“Ku harap lain kali kau lebih berhati-hati,” ujar Brandon.
“Terima kasih,” ujar Anna.
“Reva, kebetulan sekali kita bertemu di sini, kau tampak berbeda dari biasanya,” ujar Brandon, berusaha mencairkan suasana.
“Berbeda? Maksudmu?” tanya Anna yang semakin panik rahasianya dengan Reva akan terbongkar.
“Iyaaa jauh lebih cantik dibandingkan sebelumnya,” ujar Brandon yang tak menyadari kini ia tersenyum menatap Anna. Baginya sangat susah untuk menemukan Anna, sejak pemandangan yang ia lihat sebelumnya saat Anna sedang bersama orang lain, Brandon tak memiliki niatan lagi untuk mendekati Anna, namun rupanya saat ia melihat gadis itu kembali, seketika ia mengubah keputusannya.
“Oh, baiklah kalau begitu aku pergi duluan—“
Dengan cepat Brandon segera menahan tangan Anna.
“Biar aku yang antar, bagaimana?” tanya Brandon. Mau tak mau Anna harus menerima tawaran tersebut, karena jika tidak, Brandon dapat mengikutinya lalu melihat sosok Reva menaiki transportasi umum. Dan ini dapat menimbulkan kesan yang buruk pada keluarga Reva nantinya, pada akhirnya Anna pun terpaksa memberitahu jika tujuannya adalah untuk pergi ke Mall Taman Asri.
“Bagaimana dengan luka di kakimu, sudah mendingan?” tanya Brandon.
“Y-Ya lumayan jika dibandingkan dengan sebelumnya,” jawab Anna.
“Baguslah, dengan begitu kita bisa merencanakan kencan kita yang selanjutnya—“
“T-Tunggu, aku salah, masih sedikit sakit rupanya, namun hari ini kupaksakan diri untuk berjalan pergi keluar,” ujar Anna yang tiba-tiba mengganti jawabannya.
Brandon hanya tertawa melihat tingkah laku Anna.
“Bukannya sekarang harusnya kau sibuk mengurusi perusahaan rumah sakit saat ini? Kudengar akan diadakan pembaruan fasilitas sebentar lagi,” ujar Anna.
“Barusan aku baru saja selesai mengadakan pertemuan dan kebetulan melihatmu di jalan tadi. Namun, rupanya kau cukup mengetahui banyak hal mengenai rumah sakit yang ku kelola,” ujar Brandon yang masih berpura-pura bertingkah seolah gadis di depannya adalah Reva yang asli.
“Tentu, orangtuaku telah memberikan informasi yang cukup banyak mengenaimu,” ujar Anna yang mulai kembali berbicara dengan nada soknya itu.
“Kalau boleh tau, untuk apa kau pergi ke Mall Taman Asri siang-siang begini?” tanya Brandon ingin tahu.
“Oh soal itu…aku sedang berusaha untuk membelikan hadiah bagi seseorang, kau cukup mengantarkanku saja, aku bisa pergi sendiri,” ujar Anna.
“Oooo…bagaimana kalau hari ini kutraktir kau makan setelahnya? Jika kau bersedia menerimanya, anggap saja itu sebagai balas budi karena aku sudah menolongmu kemarin,”
“Oh b-baiklah…” ujar Anna, entah mengapa Anna berpikir mungkin ini bisa jadi kesempatan lain untuk membuat Brandon mulai membencinya.
Beberapa saat kemudian kini Brandon berjalan sedang menemani Anna yang sedang memilih hadiah untuk adiknya. Laki-laki itu menunggu tepat di depan toko, sedangkan Anna sedang membayar di kasir untuk barang yang ia pilih.
Saat gadis itu membalikkan badan, tampak Brandon kini sedang berbincang-bincang dengan seseorang.
“Siapa itu?” pikir Anna sambil melangkah menjauhi kasir perlahan.
Betapa terkejutnya Anna saat ia melihat ada Reva bersamaan dengan kedua orangtuanya sedang mengobrol bersama. Anna seketika kembali membalikkan badannya, ia tak ingin bertemu dengan keluarga Reva di situasi seperti ini.
Namun tiba-tiba Ibu Reva memanggil Anna, karena memang ia sudah tak lagi asing dengan gadis tersebut, secara sejak lama Anna sering sekali bermain ke rumah Reva.
“Reva, lihat temanmu ada di sini juga,” ujar Ibu Reva pada putrinya itu. Reva berusaha memaksakan senyumnya.
Reva dan Anna seketika langsung bertatap-tatapan, tanpa pembicaraan mereka sudah saling tahu jika hal inilah yang sedang mereka hindari sejak perjodohan tersebut dimulai.
“Nah kebetulan kita sekeluarga bertemu calon tunangan Reva, mengapa kau tak ikut makan siang bersama kami?” tanya Pak Surya, Ayah Reva dengan nada lembut.
“T-Tetapi sebaiknya aku pergi saja, tidak enak menganggu acara keluarga kalian,” ujar Anna sopan sambil hendak pergi. Namun Pak Surya tetap menahan Anna, ia ingin sesekali teman baik putrinya itu meluangkan waktu bersama Reva serta keluarganya, sekalian memperkenalkan Anna dengan Brandon calon suami Reva.
Mau tak mau, Anna yang merasa tak enakan jika menolak ajakan Pak surya, terpaksa harus ikut makan siang dengan keluarga Reva, serta Brandon.
Keadaan semakin kacau, suasana di tempat makan siang itu sangat hening, Ayah dan Ibu Reva tak henti-hentinya menanyakan kabar mengenai keluarga Brandon dan memperkenalkan jika Anna adalah sahabat putrinya, Brandon sendiri menjawab seluruh pertanyaan tersebut dengan santai.
Kini ia tahu betul semua ini hanya akal-akalan saja, tetapi entah mengapa hatinya tak merasa keberatan sama sekali selama Anna yang berada di sampingnya.
“Bagaimana kabar kencan kalian sebelumnya?” tanya Pak Surya pada putrinya itu.
Reva menatap Anna penuh dengan kekhawatiran, begitu pun sebaliknya.
“B-Baik, semuanya berjalan dengan lancar,” ujar Reva yang berusaha mengarang. Ia tak tahu apa-apa mengenai kencan tersebut, yang ia tahu hanya sebatas Brandon dan Anna pergi ke berbagai tempat termasuk pasar malam.
“Kau sendiri Brandon, bagaimana kesan pertamamu saat pertama kali bertemu dengan Reva?” tanya Pak Surya lagi.
“Ahh sial, mengapa Ayah harus mengajukan pertanyaan seperti itu sih!” ketus Reva dalam hati. Anna yang mendengarkan pertanyaan tersebut segera mengigit bibirnya perlahan, ia takut jika Brandon membongkar semuanya, Reva akan terkenal masalah besar sepulang dari sini.
“Hmmm…kesan pertamaku saat bertemu dengan Reva, dia orang yang cukup pendiam, namun mungkin lama-kelamaan dia akan berubah seiring berjalannya waktu,” ujar Brandon sambil memikirkan kesan pertamanya saat bertemu Reva yang asli barusan.
Anna lega mendengar jawaban tersebut dan sesekali menatap Brandon, laki-laki itu rupanya terus memandanginya sepanjang pembicaraan.
Usai selesai menyantap makan siang, Anna segera berpamitan untuk kembali pulang terlebih dahulu.
Beberapa menit setelah kepulangan Anna, Ayah dan Ibu Reva meninggalkan putrinya itu berduaan dengan Brandon di tempat makan, mereka berharap dengan begitu keduanya dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya lebih dari sebelumnya.
“Sudah, kau tak perlu berpura-pura lagi sekarang,” ujar Reva dingin pada Brandon.
“Berpura-pura? Tidak, aku tak pernah berpura-pura dalam hubungan ini, kesan pertamaku padamu itulah yang kurasakan, juga perasaanku pada Anna,” ujar Brandon.
“Apa? Perasaanmu pada Anna? Biar kuberitahu kau sesuatu, Anna semata-mata melakukan ini semua demi mendapatkan uang yang setimpal, jadi jangan menganggap terlalu serius semua hal yang telah kalian lakukan terutama perasaanmu kepadanya,” ujar Reva yang terlihat muak melihat pria di depannya, secara Brandon sejak kemarin tak segera membatalkan perjodohan mereka.
“Maksudmu? Kau menggunakan temanmu sendiri untuk—“
“Iyaaa, sejak awal aku memang sudah muak dengan perjodohan ini, jika bukan karena pihak keluargamu, perjodohan ini tak akan pernah terjadi,” ujar Reva kesal, lalu ia segera pergi dari hadapan Brandon sambil menelefon kekasihnya, Gerry.
"J-Jadi dia melakukan itu demi...aku harus menemui gadis itu..." pikir Brandon yang masih tak percaya.
“Kita tak akan pernah bisa bersama Brandon, kau tahu itu kan? A-Ayahmu tidak akan setuju, ditambah lagi bagaimana jika Ayahku tau jika aku…” Anna diam, tidak melanjutkan perkataannya. “Jika aku apa Ann?” tanya Brandon, wajahnya semakin mendekati Anna sampai-sampai membuat pipi Anna semakin memerah. “Jika selama ini aku me-nyu-ka-aimu—“ Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Brandon seketika langsung memeluk Anna, sambil mengekspresikan betapa bahagia dirinya dapat bertemu dengan Anna dan berakhir jatuh cinta dengan gadis tersebut. Sore itu Anna mengajak Brandon berjalan menuju taman rumah sakit menggunakan kursi roda, di sela-sela waktu tersebut, Anna melihat sebuah sosok berjas yang sangat tidak asing dalam benaknya. Saat sosok itu menoleh, ia batu tersadar jika orang itu adalah Jackson, pria itu adalah laki-laki yang dahulu ingin dijodohkan degannya sebelum Anna memulai kuliahnya. “Untuk apa dia ada di sini? Terkahir kali ia meneleponku dan sekarang dia datang ke sini?” pikir
Brandon juga tak lupa posisinya sebagai atasan, ia memutuskan untuk memberikan hadiah pada Anna karena ia telah membantu menyelamatkan nyawanya saat peristiwa sebelumnya.Mendapat informasi mengenai kepindahannya sebentar lagi menuju apartemen barunya, Anna segera mengucapkan terima kasih pada atasannya itu, namun ada satu hal yang masih mengganjal dalma pikiranya, yaitu salah satu alasannya ingin pindah ke apartemen yang kini juga menjadi tempat tinggal Brandon adalah karena ia sungguh ingin tahu keadaan Brandon.Tak butuh waktu lama bagi Anna untuk mengemas pindahannya itu. Kehidupannya kini serasa bukan yang dulu lagi, kamar megah yang berada di hadapannya membuatnya sangat tak layak untuk mendapatkan itu semua.“CTIIINGGG!” tiba-tiba sebuah pesan masuk, rupanya Brandon mengabari Anna jika gadis itu butuh bantuan maka dirinya persis ada di kamar tepat di samping kamar Anna.Hari itu Anna berusaha memberanikan diri untuk mengetuk kamar Brand
Sementara itu Ayah Brandon terlihat sedang menunggu kabar mengenai putranya di koridor rumah sakit, ia duduk di sebuah bangku yang terletak tepat di samping ruangan di mana Brandon sedang diperiksa.Di saat yang sama, Jarvis baru saja kembali setelah mengantar Anna menuju Jakarta, sehingga ia tak sengaja bertemu Nicholas, Ayah atasannya itu.Sejatinya setelah mendengar melihat Nicholas yang sedang duduk di bangku kursi rumah sakit, Jarvis segera menghentikan langkahnya dan ia tersenyum."Sepertinya rencana Pak Brandon kali ini berhasil untuk mengungkap semuanya," pikir Jarvis dalam hati.Saat itu juga, dokter yang menangani Brandon keluar. Segera Jarvis berusaha bertingkah jika seakan-seakan ia baru sampai di tepat itu dan tak sengaja berpapasan dengan Nicholas ketika hendak mendengarkan mengenai penjelasan dokter."Bagaimana dok keadaan Brandon anak saya?" tanya Nicholas yang terlihat cemas."Kondisinya baik-baik saja Pak, untung saja luka
Beberapa hari setelah menunggu Brandon akhirnya memberikan kabar jam berapa dirinya dan Anna akan berangkat, Anna pun segera bersiap-siap menunggu kehadiran Brandon untuk menjemputnya. Brandon sendiri saat ini sedang berada di dalam mobilnya, ia sungguh bingung apakah akan menceritakan semua yang sudah ia ketahui beserta rencana-rencananya, namun yang pasti sesampainya ia di kos-kosan Anna, pria itu memutuskan untuk tak menceritakan semuanya pada Anna. Dalam perjalanan kali ini berbeda seperi biasa, Anna dan Brandon sudah tak terlihat canggung seperti biasanya. Beberapa jam berlalu, jalanan yang sebelumnya tidak bisa dilewati oleh Jarvis dan Brandon, kini masih saja tertutup, Brandon sadar ada yang aneh dengan jalanan tersebut, semua ini pasti disengaja oleh orang-orang itu. Saat semua mobil berputar balik, mobil Brandonlah yang masih diam di sana, ia perlahan berusaha mengamati gerak-gerik orang tersebut. "Sepertinya konstruksinya belum seles
Lampu merah lagi-lagi menghiasi perjalanan Michael menuju tempat kos-kosannya, sialnya kali ini ia harus menunggu sekitar seratur dua puluh detik sampai lampu berubah warna menjadi hijau, ia pun memutuskan untuk melihat-lihat ke sekitarnya untuk menghilangkan rasa ngantuk dan rasa bosan yang ia rasakan.Pandangannya tertuju pada seorang gadis yang sedang memakai jaket hitam tepat tak jauh dari mobil yang ia kendarai. Entah mengapa sekilas ia melihat gadis itu, pikirannya mendadak membawanya pada Victoria karena Michael dapat merasakan betul ada sesuatu yabg mirip di antara kedua sosok itu.Michael pun memutuskan untuk mengamati gadis itu kembali, namun ia malah dikejutkan dengan fakta jika wajah gadis itu terlihat sangat mirip dengan Victoria."A-Apa j-jangan-jangan itu..."Michael dengan cepat segera memarkirkan mobilnya ke pinggir jalanan, ia terburu-buru turun dari mobilnya ingin mengecek apakah gadis barusan benar-benar Victoria atau bukan. Namu
"Baiklah itu saja?" tanya Anna yang sedari tadi masih memperhatikan Brandon."T-Tidak, aku menyuruhmu ke sini sekalian ingin mengajakmu untuk...eum...""Untuk apa?" tanya Anna."Untuk pergi denganku ke Depok," ujar Brandon.Anna hanya terdiam, ia bingung, jika dirinya pergi lantas apa yang harus ia katakan pada sahabat-sahabatnya, juga ia masih memiliki tanggung jawab untuk melakukan tugas jaga di rumah sakit."B-Bagaimana dengan Jarvis? B-Bukankah biasanya kau pergi dengannya?" tanya Anna, ia sungguh bingung sekaligus khawatir dirinya hanya akan membebani Brandon selama perjalanan."I-Iya, namun Jarvis memiliki kesibukan lain untuk menyelidiki lebih dalam mengenai orang-orang komplotan berpakaian hitam itu, jadi dari pada aku pergi sendiri, aku memutuskan untuk megajakmu bagaimana? tanya Brandon, sebenarnya Jarvis bisa saja ajak pergi meskipun asistennya itu sedang menjalankan pekerjaan lain, namun kali ini Brandon ingin Anna yang men
"Lalu bagaimana setelahnya?" tanya Michael kembali, rupanya ia masih tak mau menyerah."S-Setelahnya...aku hanya membantu Pak Brandon mengenai urusan yang berhubungan dengan rumah sakit, mungkin dari semua mahasiswa, dia mempercayaiku, itu saja," jelas Anna, semua yang ia katakan sebenarnya bisa dikaitkan dengan fakta yang sebenarnya.Setelah mendengar jawaban Anna, Michael merasa ia masih memiliiki kesempatan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan Anna, lebih dari sekedar sahabat.Ia juga memberitahukan kepada sahabatnya itu untuk percaya kepadanya, Michael dapat menjamin jika hal yang ia lakukan ini hanya untuk memberikan ganjaran pada orang-orang yang telah melakukan korupsi terhadap beasiswa milik Anna itu, dan berita ini tak akan menyebar sampai ke publik, ia berjanji.Setelah hari pertemuannya dengan Anna dan Jasmine, Michael merasa entah mengapa hubungannya dengan Victoria semakin renggang.Biasanya setiap pagi, Victoria akan selalu meny
Seperti biasanya, siapa pun jika ingin masuk ke dalam ruangan Brandon, pasti harus mengetuk pintu terlebih dahulu. "Ya, masuk!" ujar Brandon dari dalam ruangan. Awalnya ia kira itu hanya Jarvis yang seperti biasa selalu membawakannya berkas-berkas perusahaan. Namun saat ia melihat bahwa orang yang datang ke ruangannya itu adalah Anna, tatapannya segera terpaku pada kemunculan gadis itu dari balik pintu. Brandon yang berdiri segera menyambut Anna. "A-Anna?" "Maaf mengganggu waktumu, aku ke sini untuk menanyakan mengenai hal yang ingin kau bicarakan kemarin," ujar Anna. Mendengar hal itu, Brandon segera menceritakan hal yang ia lihat waktu ia sedang dalam perjalanan dengan Jarvis menuju Depok untuk mendatangi lokasi sekretaris lama Ayahnya untuk mencari sertifikat saham Calvin. Ia menceritakan pada Anna jika sosok orang-orang yang ia temui di area jalanan saat itu terlihat sangat mirip bahkan sama dengan orang-orang yang waktu itu
Sesampainya di kamar, Anna mendadak terdiam. Entah mengapa ia merasa tidak enakan pada Michael, karena beasiswanya yang terputus, sahabatnya itu tiba-tiba saja menjadi terpangil untuk membantu dirinya.Tidak cuma sampai situ, Anna sendiri pun merasa bersalah pada Brandon, karena baru saja beberapa menit yang lalu dirinya seperti seakan-akan tak ingin mendengarkan sepatah kata pun yang keluar dari mulut pria itu.Sementara itu, Brandon di sisi lain memutuskan untuk segera kembali ke rumahnya setelah mendengar jika Anna menyuruhnya untuk menyimpan apa yang mau ia katakan sampai besok.Sebenarnya bukan hal itu yang membuatnya kepikiran, melainkan fakta jika ia baru saja melihat dengan mata kepalanya sendiri dari kejauhan dan juga dari foto yang dikirim oleh Victoria, jika Anna dan Michael memang menyimpan sesuatu di antara mereka."Kamu memang datang di waktu yang tidak tepat, bagaimana mungkin seseorang sepertimu yang baru ditemui oleh Anna, bisa menjalin h