Tubuh Deric mendarat di tanah tanpa bisa dicegah. Pria itu berusaha bangkit dengan memfokuskankan kekuatan pada kedua tangan. “Jangan khawatir, aku baik-baik saja,” ucapnya.
“Tak ada yang mengingankan hal itu darimu,” sahut Jonathan tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Wajah Deric kembali menempel ke tanah saat tangannya gagal menjalankan tugas. Meski begitu, ia tak menyerah untuk mencoba hal sama berulang kali. Hal ini bukanlah masalah besar baginya. Ia sudah pernah mengalami perundungan yang lebih berat dari sekadar ditendang dari teras dan berakhir dengan mencumbu tanah.
Pernah suatu waktu Jonathan dan James mengikatnya di pohon besar di belakang rumah selama semalaman. Keduanya melarang siapa pun untuk melepas ikatan. Barulah saat pagi menjelang, kakak-beradik itu membiarkan Deric pergi dengan tubuh lemas setelah puas tertawa cekikikan.
Tak sampai di sana, beberapa bulan lalu, tepatnya saat keluarga Aberald mendapat undangan dari salah satu rekan bisnis, tiba-tiba saja Jeremy mengajaknya untuk bergabung. Namun, saat berada di tengah perjalanan, Deric tiba-tiba diturunkan secara paksa di tengah jalan tol tanpa alat komunikasi dan uang sepeser pun. Ketika ia pulang kembali ke kediaman, bukannya mendapat sambutan, ia malah disuguhkan dengan hinaan dan cacian.
“Kau persis seperti babi di peternakan,” ejek Jonathan dengan senyum melintang di wajah.
“Jonathan, cukup,” ucap Jeremy.
Jonathan berdecak, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
“Apa aku melewatkan sesuatu yang menarik?” tanya James yang baru muncul dari pintu utama. Ketika pandangannya tertuju ke arah Deric, ia seketika terbahak sembari memegang perutnya. “Apakah ini hadiah dari Tuhan karena aku bangun di pagi buta seperti ini? Oh, ini pasti hari keberuntunganku.”
“James, diamlah!” Jeremy mengembus napas panjang, lalu mengecek jam di pergelangan tangan. Pandangannya kemudian teralih pada dua adiknya. “Kalian berdua, angkat sampah itu dan dudukkan dia di kursi roda seperti semula.”
“Oh, ayolah,” ujar Jonathan dan James kompak.
“Kenapa selalu aku yang harus berurusan dengan pria berkaki roda itu?” keluh James.
“Karena kau yang paling dekat dengannya,” jawab Jeremy.
James dengan berat hati menyusul Jonathan yang sudah ada di samping Deric.
“Padahal aku tak keberatan jika harus memeluk tanah ini lebih lama,” kata Deric dengan kekehan kecil.
“Kau selalu saja bicara omong kosong!” bentak Jonathan sembari mengangkat kursi roda dari tubuh Deric. “Ingat, kau berhutang nyawa padaku. Dasar sialan!”
“Sayangnya aku tak punya barang berharga sebagai bayaran,” sahut Deric yang berusaha mengangkat tubuhnya lagi.
“Bahkan hidupmu pun tak berharga,” komentar James sinis.
“Cepatlah!” Jeremy yang tengah berkacak pinggang memerintah.
Jonathan dan James secara kompak mengangkat tubuh Deric dengan cara menjiwir lengannya seperti tengah mengangkat kotoran dari lantai. Kalau saja Jeremy tak memerintah, keduanya tak sudi untuk membantu pria lumpuh ini untuk kembali ke kursi roda.
Tepat di saat raga Deric hampir mendarat di kursi, pandangan Jonathan dan James tiba-tiba teralih pada tiga mobil yang baru saja memasuki rumah, kemudian mendarat tepat di depan mereka. Bola mata kakak-beradik itu sontak berbinar, bak mendapati harta karun dari dasar lautan. Jeremy pun berekspresi tak jauh berbeda dari keduanya.
Jontahan dan James sontak melepas genggaman pada lengan Deric hingga tubuh pria itu kembali bermesraan dengan tanah.
“Itu ... mobil keluaran terbatas dari perusahaan Otopixel,” ujar James dengan mulut setengah terbuka.
“Apa aku tak salah lihat?” Jonathan beberapa kali mengucek matanya. “Mobil ini hanya diproduksi sebanyak seratus unit dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memilikinya. Bahkan bila kau memiliki uang tak berseri sekalipun, kau belum tentu bisa memilikinya.”
Deric cukup tertarik dengan pembahasan kedua kakaknya. Untuk itu, ia kembali memusatkan tenaga di kedua tangan. Dalam usahanya untuk mematahkan gravitasi, punggungnya tiba-tiba diinjak oleh ketiga saudaranya secara bergantian. Napasnya menjadi sesak sebab dadanya tertekan cukup kuat.
Alih-alih mengecek kondisi Deric, Jeremy, Jonathan dan James lebih tertarik untuk mengamati tiga kendaraan mewah di depan mereka lebih dekat. Kilauannya benar-benar memanjakan mata mereka. Kekayaan keluarga Aberald saat ini mungkin hanya bisa membeli suku cadangnya saja.
“Kami diminta Nona Caraline untuk menjemput Tuan Jacob Aberald,” ucap seorang pria yang baru saja muncul dari pintu mobil paling depan. Perkataannya segera menggerus senyum Jeremy dan kedua adiknya. “Di mana beliau sekarang?”
Pria berseragam hitam dengan kacamata senada itu membelah jalan Jeremy dan kedua adiknya saat tak mendapat jawaban. Ia segera berjongkok saat mendapati Deric masih berupaya untuk bangkit.
“Tuan Jacob, apa Anda baik-baik saja?” Pria itu segera mengangkat Deric, lalu mendudukannya di kursi roda.
“Sepertinya bumi senang mendengar keluh kesahku,” jawab Deric. Pakaian dan wajahnya lekat dengan noda tanah. Penampilannya saat ini persis seperti yang dikatakan Jeremy tadi, gelandangan.
Pria tinggi tadi segera berbalik, kemudian menatap Jeremy, Jonathan dan James secara bergantian. “Tuan-tuan, apa ini hasil perbuatan kalian? Nona Caraline pasti akan sangat murka bila melihat tamu pentingnya dalam kondisi seperti ini. Anda tentu tahu apa yang bisa Nona Caraline lakukan dengan uang dan kekuasaannya.”
James memelotot seperti hendak melahap pria di depannya. “Aku yang—”
“Ini murni kecelakaan,” sela Jeremy sembari menginjak kaki James kuat-kuat. “Kami berjanji akan menjaga ... Jacob dengan baik.”
“Aku pastikan hal ini tak akan terulang,” lanjut Jeremy ketika James akan kembali bicara. Ia menatap tajam pada adiknya, lalu mengulum senyum palsu pada pria di depannya.
“Baiklah.” Pria tinggi itu membenarkan kacamatanya sesaat. “Tunggulah sebentar, Tuan. Kami akan membenahi penampilan Tuan Jacob lebih dulu.”
Pria itu lalu membawa Deric menjauh, kemudian menyerahkannya pada dua wanita yang sudah berdiri di mobil paling belakang. “Tolong, sempurnakan penampilan Tuan Jacob,” perintahnya.
Sepuluh menit kemudian, Deric kembali dengan setelan jas hitam mewah, juga rambut yang sudah tersisir rapi. Penampilannya amat berbeda dibanding beberapa waktu lalu, laksana baru saja menerima sentuhan sihir ibu peri milik Cinderella. Kenyataannya benar-benar berbalik sekarang. Ketiga saudaranya justru seperti kalangan rakyat biasa bila disandingkan dengannya.
“Aku benar-benar muak melihatnya,” bisik James dengan tatapan terkunci pada Deric, “pria cacat itu sama sekali tak pantas mendapat semua ini.”
Jeremy menjawab dengan suara tertahan, “Tutup mulutmu dan simpan semua kekesalanmu untuk dirimu sendiri.”
“Bukankah yang tengah dikenakan si cacat Deric itu jam tangan Miraclewatch?” Jonathan bertanya dengan mata membola. “Harganya bisa saja mencapai tiga juta dolar lebih di pasaran.”
“Diamlah!” Jeremy berteriak tertahan. “Kalian membuat darahku kian mendidih.”
“Kita harus segera berangkat, Tuan.” Pria tinggi berkacamata hitam itu berujar, lalu berjalan menuju mobil paling depan. Saat Jeremy akan membuka pintu depan bagian samping, pria itu berkata lagi, “maaf, Tuan. Mobil ini hanya diperuntukkan untuk Tuan Jacob.”
Pria itu kemudian menambahkan, “Silakan Tuan gunakan kendaraan pribadi Tuan untuk menuju lokasi acara.”
Bagai dijatuhkan dari ketinggian dan berakhir di bebatuan, Jeremy dan kedua adiknya tertegun. James sendiri hampir saja menjatuhkan mulut ke tanah saking kaget mendengar penuturan pria itu. Harapannya untuk menaiki kendaraan mewah itu seketika sirna.
“Nona Caraline sama sekali tidak berkata apa-apa soal ini sebelumnya,” ujar Jeremy dengan perasaan geram. Ia lebih dahulu berbicara sebelum James berkata yang tidak-tidak.
“Tak semua hal akan dikatakan Nona Caraline pada Anda, Tuan.” Pria berkacamata itu masuk ke mobil setelah mendudukkan Deric di kursi belakang.
Jeremy menggertakkan gigi begitu mendengarnya. Rahangnya mengeras, tetapi bibirnya dipaksa merangkai senyum. “Baik, aku mengerti.”
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be