Share

BAGIAN 8: BUKAN SIAPA-SIAPA

Dengan cepat Anna yang duduk di sebelah kursi pengemudi segera memberikan kunci kamarnya pada Adik laki-lakinya yang duduk di bagian tengah mobil.

"Terima kasih Ka," ujar Raditya yang segera keluar dari mobil Brandon diikuti dengan Anna yang hendak membuka pintu mobil tersebut, namun perlahan menutup pintu itu kembali.

"E-Eum...terima kasih ya karena kau sudah mengantarkan kami, dan maaf jika kemarin kata-kataku terlalu berlebihan, memang benar faktanya jika aku rela menggantikan Reva karena ia menawariku sejumlah uang sebagai gantinya, namun sejujurnya aku tak pernah membencimu a-atau bahkan sengaja untuk menjauhimu..." ujar Anna yang kini terus menatap kedua tangannya, ia tak ingin melihat reaksi Brandon yang berada tepat di sampingnya.

"Aku mengerti, tak apa-apa, aku tak pernah menyalahkanmu atas semua ini, aku hanya merasa sedikit terganggu jika kau terus-menerus menjauhiku," ujar Brandon yang tampak malu-malu mengatakan hal tersebut.

"A-Apa ini ada hubungannya dengan perasaan yang kau katakan sebelumnya?" tanya Anna yang masih tak menatap ke arah Brandon.

"Iyaaa...sejujurnya sejak awal pertemuanku denganmu, setelah itu entah mengapa aku selalu merasa senang dan nyaman dengan keberadaanmu," ujar Brandon yang mengatakan hal itu dengan segenap keberaniannya sambil menatap ke arah Anna.

"J-Jadi apa yang sebenarnya kau harapkan dariku?" tanya Anna, kali ini sambil menatap Brandon.

Brandon maju mendekati telinga kiri Anna dan membisikkan sesuatu.

"Bagaimana kalau kau setuju mengikuti kencan kedua nanti?" tanya Brandon, yang tak menyadari kini muka Anna mulai memerah seperti jambu.

"Tetapi kau tahu kan aku bukan Reva, mana mungkin kita bertemu lagi sebagai—" 

"Shhhttt...tenang saja,"

Tiba-tiba Brandon membuat Anna diam seketika dengan meletakkan jari telunjuknya di atas bibir gadis tersebut.

"Biar aku yang atur semuanya, ya kebetulan berkat Jevon aku bisa mendapatkan nomor teleponmu jadi pastikan kau menjawab dan membalas pesan atau panggilan dariku," ujar Brandon, mengingat kejadian saat Adik laki-lakinya itu menelpon dirinya menggunakan handphone milik Anna.

Anna langsung menjauhkan dirinya yang kini berjarak sangat dekat dengan wajah Brandon, ia ingin segera keluar dari situasi tersebut secepat mungkin ditambah pasti Raditya sudah menunggunya di dalam kamar sekarang.

"B-Baiklah terserah kau saja...terima kasih, aku balik duluan..." ujar Anna yang segera keluar dari mobil Brandon.

"BRAKKK!!!" Anna segera masuk ke dalam kamarnya dan mengecek keluar jendela untuk memastikan apakah mobil Brandon sudah pergi atau belum.

"Ka!" teriak Raditya yang berusaha mengejutkan Kakaknya itu dari balik pintu kamar.

"ASTAGA!!!" teriak Anna yang terkejut karena baru ingat kini ada Raditya di kamarnya.

"Siapa sih laki-laki itu Ka?" tanya Raditya dengan polosnya pada Anna.

"Dia bukan siapa-siapa kok, hanya atasan Kakak saja yang kebetulan ketemu tadi," ujar Anna sambil tersenyum hangat pada Adiknya.

"Tetapi dia bilang tadi kau telah berkencan dengannya..." ujar Raditya, keingintahuannya belum hilang sejak tadi.

"M-Mungkin dia salah orang atau temannya memiliki muka yang serupa denganku? A-Atau mereka sedang membicarakan orang lain bukan Kakak," ujar Anna, dirinya hanya berharap setelah ini Raditya berhenti menanyakan sesuatu mengenai Brandon.

"Ooo okeee Ka," ujar Raditya riang lalu sibuk kembali dengan barang-barang Anna yang ia temukan di lemari, sama saat pertama kali dirinya datang ke kamar tersebut untuk melepas Kakaknya di Kota Jakarta.

"Oiya Dit," ujar Anna sambil sibuk mengecek sesuatu dari dalam kantong belanjaan.

"Iya?"

"Kakak punya sesuatu buat kamu, tetapi tutup matamu dahulu," ujar Anna yang memperhatikan Raditya kini telah menutup matanya, setelah itu ia segera mengeluarkan kotak besar yang sudah dibungkus dengan rapih.

"Nah sekarang buka mata kamu," seketika Raditya membuka wajahnya, kebahagiaan terpancar dalam wajahnya.

"Ini hadiah buat aku?" tanya Raditya bersemangat.

Anna mengangguk, sambil menatap Adiknya itu membuka hadiah yang ia belikan dengan susah payah dengan mengumpulkan uang jajannya yang diberikan oleh pemerintah setiap bulannya bagi siswa yang sangat membutuhkan biaya juga beasiswa.

Dengan cepat dan bersemangat Raditya membuka bungkusan hadiah yang ada di dalam kotak itu. Betapa terkejutnya ia saat di dalamnya terdapat banyak sekali peralatan tulis lengkap yang sudah ia inginkan sejak dahulu.

"Woahhh...terima kasih ya Ka!" ujar Raditya sambil memeluk Anna.

"Iyaa sama-sama, kamu berhak mendapatkan itu semua Dit, secara kamu sudah berhasil mendapatkan beasiswa yang tidak semua anak bisa dapatkan, Kakak bangga sekali sama kamu!" ujar Anna sambil mengelus kepala Raditya dengan perasaan bangga.

"TOK TOK TOK TOK!"

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Anna.

"Biar aku saja," ujar Raditya yang segera membukakan pintu tersebut. Ternyata itu adalah Lisa, Ibu Anna dan Raditya yang datang untuk menjemput sang Adik kembali ke Bandung.

Sebelum sang Ibu pergi, Anna memutuskan untuk berbincang-bincang dengan Ibunya sebentar.

"Bagaimana keadaan Ayah di sana Bu?" tanya Anna khawatir.

"Ayahmu, ya dia baik-baik saja Ann, pekerjaannya berjalan lancar, dan penghasilannya pun masih cukup untuk membiayai keseharian kami," ujar Lisa yang saat ini merasa lega melihat keadaan putri sulungnya itu.

"Kamu sendiri bagaimana Ann selama masa bertugas di Rumah Sakit Sentral Medika?" tanya Lisa, ingin tahu bagaimana keadaan putrinya saat ini.

"Baik kok Bu di sini, suasananya nyaman dan teman-temannya suportif sekali," ujar Anna, berusaha menutupi fakta kalau ia sedang memiliki masalah dengan atasannya sendiri yang bernama Brandon.

"Kalau soal biaya? Sampai akhir kelulusan kamu nanti, pemerintah tetap membiayainya kan?" 

Anna terdiam sejenak, selama ini ia telah menyembunyikan fakta jika beasiswanya dicabut akibat dirinya yang mencoba pekerjaan menjadi guru les anak-anak sekolah menengah atas yang hendak masuk ke perguruan tinggi saat keluarganya sedang mengalami krisis keuangan, dan kini ia membutuhkan uang sebesar lima belas juta untuk salah satu syarat kelulusannya.

"Iyaaa tenang saja Bu, beasiswa itu kan berlaku sampai akhir kelulusanku," ujar Anna sambil tersenyum, berusaha menutupi kebohongannya.

"Baguslah kalau begitu...oh iya, sebentar," ujar Lisa sambil merogoh tasnya dan mengeluarkan sejumlah uang.

"Ini Ann, ada sejumlah uang untukmu, Ayahmu menyuruh Ibu memberikan ini padamu sebagai ganti uang saku bulanan yang kau berikan pada kami saat Ayahmu sedang krisis keuangan," ujar Lisa sambil memberikan uang itu pada tangan putrinya.

"O-Oh tidak perlu Bu, tidak apa-apa, kalian simpan saja ya uang ini, bilang pada Ayah kalau aku sungguh baik-baik saja di sini dan mengenai uang yang kuberikan sebelumnya tak perlu dikembalikan," ujar Anna yang sadar jika keluarganya jauh lebih membutuhkan uang tersebut suatu saat nanti.

Setelah lanjut berbincang-bincang sebentar, akhirnya Raditya dan Lisa memutuskan untuk segera kembali sebelum hari mulai gelap. Anna segera berpamitan memeluk Ibu dan Adiknya itu, ia sebenarnya merasa kesepian namun tak mungkin menahan mereka lebih lama lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status