Dengan cepat Anna yang duduk di sebelah kursi pengemudi segera memberikan kunci kamarnya pada Adik laki-lakinya yang duduk di bagian tengah mobil.
"Terima kasih Ka," ujar Raditya yang segera keluar dari mobil Brandon diikuti dengan Anna yang hendak membuka pintu mobil tersebut, namun perlahan menutup pintu itu kembali.
"E-Eum...terima kasih ya karena kau sudah mengantarkan kami, dan maaf jika kemarin kata-kataku terlalu berlebihan, memang benar faktanya jika aku rela menggantikan Reva karena ia menawariku sejumlah uang sebagai gantinya, namun sejujurnya aku tak pernah membencimu a-atau bahkan sengaja untuk menjauhimu..." ujar Anna yang kini terus menatap kedua tangannya, ia tak ingin melihat reaksi Brandon yang berada tepat di sampingnya.
"Aku mengerti, tak apa-apa, aku tak pernah menyalahkanmu atas semua ini, aku hanya merasa sedikit terganggu jika kau terus-menerus menjauhiku," ujar Brandon yang tampak malu-malu mengatakan hal tersebut.
"A-Apa ini ada hubungannya dengan perasaan yang kau katakan sebelumnya?" tanya Anna yang masih tak menatap ke arah Brandon.
"Iyaaa...sejujurnya sejak awal pertemuanku denganmu, setelah itu entah mengapa aku selalu merasa senang dan nyaman dengan keberadaanmu," ujar Brandon yang mengatakan hal itu dengan segenap keberaniannya sambil menatap ke arah Anna.
"J-Jadi apa yang sebenarnya kau harapkan dariku?" tanya Anna, kali ini sambil menatap Brandon.
Brandon maju mendekati telinga kiri Anna dan membisikkan sesuatu.
"Bagaimana kalau kau setuju mengikuti kencan kedua nanti?" tanya Brandon, yang tak menyadari kini muka Anna mulai memerah seperti jambu.
"Tetapi kau tahu kan aku bukan Reva, mana mungkin kita bertemu lagi sebagai—"
"Shhhttt...tenang saja,"
Tiba-tiba Brandon membuat Anna diam seketika dengan meletakkan jari telunjuknya di atas bibir gadis tersebut.
"Biar aku yang atur semuanya, ya kebetulan berkat Jevon aku bisa mendapatkan nomor teleponmu jadi pastikan kau menjawab dan membalas pesan atau panggilan dariku," ujar Brandon, mengingat kejadian saat Adik laki-lakinya itu menelpon dirinya menggunakan handphone milik Anna.
Anna langsung menjauhkan dirinya yang kini berjarak sangat dekat dengan wajah Brandon, ia ingin segera keluar dari situasi tersebut secepat mungkin ditambah pasti Raditya sudah menunggunya di dalam kamar sekarang.
"B-Baiklah terserah kau saja...terima kasih, aku balik duluan..." ujar Anna yang segera keluar dari mobil Brandon.
"BRAKKK!!!" Anna segera masuk ke dalam kamarnya dan mengecek keluar jendela untuk memastikan apakah mobil Brandon sudah pergi atau belum.
"Ka!" teriak Raditya yang berusaha mengejutkan Kakaknya itu dari balik pintu kamar.
"ASTAGA!!!" teriak Anna yang terkejut karena baru ingat kini ada Raditya di kamarnya.
"Siapa sih laki-laki itu Ka?" tanya Raditya dengan polosnya pada Anna.
"Dia bukan siapa-siapa kok, hanya atasan Kakak saja yang kebetulan ketemu tadi," ujar Anna sambil tersenyum hangat pada Adiknya.
"Tetapi dia bilang tadi kau telah berkencan dengannya..." ujar Raditya, keingintahuannya belum hilang sejak tadi.
"M-Mungkin dia salah orang atau temannya memiliki muka yang serupa denganku? A-Atau mereka sedang membicarakan orang lain bukan Kakak," ujar Anna, dirinya hanya berharap setelah ini Raditya berhenti menanyakan sesuatu mengenai Brandon.
"Ooo okeee Ka," ujar Raditya riang lalu sibuk kembali dengan barang-barang Anna yang ia temukan di lemari, sama saat pertama kali dirinya datang ke kamar tersebut untuk melepas Kakaknya di Kota Jakarta.
"Oiya Dit," ujar Anna sambil sibuk mengecek sesuatu dari dalam kantong belanjaan.
"Iya?"
"Kakak punya sesuatu buat kamu, tetapi tutup matamu dahulu," ujar Anna yang memperhatikan Raditya kini telah menutup matanya, setelah itu ia segera mengeluarkan kotak besar yang sudah dibungkus dengan rapih.
"Nah sekarang buka mata kamu," seketika Raditya membuka wajahnya, kebahagiaan terpancar dalam wajahnya.
"Ini hadiah buat aku?" tanya Raditya bersemangat.
Anna mengangguk, sambil menatap Adiknya itu membuka hadiah yang ia belikan dengan susah payah dengan mengumpulkan uang jajannya yang diberikan oleh pemerintah setiap bulannya bagi siswa yang sangat membutuhkan biaya juga beasiswa.
Dengan cepat dan bersemangat Raditya membuka bungkusan hadiah yang ada di dalam kotak itu. Betapa terkejutnya ia saat di dalamnya terdapat banyak sekali peralatan tulis lengkap yang sudah ia inginkan sejak dahulu.
"Woahhh...terima kasih ya Ka!" ujar Raditya sambil memeluk Anna.
"Iyaa sama-sama, kamu berhak mendapatkan itu semua Dit, secara kamu sudah berhasil mendapatkan beasiswa yang tidak semua anak bisa dapatkan, Kakak bangga sekali sama kamu!" ujar Anna sambil mengelus kepala Raditya dengan perasaan bangga.
"TOK TOK TOK TOK!"
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Anna.
"Biar aku saja," ujar Raditya yang segera membukakan pintu tersebut. Ternyata itu adalah Lisa, Ibu Anna dan Raditya yang datang untuk menjemput sang Adik kembali ke Bandung.
Sebelum sang Ibu pergi, Anna memutuskan untuk berbincang-bincang dengan Ibunya sebentar.
"Bagaimana keadaan Ayah di sana Bu?" tanya Anna khawatir.
"Ayahmu, ya dia baik-baik saja Ann, pekerjaannya berjalan lancar, dan penghasilannya pun masih cukup untuk membiayai keseharian kami," ujar Lisa yang saat ini merasa lega melihat keadaan putri sulungnya itu.
"Kamu sendiri bagaimana Ann selama masa bertugas di Rumah Sakit Sentral Medika?" tanya Lisa, ingin tahu bagaimana keadaan putrinya saat ini.
"Baik kok Bu di sini, suasananya nyaman dan teman-temannya suportif sekali," ujar Anna, berusaha menutupi fakta kalau ia sedang memiliki masalah dengan atasannya sendiri yang bernama Brandon.
"Kalau soal biaya? Sampai akhir kelulusan kamu nanti, pemerintah tetap membiayainya kan?"
Anna terdiam sejenak, selama ini ia telah menyembunyikan fakta jika beasiswanya dicabut akibat dirinya yang mencoba pekerjaan menjadi guru les anak-anak sekolah menengah atas yang hendak masuk ke perguruan tinggi saat keluarganya sedang mengalami krisis keuangan, dan kini ia membutuhkan uang sebesar lima belas juta untuk salah satu syarat kelulusannya.
"Iyaaa tenang saja Bu, beasiswa itu kan berlaku sampai akhir kelulusanku," ujar Anna sambil tersenyum, berusaha menutupi kebohongannya.
"Baguslah kalau begitu...oh iya, sebentar," ujar Lisa sambil merogoh tasnya dan mengeluarkan sejumlah uang.
"Ini Ann, ada sejumlah uang untukmu, Ayahmu menyuruh Ibu memberikan ini padamu sebagai ganti uang saku bulanan yang kau berikan pada kami saat Ayahmu sedang krisis keuangan," ujar Lisa sambil memberikan uang itu pada tangan putrinya.
"O-Oh tidak perlu Bu, tidak apa-apa, kalian simpan saja ya uang ini, bilang pada Ayah kalau aku sungguh baik-baik saja di sini dan mengenai uang yang kuberikan sebelumnya tak perlu dikembalikan," ujar Anna yang sadar jika keluarganya jauh lebih membutuhkan uang tersebut suatu saat nanti.
Setelah lanjut berbincang-bincang sebentar, akhirnya Raditya dan Lisa memutuskan untuk segera kembali sebelum hari mulai gelap. Anna segera berpamitan memeluk Ibu dan Adiknya itu, ia sebenarnya merasa kesepian namun tak mungkin menahan mereka lebih lama lagi.
“Kita tak akan pernah bisa bersama Brandon, kau tahu itu kan? A-Ayahmu tidak akan setuju, ditambah lagi bagaimana jika Ayahku tau jika aku…” Anna diam, tidak melanjutkan perkataannya. “Jika aku apa Ann?” tanya Brandon, wajahnya semakin mendekati Anna sampai-sampai membuat pipi Anna semakin memerah. “Jika selama ini aku me-nyu-ka-aimu—“ Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Brandon seketika langsung memeluk Anna, sambil mengekspresikan betapa bahagia dirinya dapat bertemu dengan Anna dan berakhir jatuh cinta dengan gadis tersebut. Sore itu Anna mengajak Brandon berjalan menuju taman rumah sakit menggunakan kursi roda, di sela-sela waktu tersebut, Anna melihat sebuah sosok berjas yang sangat tidak asing dalam benaknya. Saat sosok itu menoleh, ia batu tersadar jika orang itu adalah Jackson, pria itu adalah laki-laki yang dahulu ingin dijodohkan degannya sebelum Anna memulai kuliahnya. “Untuk apa dia ada di sini? Terkahir kali ia meneleponku dan sekarang dia datang ke sini?” pikir
Brandon juga tak lupa posisinya sebagai atasan, ia memutuskan untuk memberikan hadiah pada Anna karena ia telah membantu menyelamatkan nyawanya saat peristiwa sebelumnya.Mendapat informasi mengenai kepindahannya sebentar lagi menuju apartemen barunya, Anna segera mengucapkan terima kasih pada atasannya itu, namun ada satu hal yang masih mengganjal dalma pikiranya, yaitu salah satu alasannya ingin pindah ke apartemen yang kini juga menjadi tempat tinggal Brandon adalah karena ia sungguh ingin tahu keadaan Brandon.Tak butuh waktu lama bagi Anna untuk mengemas pindahannya itu. Kehidupannya kini serasa bukan yang dulu lagi, kamar megah yang berada di hadapannya membuatnya sangat tak layak untuk mendapatkan itu semua.“CTIIINGGG!” tiba-tiba sebuah pesan masuk, rupanya Brandon mengabari Anna jika gadis itu butuh bantuan maka dirinya persis ada di kamar tepat di samping kamar Anna.Hari itu Anna berusaha memberanikan diri untuk mengetuk kamar Brand
Sementara itu Ayah Brandon terlihat sedang menunggu kabar mengenai putranya di koridor rumah sakit, ia duduk di sebuah bangku yang terletak tepat di samping ruangan di mana Brandon sedang diperiksa.Di saat yang sama, Jarvis baru saja kembali setelah mengantar Anna menuju Jakarta, sehingga ia tak sengaja bertemu Nicholas, Ayah atasannya itu.Sejatinya setelah mendengar melihat Nicholas yang sedang duduk di bangku kursi rumah sakit, Jarvis segera menghentikan langkahnya dan ia tersenyum."Sepertinya rencana Pak Brandon kali ini berhasil untuk mengungkap semuanya," pikir Jarvis dalam hati.Saat itu juga, dokter yang menangani Brandon keluar. Segera Jarvis berusaha bertingkah jika seakan-seakan ia baru sampai di tepat itu dan tak sengaja berpapasan dengan Nicholas ketika hendak mendengarkan mengenai penjelasan dokter."Bagaimana dok keadaan Brandon anak saya?" tanya Nicholas yang terlihat cemas."Kondisinya baik-baik saja Pak, untung saja luka
Beberapa hari setelah menunggu Brandon akhirnya memberikan kabar jam berapa dirinya dan Anna akan berangkat, Anna pun segera bersiap-siap menunggu kehadiran Brandon untuk menjemputnya. Brandon sendiri saat ini sedang berada di dalam mobilnya, ia sungguh bingung apakah akan menceritakan semua yang sudah ia ketahui beserta rencana-rencananya, namun yang pasti sesampainya ia di kos-kosan Anna, pria itu memutuskan untuk tak menceritakan semuanya pada Anna. Dalam perjalanan kali ini berbeda seperi biasa, Anna dan Brandon sudah tak terlihat canggung seperti biasanya. Beberapa jam berlalu, jalanan yang sebelumnya tidak bisa dilewati oleh Jarvis dan Brandon, kini masih saja tertutup, Brandon sadar ada yang aneh dengan jalanan tersebut, semua ini pasti disengaja oleh orang-orang itu. Saat semua mobil berputar balik, mobil Brandonlah yang masih diam di sana, ia perlahan berusaha mengamati gerak-gerik orang tersebut. "Sepertinya konstruksinya belum seles
Lampu merah lagi-lagi menghiasi perjalanan Michael menuju tempat kos-kosannya, sialnya kali ini ia harus menunggu sekitar seratur dua puluh detik sampai lampu berubah warna menjadi hijau, ia pun memutuskan untuk melihat-lihat ke sekitarnya untuk menghilangkan rasa ngantuk dan rasa bosan yang ia rasakan.Pandangannya tertuju pada seorang gadis yang sedang memakai jaket hitam tepat tak jauh dari mobil yang ia kendarai. Entah mengapa sekilas ia melihat gadis itu, pikirannya mendadak membawanya pada Victoria karena Michael dapat merasakan betul ada sesuatu yabg mirip di antara kedua sosok itu.Michael pun memutuskan untuk mengamati gadis itu kembali, namun ia malah dikejutkan dengan fakta jika wajah gadis itu terlihat sangat mirip dengan Victoria."A-Apa j-jangan-jangan itu..."Michael dengan cepat segera memarkirkan mobilnya ke pinggir jalanan, ia terburu-buru turun dari mobilnya ingin mengecek apakah gadis barusan benar-benar Victoria atau bukan. Namu
"Baiklah itu saja?" tanya Anna yang sedari tadi masih memperhatikan Brandon."T-Tidak, aku menyuruhmu ke sini sekalian ingin mengajakmu untuk...eum...""Untuk apa?" tanya Anna."Untuk pergi denganku ke Depok," ujar Brandon.Anna hanya terdiam, ia bingung, jika dirinya pergi lantas apa yang harus ia katakan pada sahabat-sahabatnya, juga ia masih memiliki tanggung jawab untuk melakukan tugas jaga di rumah sakit."B-Bagaimana dengan Jarvis? B-Bukankah biasanya kau pergi dengannya?" tanya Anna, ia sungguh bingung sekaligus khawatir dirinya hanya akan membebani Brandon selama perjalanan."I-Iya, namun Jarvis memiliki kesibukan lain untuk menyelidiki lebih dalam mengenai orang-orang komplotan berpakaian hitam itu, jadi dari pada aku pergi sendiri, aku memutuskan untuk megajakmu bagaimana? tanya Brandon, sebenarnya Jarvis bisa saja ajak pergi meskipun asistennya itu sedang menjalankan pekerjaan lain, namun kali ini Brandon ingin Anna yang men
"Lalu bagaimana setelahnya?" tanya Michael kembali, rupanya ia masih tak mau menyerah."S-Setelahnya...aku hanya membantu Pak Brandon mengenai urusan yang berhubungan dengan rumah sakit, mungkin dari semua mahasiswa, dia mempercayaiku, itu saja," jelas Anna, semua yang ia katakan sebenarnya bisa dikaitkan dengan fakta yang sebenarnya.Setelah mendengar jawaban Anna, Michael merasa ia masih memiliiki kesempatan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan Anna, lebih dari sekedar sahabat.Ia juga memberitahukan kepada sahabatnya itu untuk percaya kepadanya, Michael dapat menjamin jika hal yang ia lakukan ini hanya untuk memberikan ganjaran pada orang-orang yang telah melakukan korupsi terhadap beasiswa milik Anna itu, dan berita ini tak akan menyebar sampai ke publik, ia berjanji.Setelah hari pertemuannya dengan Anna dan Jasmine, Michael merasa entah mengapa hubungannya dengan Victoria semakin renggang.Biasanya setiap pagi, Victoria akan selalu meny
Seperti biasanya, siapa pun jika ingin masuk ke dalam ruangan Brandon, pasti harus mengetuk pintu terlebih dahulu. "Ya, masuk!" ujar Brandon dari dalam ruangan. Awalnya ia kira itu hanya Jarvis yang seperti biasa selalu membawakannya berkas-berkas perusahaan. Namun saat ia melihat bahwa orang yang datang ke ruangannya itu adalah Anna, tatapannya segera terpaku pada kemunculan gadis itu dari balik pintu. Brandon yang berdiri segera menyambut Anna. "A-Anna?" "Maaf mengganggu waktumu, aku ke sini untuk menanyakan mengenai hal yang ingin kau bicarakan kemarin," ujar Anna. Mendengar hal itu, Brandon segera menceritakan hal yang ia lihat waktu ia sedang dalam perjalanan dengan Jarvis menuju Depok untuk mendatangi lokasi sekretaris lama Ayahnya untuk mencari sertifikat saham Calvin. Ia menceritakan pada Anna jika sosok orang-orang yang ia temui di area jalanan saat itu terlihat sangat mirip bahkan sama dengan orang-orang yang waktu itu
Sesampainya di kamar, Anna mendadak terdiam. Entah mengapa ia merasa tidak enakan pada Michael, karena beasiswanya yang terputus, sahabatnya itu tiba-tiba saja menjadi terpangil untuk membantu dirinya.Tidak cuma sampai situ, Anna sendiri pun merasa bersalah pada Brandon, karena baru saja beberapa menit yang lalu dirinya seperti seakan-akan tak ingin mendengarkan sepatah kata pun yang keluar dari mulut pria itu.Sementara itu, Brandon di sisi lain memutuskan untuk segera kembali ke rumahnya setelah mendengar jika Anna menyuruhnya untuk menyimpan apa yang mau ia katakan sampai besok.Sebenarnya bukan hal itu yang membuatnya kepikiran, melainkan fakta jika ia baru saja melihat dengan mata kepalanya sendiri dari kejauhan dan juga dari foto yang dikirim oleh Victoria, jika Anna dan Michael memang menyimpan sesuatu di antara mereka."Kamu memang datang di waktu yang tidak tepat, bagaimana mungkin seseorang sepertimu yang baru ditemui oleh Anna, bisa menjalin h