Setelah puas mengambil foto, reporter itu beringsut menjauh, memeriksa foto-foto hasil jepretannya dan tertawa-tawa karena merasa puas.
"Ini pasti akan menjadi berita heboh, sepertinya Aku akan mendapatkan keuntungan yang besar," kata reporter itu gembira sambil masuk ke dalam mobilnya dan berlalu.
Keesokan paginya berita di berbagai media tentang Rengga yang menangis dan teriak-teriak di depan rumah Mirela saat malam pengantinnya mulai menjamur.
Dean yang sedang membaca berita di ponselnya mengerutkan alis ketika melihatnya dan merasa kesal.
"Dasar bedebah! Bisa-bisanya Dia cari sensasi di malam pernikahannya di depan rumah Mirela!" gerutu Dean sambil menggebrak mejanya.
Dean mulai menelpon Dina dengan wajah merah karena marah, dia benar-benar merasa malu dengan berita yang tersiar soal adik iparnya itu.
"Kak ...," sapa Dina dari seberang telepon dengan suara yang masih mengantuk.
"Dimana Dia?!" tanya Dean to the point.
"Dia Siapa?" tanya Dina heran.
"Suami terkutuk Kamu itu!" cetus Dean tanpa menyembunyikan rasa kesalnya.
"Kak! Mengapa Kakak mengutuk suamiku?!" tanya Mirela tidak terima.
"Ya, Aku mengutuk suami idiotmu itu! Yang sudah menyeret dan mencoreng nama baik kita dengan kelakuan bodohnya di malam pernikahan kalian."
" ... " Dina terdiam, dia tidak menyangka kakaknya tahu soal kejadian tadi malam.
'Sial! Siapa yang membocorkan kejadian tadi malam?' tanya Dina dalam hati sambil mengerutkan kening.
"Periksa berita! Lihat bagaimana suami bodohmu itu menjadi pemberitaan dan juga ... Aku mengucapkan selamat, foto Kamu ada juga di berita itu, apakah kalian senang dan puas? Kalian telah menjadi selebriti terkenal. Aku benar-benar tidak mengerti apa sih yang ada di pikiranmu hingga membiarkan Dia datang di malam pernikahan kalian ke rumah Mirela?!"
"Kak! Semalam Dia sangat mabuk, bukannya Aku membiarkan saja Dia ke rumah Mirela, tapi Dia pergi saat Aku sedang mandi. Aku baru menyadarinya ketika Dia sudah berjalan keluar rumah. Jadi Aku hanya bisa mengikutinya."
"Ha! Mengikutinya? Apakah Kamu ketularan bodoh? Kenapa tidak Kamu panggil satpam untuk membawanya masuk kalau perlu mengikatnya agar tidak bertindak bodoh seperti itu?"
" ... " Dina terdiam, dia juga kesal dengan kejadian tadi malam, tapi dia sungguh tidak mengira kalau kejadian tersebut akan menarik perhatian media.
'Suruh si brengsek itu membereskan masalah yang telah Dia sebabkan sekarang juga sebelum Aku menyuruh orangku ke sana untuk memukulinya!" kata Dean sambil menutup sambungan teleponnya.
" ... " Dina terdiam menatap ponselnya, ini adalah pertama kalinya dia melihat kakaknya mengamuk setelah sekian lama dia menjadi adiknya.
Pras terperangah ketika melihat berita infotainment di salah satu saluran televisi yang mengabarkan kejadian semalam saat Rengga berteriak-teriak memanggil Mirela di depan rumahnya.
"Sial! Kenapa masalah seperti ini bisa terekspos ke media?" gerutu Pras kesal.
Padahal setahu Pras, pihak property mengatakan bahwa komplek tempat tinggal mereka adalah tempat yang terjamin keamanannya dan sangat terjaga privasinya.
Pras segera menelpon pihak agen property untuk menanyakan hal tersebut.
"Apakah kalian sudah melihat berita di media? Bukankah kalian bilang ke orangtuaku kalau hunian di sini aman dan sangat terjaga kerahasiaannya?" tanya Pras kesal setelah telponnya diterima oleh pihak agen property.
" ... kami minta maaf kejadian ini sungguh berada di luar perkiraan kami dan kami juga akan secepatnya mengurus masalah ini," kata agen property itu merasa tidak enak.
Sungguh dia juga tidak habis pikir dan mengerti bagaimana bisa reporter tersebut mengelabui satpam dan keluar masuk dengan leluasa di komplek elit yang keamanannya sangat ketat seperti komplek miliknya ini.
"Aku tidak ingin mendengar alasan apa pun tolong masalah ini segera diurus dan dibereskan!" kata Pras tegas.
"Siap, kami akan berusaha sebisa mungkin agar berita ini tidak akan beredar lagi di masyarakat," janji agen property sambil mengelap keringat di dahinya karena merasa panas dan tidak nyaman saat berbicara dengan Pras.
"Bagus, Aku tunggu kabar baik tindak lanjut kalian dalam menangani urusan ini," sahut Pras sambil menutup telponnya.
" ... " pihak agen property menatap telpon di genggamannya yang diputuskan secara sepihak dan mendadak oleh Pras.
Dia terduduk di kursinya dan melonggarkan sampul dasinya lalu mulai menelepon pihak media.
Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat berita di televisi bahwa media yang pertama merilis berita di depan rumah Pras saat ini menyatakan kebangkrutannya dan media itu pun resmi di tutup.
Sementara itu di dalam sebuah kantor bergaya minimalis milik Rengga .... Pria tampan itu sedang menerima laporan dari anak buahnya tentang tugas yang telah ditugaskan kepadanya. "Sudah dibereskan, Bos!" lapor anak buah Rengga ketika diditanya soal perkembangan tugas yang telah di berikan kepadanya. "Bagus, bagaimana dengan fotografer usil itu?" tanya Rengga sambil bertopang dagu menatap bawahannya malas. "Ketika kami menutup media tempatnya pertama kali up foto dan video, Dia sudah kabur ke luar negeri," sahut bawahannya sambil mengelap keringat yang mulai timbul di dahinya. Dia tidak berani menatap Rengga yang saat ini sedang menatapnya, di dalam hati dia merutuk karena fotograper itu cepat sekali mengambil langkah seribu, sepertinya fotograper itu telah memprediksi kalau Rengga akan mengutus orang untuk menanganinya. "Ke luar negeri? Kemana tepatnya Dia kabur?" tanya Rengga sambil mengtuk pulpennya di meja. " ... " Anak buah Rengga terdiam. Dia juga tidak tahu kemana orang itu
"Awal sekali Aku melihat video itu adalah tadi pagi kemudian Aku merekamnya untuk diperlihatkan kepadamu. Namun, ketika siang tadi Aku cek video itu sudah tidak ada, dan ada kabar media pertama yang mendapatkan dan menyebarkan video dan foto Rengga itu telah menyatakan kebangkrutannya," jelas Veny sambil tersenyum merasa lucu dengan apa yang telah terjadi terhadap mantan tunangan sahabatnya tersebut. "Apakah itu benar-benar perbuatan Rengga?" tanya Mirela heran dan tidak percaya. Seingatnya Rengga adalah seorang yang selalu mempertimbangkan banyak hal dengan pikiran yang positif. Walaupun media tersebut telah memberitakan keburukannya tapi di media itu juga banyak pegawai yang tidak bersalah dan bekerja untuk menghidupi anak dan istrinya. Jadi Mirela tidak percaya kalau mantan tunangannya itu akan mengambil langkah kasar seperti itu. 'Itu seperti bukan Dia ... jangan-jangan itu hasil pekerjaan orang lain,' pikir Mirela sangsi. Veny memutar bola matanya merasa bosan melihat saha
Dean hanya tersenyum sinis menerima laporan dari adiknya itu, dalam pandangannya, Dina benar-benar seperti kerbau yang dicucuk hidungnya oleh Rengga. Adik perempuannya itu benar-benar dibutakan oleh rasa cintanya sendiri hingga tidak dapat membedakan antara sikap cekatan dengan ketakutan. Tanpa harus diberi tahu pun Dean dapat mengetahui mengapa Rengga terburu-buru membereskan masalah ini. Semua itu tidak lepas dari rasa takut Rengga terhadap ancaman Dean. Apalagi yang ditakutkan Rengga kalau bukan karena hal yang berkaitan dengan perusahaannya? "Dasar pecundang," gumam Dean sinis. " ... " semua staf yang sedang mengikuti rapat tampak saling pandang tidak mengerti siapa yang disebut pecundang oleh bos besar mereka. "Lanjutkan!" kata Dean memutuskan berbagai pikiran dan prasangka bawahannya terhadap sikap dan gumamnya tadi. Rapat pun berlanjut kembali hingga sore hari. Setelah semua bawahannya keluar dari ruangan, Dean tampak mengetuk mejanya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Veny sedang menerima Rudi, ajudan ayahnya di dalam ruang kerjanya di perusahaan. Laki-laki muda berambut cepak berpakaian hitam-hitam dan berjaket hitam itu tampak duduk tegak di kursi yang ada di depan meja Veny. "Jadi ada yang telah mencoba mencari tahu di mana keberadaan Mirela saat ini?" tanya Veny memastikan apa yang baru saja dilaporkan oleh ajudan ayahnya kepadanya sambil tersenyum simpul. "Itu benar," sahut Rudi tegas. "Siapa? Apakah Rengga?" tanya Veny ingin tahu. "Bukan, ini orang suruhan Dean." "Dean ... Dean," Veny mengucapkan nama Dean berulang-ulang sambil mengingat si empunya nama. Samar terlintas bayangan seorang pria tampan dan cool yang kerap ditemuinya di acara perhimpunan pengusaha. Veny mengerutkan kening tidak suka mengingat bahwa Dean adalah kakak Dina yang merupakan istri Rengga dan orang yang telah memaksa Rengga meninggalkan acara pertunangannya dengan Mirela demi memenuhi keinginan adik perempuannya. "Mau apa lagi Dia mencari Mirela? Apakah Dia ti
Berita tentang Rengga yang mabuk di malam pernikahannya dan berlari ke depan rumahnya sambil berteriak-teriak meminta maaf itu benar-benar mengusik perasaan Mirela, kalau dia memang sudah memutuskan untuk menikahi wanita lain, mengapa dia melakukan hal yang sangat memalukan tersebut? Mirela benar-benar tidak dapat memahami apa yang ada di dalam pikiran Rengga saat itu, apakah hal tersebut terlahir dari rasa bersalah terhadap dirinya karena telah meninggalkannya di hari pertunangan mereka dan mempermalukannya? Ataukah memang karena pemuda itu sesungguhnya benar-benar mencintainya? 'Tidak! Kalau Dia sungguh mencintai Aku, Dia tidak akan mundur apa pun alasannya, toh Aku tidak menuntutnya harus menjadi orang sukses ataupun pengusaha untuk dapat menikahiku,' batin Mirela sambil menggelengkan kepalanya berusaha untuk menepis semua keraguan dan simpati yang mulai menguasai dirinya. Gadis itu melemparkan pandangannya pada jendela kantor, tiba-tiba ponselnya berdering, Mirela mengalihk
Pras tidak mengerti mengapa pengusaha besar seperti Dean mau ikut campur dalam urusan percintaan antara adiknya dan Rengga. Terakhir Pras juga mendengar kabar dari orang terpercayanya kalau Dean sedang mencari Mirela. 'Apa sebenarnya maksud Dean? Apakah semua yang Dia lakukan masih belum cukup? Apa salah Mirela hingga harus menanggung semua ini?' batin Pras bertanya-tanya tidak mengerti. Pras memutuskan untuk menghalangi pergerakan Dean dalam mencari Mirela, dia memang enggan berurusan dengan Dean, tapi dia tidak bisa tinggal diam melihat adiknya dikejar dan dicari sedemikian rupa seperti maling. Bukankah mereka yang telah mencuri kebahagiaan yang seharusnya menjadi milik Mirela? "Dean ... sepertinya persimpangan antara kita sudah tidak lagi dapat dihindari, jika Kamu bersikeras terus mengganggu adikku, Aku tidak akan tinggal diam," desis Pras sambil meremas kertas laporan dari anak buahnya tentang pergerakan Dean "Uhuk ... uhuk!" Dean yang sedang minum di kantornya terbatuk-b
Perhatian Rengga terpecah ketika mendengar suara panggilan dari ponselnya. Itu Dean! Kakak iparnya. "Ck! Mau ngapain lagi si brengsek itu meneleponku?" gumam Rengga cemberut. "Halo?!" sapa Rengga ketika mengangkat panggilan teleponnya. "Apakah adikku tidak cukup hingga Kamu masih saja memikirkan gadis lain?" todong Dean kesal tanpa basa basi. Rengga terdiam, apakah istrinya telah mengadu kepada kakaknya? "Aku tidak ingin mendengar alasan apa pun, Kamu dan adikku sudah menikah, jadi jangan pikirkan wanita lain lagi siapa pun orangnya. Kamu tidak diizinkan untuk memikirkan wanita lain selain adikku," tegas Dean penuh penekanan. Rengga memutar bola matanya bosan mendengar larangan Dean yang tidak masuk akal. 'Cih! tidak boleh memikirkan wanita lain? Memangnya Dia bisa mengatur pikiranku juga?' cibir Rengga dalam hati sambil tersenyum sinis. "Kenapa Kamu diam?" tanya Dean kesal mendapati sikap Rengga yang sepi dan hening. "Apa yang Aku harus ucapkan? Apakah Aku harus berterim
"Oh ... Apakah suamimu mengeluh kepadamu?" cibir Dean sinis. "Dia tidak mengeluh! Dia mengancamku! Apakah Kamu ingin melihatku celaka? Apakah Kamu dapat melindungi Aku 24 jam non stop jika suamiku sampai gelap mata?!" tuntut Dina penuh keluhan. " ... " Dean terdiam mendengar keluhan adik perempuannya dan bertaya-tanya di dalam hatinya, apakah kali ini dia sudah bertidak sangat keterlaluan? "Aku tahu Kamu mengejar Mirela! Tapi Aku ini adik kandungmu. Kak! Apakah kakak lebih suka melihatku mati berkalang tanah gara-gara kelakuan konyol yang telah Kakak lakukan dengan mengintimidasi suamiku lagi dan lagi?" kata Dina lagi bertanya sedih kepada kakaknya. "Dia tidak akan berani!" kata Dean yakin. "Siapa yang bisa menjamin? Kalau Dia gelap mata dan tidak lagi memedulikan semua hal, apakah Kakak dapat menjamin keselamatanku?" tanya Dina. Dean terdiam. Kali ini adiknya memang benar, siapa yang bisa menjamin bahwa Rengga akan tetap diam saja menerima tekanan demi tekanan dari dirinya. Ba