"Kalian naksir ke orang yang sama sekali tidak menaruh perhatian kepada kalian, itu sebabnya kalian merasa iri kepadaku karena menjalin kasih dengan orang yang kalian taksir, sekalipun Dia tidak datang hari ini, tapi posisiku masih jauh lebih baik dari kalian yang hanya bisa menatapnya dari kejauhan tanpa bisa menyentuhnya!" kata Mirela lagi.
"Phff ... ternyata mereka hanyalah ayam yang merindukan burung merak," sahut Veny sinis.
"Pergi! Tidak ada tempat untuk pecundang seperti kalian di rumah ini!" usir Mirela.
"Siapa juga yang ingin berlama-lama di sini! Cih!" sahut salah satunya sambil masuk ke dalam mobil diikuti temannya dan berlalu.
Setelah mereka pergi Mirela mulai tidak dapat lagi membendung air mata yang sejak tadi ditahannya.
"Sabar," kata Veny sambil memeluk dan menepuk punggung sahabatnya itu berusaha meredakan kesedihannya.
Pras yang menyaksikan semua kejadian tersebut merasa geram kepada Rengga yang membatalkan pertunangan dengan adiknya, Mirela secara sepihak tepat di hari pesta pertunangan di saat semua tamu undangan sudah datang.
Keputusan Rengga yang sepihak dan tanpa pemberitahuan itu benar-benar melukai hati adiknya dan mempermalukan keluarganya di hadapan para tamu undangan.
"Sialan si Rengga!" cetus Pras marah sambil mengepalkan tinju.
Pras mencoba menghubungi Rengga kembali untuk mengajaknya bertemu, tidak disangka panggilan teleponnya kali ini diangkat oleh Rengga sendiri.
"Di mana Kamu sekarang?" tanya Pras ketus.
"Aku di rumah," jawab Rengga terdengar seperti habis bangun tidur.
"Tidur? Ha! Enak banget, sementara keluargaku menanggung malu, Kamu malah santai di rumah tidur siang," cibir Pras sinis.
"Aku ketiduran."
"Sialan Rengga! Mau Aku Yang seret Kamu keluar atau Kamu yang keluar sendiri?!"
"Aku keluar, Aku akan datang ke tempat yang Kamu tunjuk," jawab Rengga takut-takut.
Walau pun mereka sudah lama menjadi partner bisnis, Rengga tidak begitu tahu latar belakang Pras di dunia bisnis, yang jelas walaupun Pras bukan seorang pengusaha multi-nasional seperti Dean, Pras merupakan salah satu pengusaha yang disegani dan dihormati oleh kalangan pengusaha di Indonesia.
"Temui Aku di belakang pabrik!" putus Pras langsung.
"Oke!"
Pras mematikan ponselnya, tanpa berkata apa-apa lagi. pemuda itu masuk ke dalam mobil dan berlalu menuju ke tempat yang dia tunjuk untuk menemui Rengga.
Sesampainya di belakang pabrik, Pras melihat ternyata Rengga sudah menunggunya dengan sebatang rokok terselip di jarinya.
"Buk!"
Rengga terpental menerima pukulan dan tendangan Pras yang tiba-tiba dan membabi buta.
Pras menghajar Rengga habis-habisan untuk membalas rasa malu keluarganya dan sakit hati adiknya.
Rengga membiarkan saja dirinya dipukuli oleh Pras hingga darah keluar dari hidung dan sudut bibirnya karena dia juga merasa bersalah kepada Mirela.
"Sialan! Kalau Kamu tidak ingin datang ke pertunangan itu mengapa Kamu ajak adikku bertunangan?!" kata Pras terduduk di sebelah Rengga dengan napas membuncah usai meluapkan amarahnya.
"Aku terpaksa tidak datang."
"Cih!"
"Itu benar! Apakah Kamu kenal Dean?" tanya Rengga sambil menatap Pras yang saat ini duduk di sebelahnya.
" ... "
"Dia yang memintaku untuk membatalkan pertunangan dengan adikmu ...," kemudian Rengga menceritakan bagaimana dia dipaksa dan diancam oleh Dean agar membatalkan acara pertunangannya dengan Mirela.
"Apa urusannya semua itu dengan Dean?" tanya Pras heran.
"Dia ingin menjodohkan Aku dengan adiknya, Dina yang merupakan temanku saat kuliah dulu," jawab Rengga jujur.
"Sialan! Orang sesibuk Dia sempat-sempatnya mengurusI hal seperti itu!"
"Mungkin karena Dia sangat menyayangi adiknya. Mereka hanya dua bersaudara tanpa orangtua, selama ini Dean yang mengurus adiknya dan kebetulan adiknya sudah sejak kuliah naksir padaku, tapi selalu Aku abaikan."
"Cih! tahu benar Kamu soal keluarga mereka," cibir Pras sinis.
"Jangan salah paham, aku hanya tahu Dina naksir Aku sejak dulu tapi informasi lainnya aku dapat dari tangan kanan Dean."
Pras terdiam satu sisi dia tidak terima adiknya diperlakukan seperti itu namun, di sisi lain dia sendiri juga ragu jika berada di posisi Rengga tidak akan melakukan hal yang sama, apalagi jika taruhannya adalah usaha yang telah dirintis setengah mati dari bawah dan nasib karyawan yang mengikutinya.
ada dirinya.
***
'Kalau tahu seperti ini akhirnya, Aku pasti tidak akan mau diajak bertunangan dengannya,' keluh Mirela dalam hati.
Sejak pesta pertunangannya gagal, Mirela tidak lagi datang ke kantor, gadis itu merasa marah dan kecewa kepada Rengga yang juga merupakan atasannya di kantornya.
Mirela merasa Rengga sepertinya tidak lagi peduli dengan ketidakhadiran dirinya di perusahaan, tidak ada surat peringatan sebagaimana karyawan lain saat mereka mangkir dari pekerjaannya.
Gadis itu merasa sedih menerima kenyataan pahit yang saat ini dia rasakan.
Orangtuanya telah berusaha menghibur dirinya yang sedang patah hati dan Mirela menerima penghiburan mereka dengan berusaha menyembunyikan kesedihannya di balik senyum yang selalu dia perlihatkan. Sampai saat orang tuanya harus pulang ke Jakarta karena pekerjaan papanya yang sudah menunggu.
Sekarang Mirela hanya tinggal sendirian di rumah besar itu sementara kakaknya sibuk mengelola usahanya sendiri.
Suara mobil Pras yang memasuki halaman membuyarkan lamunan Mirela. Setelah mesin mati, terdengar suara pintu mobil dibuka dan ditutup.
"Mirela?" panggil Pras dari kejauhan ketika melihat sang adik duduk di taman belakang dekat garasi pribadi yang ada di rumah mereka.
"Kak," sahut Mirela selah diam-diam menghapus air matanya.
"Lagi ngapain di situ? Banyak nyamuk, mending duduk di dalam," kata Pras sambil menghampiri adik perempuannya.
Lagi-lagi dia melihat wajah sembab adiknya saat dia telah berada di hadapan Mirela. Pras mengerutkan alis tidak suka melihat adik perempuannya terus murung dan bersedih karena acara pertunangannya yang gagal.
"Apakah Kamu menangis lagi?" tanya Pras tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya.
" ... " Mirela terdiam dia tahu kakak laki-lakinya ini sangat tidak suka melihat dia terus menerus bersedih.
"Apakah dengan menangis dan bersedih semuanya akan kembali lagi seperti sedia kala?" tanya Pras tajam.
" ... "
"Bangun Mirela! Bahkan setelah malam yang panjang masih ada pagi yang merupakan ujung dari kegelapan! Selama Kamu masih hidup masih ada kesempatan untuk menata kembali hidup Kamu segelap apa pun itu."
"Kakak tidak akan pernah mengerti bagaimana perasaanku karena kakak belum pernah merasakannya."
"Aku tahu Kamu sedih, tapi coba Kamu pikirkan lagi apakah pantas terus bersedih untuk Dia yang sudah meninggalkan Kamu? Walaupun karena terpaksa."
"Apa maksud kakak? Siapa yang terpaksa? Dan siapa yang memaksa?"
"Masuk! Aku tidak ingin membahas masalah ini di luar rumah dan didengar oleh tetangga!" kata Pras sambil berbalik masuk ke dalam rumah.
" ... " Mirela mengikutinya masuk dengan hati bertanya tanya, siapa yang memaksa Rengga untuk membatalkan pertunangan mereka.
Ini adalah sebuah kesengajaan! Sinta sengaja melukai anaknya agar Dean datang ke rumah ini menemui dirinya dan anaknya. Sejak Dean pindah dari rumah ini, dia tidak pernah datang atau menemuinya. Jika anak ini kangen pada papanya, Dean akan menyuruh kepala pelayan untuk membawa anaknya ke tempat yang dia tunjuk.Bagaimana dengan Sinta? Dia sama sekali tidak diizinkan untuk ikut dalam pertemuan antara Dean dan anaknya.Sinta ingin bertemu, tapi Dean tidak mau. Apapun cara yang Sinta lakukan sepertinya Dean tetap tidak bergeming! Pria itu benar-benar tidak mau lagi menemui Sinta.Sementara Sinta resah dengan kondisi anaknya yang dia buat sendiri, Dean masih memanjakan Mirela yang sakit akibat perbuatannya."Sepertinya aku sudah agak baikan," kata Mirela sambil duduk di tempat tidur. "Kamu sebaiknya menengok anak itu, bagaimanapun dia anak kandungmu!" kata Mirela sambil menghela napas panjang."Apakah kamu benar-benar tidak sakit lagi?""Setelah dioleskan obat oleh dokter aku sudah tidak
Mirela terdiam mendengar perkataan narsis suaminya. Memang benar suaminya itu memiliki tubuh yang bagus, tapi apakah harus menyanjung diri sendiri seperti itu?"Mengapa kamu diam? Apakah kamu tidak setuju dengan perkataan aku?" tanya Dean saat melihat istrinya itu hanya berdiam diri tidak merespon kata-katanya."Apakah kamu harus memuji diri sendiri?" tanya Mirela sambil tersenyum tidak berdaya."Tentu, bukankah air laut memang asin sendiri?" kata Dean balik bertanya.Mirela langsung terkekeh geli sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya. Dulu dia berpikir Dean adalah orang yang dingin dan tidak banyak omong. Bukankah itu yang selalu dikatakan oleh sahabat dan kakaknya? Tapi ternyata setelah menikah dengannya, Mirela mendapati Dean tidak sedingin yang dipikirkan kebanyakan orang. Kadang dia juga bisa lucu dan polos seperti anak kecil yang menantikan pujian."Baiklah, suamiku memang memiliki tubuh yang bagus dan ideal," puji Mirela pada akhirnya.D
Perkiraan Mirela memang tepat, setelah melakukan hubungan intim dengan Dean, dia benar-benar tidak bisa bangun hingga Dean bergegas mencari dokter wanita untuk mengobati Mirela yang mengeluh sangat sakit di bagian intinya.Dokter itu hanya berdecak saat melihat apa yang terjadi pada daerah intim Mirela yang bengkak. Dia melirik Dean, ada semacam rasa kesal terlintas di wajah dokter itu. Laki-laki ini benar-benar buas, pikir dokter wanita itu sambil mengolesi salep pada bagian intim Mirela.Mirela merasakan sejuk dan nyaman di bagian intimnya saat sang dokter mengoleskan sesuatu di sana. Sedangkan Dean hanya diam menerima pandangan kesal sang dokter yang bolak balik ditujukan padanya. Apakah itu sangat parah? Tanya Dean dalan hati. Dia benar-benar tidak dapat mengendalikan diri saat berhubungan intim dengan Mirela. Itu benar-benar sangat enak hingga Dean merasa enggan untuk berhenti. "Bagaimana?" tanya Dean kepada dokter wanita itu tanpa dapat menyembunyikan rasa ingin tahunya."Ini b
Melihat bagaimana lembutnya Dean memperlakukan Mirela, petugas hotel wanita itu terpaku tidak bergerak di tempatnya. Dia membayangkan kalau saja yang mendapatkan perlakuan itu adalah dirinya sendiri, betapa bahagianya.Dia baru tersadar setelah mendengar bentakan Dean yang mempertanyakan untuk apa dia masih berada di sini."Maaf tuan, apakah ada hal lain yang tuan perlukan?" tanya petugas wanita itu sopan, tapi tidak meninggalkan kesan genit dari nada suara dan gerak geriknya.Mirela yg berada dalam gendongan suaminya mengangkat wajahnya dan heran melihat sikap genit petugas hotel yang ada di hadapannya saat ini. Mirela mengerutkan kening, biasanya petugas-petugas hotel ini baik yang pria maupun wanita, selalu menampilkan kesan ramah dan sopan, tapi tidak ada nada genit sama sekali dalam suaranya.Dia menatap wajah suaminya ingin tahu apakah suaminya sedang melihat kegenitan petugas itu. Di luar dugaan Mirela, saat ini Dean malah sedang menatap wajah Mirela penuh kelembutan. Sedikitpu
Mirela dan Dean melalui malam pertama mereka dengan penuh gairah. Dean benar-benar merasa puas bisa bersatu dengan wanita yang sudah lama dia kejar dan dambakan. Pagi harinya Dean bangun dengan enerjik sementara Mirela merasakan tubuhnya seperti habis tertabrak. Dia merasakan sakit dan pegal-pegal di seluruh tubuhnya. Itu semua dikarenakan aksi suaminya menjarah dan menggiling dirinya bolak balik. Mirela tidak menyangka kalau suaminya, Dean akan sangat antusias sekali melakukan penyatuan mereka tersebut berulang-ulang.Dean merasa kasihan melihat istrinya terkapar tidak berdaya akibat keganasannya semalam. Dia pun berinisiatif untuk membantu istrinya membersihkan diri di kamar mandi. Dean membopong tubuh Mirela ke kamar mandi dan mulai memandikan istrinya terlebih dahulu.Mirela mulai merasa nyaman dan pegal-pegal nya hilang ketika merasakan siraman air hangat dan pijatan lembut Dean di tubuhnya. Hal ini berbeda dengan Dean yang mati-matian menahan hasratnya agar tidak memakan istrin
Dean menghela napas mendengar pertanyaan Mirela, apakah istrinya ini akan marah jika dia mengatakan terus terang kalau rumah yang sebelumnya Dean tempati saat ini dihuni oleh Sinta dan anaknya."Dia menginginkan tinggal di rumahku untuk menemani anak itu," kata Dean hati-hati sambil menatap wajah istrinya ingin melihat apakah ada perubahan setelah mendengar apa yang dia katakan.Mirela mengerutkan kening mendengar Sinta ikut tinggal di rumah Dean. Apa maksudnya? Sekalipun Dean tidak berniat menikahi Sinta, Mirela akan tetap merasa tidak nyaman jika tinggal satu atap dengan wanita yang pernah melahirkan anak suaminya tersebut."Apakah kamu akan menikahinya?" tanya Mirela ingin tahu.Kalau jawabannya iya maka Mirela tidak akan ragu untuk menggugat cerai suami yang baru dinikahinya ini."Tidak.""Aku tidak bisa tinggal bersama dia ...""Jangan khawatir, kamu dan aku akan pindah dari sana dan menempati rumah kita sendiri," potong Dean semangat."Lalu bagaimana dengan anak itu?""Biarkan d