ini Awang.” Nathali tersenyum lebar membuat Indira melakukan hal yang sama.“Indira, mbak. Mas Awang sudah pernah ketemu dan kenalan.” “Kenapa mau sama Fajar?” tanya Nathali langsung setelah memberikan tatapan tajam ke Awang dan Fajar.“Dihukum.” Indira menjawab spontan membuat Nathali terkejut dan memberikan tatapan penasaran kearah Fajar.“Kalian benar pacaran nggak sih?” tanya Awang dengan penuh rasa ingin tahu “Kenapa kamu nggak nolak? Apalagi udah jalan satu semester.” Awang menatap Indira ingin tahu.“Dik, jawabnya yang serius.” Fajar memberikan peringatan.“Nggak usah serius, jujur aja. Kita mau tahu sebenarnya.” Nathali men
“Mas, masa harus game mulu? Capek ini.” Beberapa sudah mulai mengeluh, Indira menyandarkan kepalanya di dinding dengan memejamkan matanya. Fajar menarik kepala Indira bersandar di bahunya, tangan mereka saling menggenggam satu sama lain.Kedua teman Fajar masih berada di kampus, mereka ikut bergabung bersama untuk latihan anak-anak mahasiswa baru besok. Indira sedikit bersyukur tidak perlu satu kelompok dengan mereka, pertemuan mereka tadi membuat Indira tidak berani bertemu atau menyapa mereka, berpikir negatif tentang mereka berdua untuk bertemu dengan dirinya.“Capek?” Indira menganggukkan kepalanya “Nggak usah ikut aja habis ini, kita pulang.” “Nggak, lagian masih ada game selanjutnya. Aku harus ada buat tahu game apaan.”“Adik cuman jadi pengawas aja bukan ikut masuk permainan nanti, bisa di bagian kesehatan sama aku.” Fajar memberikan tawaran yang sedikit menggiurkan.“Lihat nanti keputusan Mas Jonathan dan Mas Wahyu, jan
“Selesai ini, mas?” Indira menatap Wahyu yang berada tidak jauh dari mereka setelah mendengar pertanyaan yang diberikan Dito, tidak hanya Indira tapi mereka semua yang mengikuti kegiatan.“Kenapa pada natap begini sih?” Wahyu menatap mereka semua dengan menggelengkan kepala “Kalian tanya Mas Fajar aja udah selesai atau belum.”“Mas!” Dito langsung teriak membuat Indira menutup wajahnya “Indira tanya acaranya sudah selesai belum?” seketika Indira membuka wajahnya memberikan tatapan tajam pada Dito yang tampak tidak peduli.“Yu, kalau dilihat dari kegiatan tahun lalu kayaknya setelah ini udah nggak ada kegiatan bukan?” tanya Fajar membalikkan pada Wahyu yang langsung terdiam.“Ya...udah selesai, memang mau kemana sih?” Wahyu menatap Dito kesal.“Pulang, mau tidur.” Dito menjawab asal.Indira hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Dito, menatap kearah Fajar yang serius berbicara dengan kedua sahabatnya. Indira sam
Indira menatap penampilannya depan kaca, berkat bantuan mama dan kedua kakaknya membuat penampilan Indira berbeda. Pakaian yang digunakan adalah dress panjang dengan warna yang tidak berbeda jauh seperti pakaian Fajar yang mereka beli.“Wuih...bakal ketemu camer ini,” goda Nadia, kakak kedua Indira.“Grogi banget, mbak.” Indira menghembuskan nafas panjang “Kak Fajar suka tiba-tiba gitu, nggak bisa dibantah pula.”“Aku antar nanti, penasaran sama Fajar. Mama sering cerita, dia suka minta ijin kalau ajak kamu keluar. Mas Hendra juga udah bicara sama dia, katanya baik dan dewasa jadi cocok buat kamu yang manja.” Nadia berkata tanpa beban membuat Indira menatapnya tajam “Udah cantik, berangkat sekarang?”“Mas Anton?” tanya Indira sambil mengirim pesan pada Fajar.“Rumah orang tuanya.” “Mbak nggak ikut?” tanya Indira penasaran yang dijawab gelengan kepala “Kita ke rumah Kak Fajar, udah dikirim juga alamatnya.”“Ajak Lily ya,
“Indira.” Menghentikan langkahnya saat melihat Mita berjalan kearahnya, sedikit mengerutkan keningnya melihat Mita yang tampak baik-baik saja setelah kejadian kemarin. “Kelas? Ayo bersama.” Mita menarik lengan Indira.Masuk kedalam kelas, suasana sudah mulai ramai dan menatap bingung akan duduk dimana. Suara Dio yang memanggil Indira membuat langkahnya menuju ke sumber suara, tepukan pelan pada kursi kosong sebagai tanda Indira untuk duduk disampingnya. Indira menatap sekitar dan menemukan Clara, teman yang mengambil sayuran saat makan di kantin setelah kejadian dengan Lia dan Sinta.“Mit, kamu duduk disini aja. Aku duduk sama Clara.” Mita memberikan tatapan tidak terima “Cuman disebelah ini aja.”“Ok,” ucap Mita dengan nada pasrahnya.“Kosong?” tanya Indira yang dijawab anggukan Clara.Duduk disamping Clara, tidak lama dosen masuk kedalam dan memulai kelas. Tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua, sampai kelas b
Mendengar pengakuan Fajar harusnya tidak membuat terkejut, tapi tidak tahu kenapa Indira malas bertemu atau membalas pesan atau menerima teleponnya. Memilih menghindar dari Fajar, berangkat sedikit lebih pagi dibanding biasanya. Empat hari sudah Indira melakukannya, beberapa kali Ryan bertanya tapi tidak dihiraukan sama sekali.“Kamu itu kenapa sih?” tanya Ryan dengan wajah kesalnya.“Nggak papa.” Indira menjawab santai.“Kamu lagi hukum Mas Fajar?” tembak Ryan langsung tapi tidak dijawab Indira “Nih...dia hubungi lagi, aku bilang apa.” “Terserah.” Indira berdiri meninggalkan Ryan yang akan mengangkat panggilan dari Fajar, tidak mau mendengar pembicaraan mereka. Tidak tahu harus kemana membuat langkah Indira menuju gazebo, langkahnya terhenti ketika ada yang menjual makanan ringan di pinggir fakultas dan baru disadari.“Kalian bukannya kita satu angkatan?” tanya Indira menatap kedua orang yang duduk bersama penjual.“Y
Satu yang hilang dari Indira dalam hidupnya, sudah beberapa hari ini Fajar membatasi diri bertemu dengan dirinya, membuat Indira bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Fajar mengikuti permintaan Indira tidak melibatkan Ryan dalam hubungan mereka, meminta Ryan menjadi mata-matanya. Setidaknya sekarang Ryan sibuk dengan teman-teman cowok, Indira sibuk dengan Dio yang akan menemani dirinya kapan saja.“In, pulang bareng?” tanya Dio yang dijawab Indira dengan menggelengkan kepalanya “Kenapa?”“Aku ada UKM di fakultas budaya sama Winda.” Indira langsung menolaknya.Melangkah kearah Winda yang berbicara dengan Dito dan Mita, melihat kedatangan Indira langsung pergi ke tempat dimana kegiatan mahasiswa dilaksanakan. Indira tidak terlalu dekat dengan Winda, tapi mereka tetap bisa berbicara tentang banyak hal. Menatap ponselnya yang tidak ada pesan atau panggilan dari Fajar, hembusan nafas panjang dengan memasukkan ponselnya didalam tas dan fokus dengan kegiatanny
Keputusan sudah bulat dan tidak bisa diganggu sama sekali sejak kejadian Seno, keputusan yang membuat Indira menatap tidak enak pada Ryan yang kembali harus menjadi mata-mata Fajar. Semua kegiatan yang dilakukannya pasti Fajar sudah tahu, mencoba untuk berbicara dengan Ryan agar tidak semuanya diberitahukan tidak bisa dilakukan sama sekali.“Yan, aku sama Dio cuman kerja kelompok.” Indira menatap malas pada Ryan “Kak Fajar kasih apa sih sama kamu ampe takut begini?”“Kamu sih kemarin pakai jalan sama Seno, kalau ini aku nggak terbuka bisa-bisa marah dia.”Indira memutar bola matanya malas mendengar kata-kata Ryan “Please jangan kasih tahu.” “Kalau marah nanti aku nggak ikutan.” Indira menganggukkan kepalanya.Dio mengajak ke cafe dekat kampus mengerjakan tugas, berdua hanya berdua tidak ada yang lainnya. Indira tahu jika Dio sangat disukai teman-teman wanitanya, termasuk Lia. Hal yang membuat Indira tidak enak, lebih tepatnya tidak mau m