Perhelatan akbar itu berakhir menjelang pukul dua belas malam, Earl langsung membawa Alle ke mansion besarnya, ingin membicarakan bagaimana mereka menjalani hari mereka dengan keadaan yang berbeda.
“Kau bisa menggunakan shower, aku akan berendam di bath up.” Ucap Earl sesaat sebelum memasuki kamar mandi, membuat Alle hanya tersenyum dan mengangguk. Menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan gaun pernikahan impian yang dirancangnya sendiri, walaupun pernikahannya jauh dari yang dia impikan.Memiliki keterbatasan, tidak membuat Alle menjadi wanita tidak berguna yang tidak bisa memanjakan dirinya dengan uangnya sendiri, gadis itu sukses dengan semua rancangan-ranjangan dress yang selalu sold out sesaat setelah launching, dia memiliki boutique, dirinya juga telah dikontrak oleh label perusahaan fashion ternama untuk menerbitkan hasil karyanya dan bekerja sama dengan mereka. Bahkan, beberapa kali, Alle sendiri yang menjadi model untuk gaun rancangannya, wajahnya yang rupawan dan menawan tentu saja memiliki nilai di dunia model, terlepas dari tuna rungu yang dimilikinya.Alle tersenyum miris, menghapus make up yang sejak pagi membingkai wajah cantiknya, melepas semua aksesoris di kepalanya juga gaun miliknya. Memilih menggunakan bathrobe selagi menunggu Earl keluar, walaupun Earl sudah menawarinya dan tentu pria itu tidak akan bisa melihatnya mandi di balik pintu kaca shower itu, tetap saja, dia merasa risih, melihat Earl yang bertelanjang dan hanya ada busa-busa yang menutupi tubuh atletis pria itu.Alle kembali teringat pertemuan pertamanya dengan Earl, di saat semua teman-temannya melakukan perundungan karena cacat yang dimilikinya, untuk pertama kalinya, ada seseorang yang datang padanya, mengajaknya berkenalan dan tersenyum tulus tanpa tatapan mengejek atau meremehkan untuknya.Earl adalah teman pertamanya, yang membuatnya merasa lebih baik dan untuk pertama kalinya dihargai sebagai manusia oleh orang asing. Perkenalannya dengan Earl berjalan baik, tahun pertama di Senior High School keduanya saling mengenal satu sama lain dan sering bermain juga belajar bersama. Alle masih menggunakan alat bantu dengarnya, namun karena Earl, untuk pertama kalinya akhirnya dia berani mengungkapkan apa yang dia rasakan. Mengatakan ingin belajar memahami gerak bibir seseorang agar bisa terlepas alat bantu dengar. Tentu saja Earl yang mendengarnya sangat senang dan mendukung Alle, setiap pulang sekolah mereka pasti akan ke kafe dan berlatih di sana. Saat weekend, Earl juga akan main ke rumahnya atau dia akan menjemput Alle untuk main ke rumahnya atau hang out.Menginjak bangku kuliah, nyatanya dirinya masih berjodoh dengan Earl, mereka ada di kampus yang sama walaupun mengambil study yang berbeda, Earl masih begitu istimewa memperlakukannya, itu yang dirasakan Alle selama bersahabat dengan pria yang berhasil mencuri hatinya. Bohong jika Alle tidak memiliki rasa pada Earl, begitu mudah membuat dia jatuh cinta pada Earl, perlakuan pria itu yang begitu lembut dan sangat menghargainya, perhatian-perhatian kecilnya yang membuat Alle semakin jatuh cinta setiap hari, diperlakukan seperti itu di saat orang lain memandangnya sebelah mata tentu saja membuat hati Alle bekerja dengan segala perlakuan dan sikap Earl padanya.Bertahun-tahun bersahabat dengan pria itu, dengan segala perhatian dan bentuk perlindungan yang diberikan Earl, juga Earl yang memperlakukannya dengan begitu istimewa menurutnya, membuat Alle bisa dengan mudah jatuh cinta pada pria itu.Namun, cinta yang ia rasakan itu ia pendam sendiri, dirinya terlalu takut, terlalu merasa tidak pantas bersanding bersama Earl, pria itu terlalu sempurna untuk dirinya yang jauh dari kata sempurna. Bisa dekat dengan Earl saja Alle benar-benar beruntung, bisa menjadi tempat berkeluh kesah pria itu Alle sudah senang, setiap perlakuan dan perhatian Earl pun membuat Alle tidak bisa mengendalikan hatinya untuk tidak semakin jatuh cinta pada Earl. Namun, rasa insecure itu membuat dia selalu menahan diri, memilih memendam perasaannya dan menyembunyian rasa sakitnya saat mendengar pria itu bercerita tentang kekasihnya, Alle tidak akan pernah mengatakan tentang perasaannnya atau rasa sakitnya. Karena dia tau, jika dia mengatakan tentang hatinya, maka dia akan kehilangan Earl.Cinta diam-diam itu nyatanya melelahkan dan menyakitkan, hingga semuanya bertambah runyam saat Earl mengatakan hal yang seolah menjadi bom mematikan untuknya. Tentang perasaan cinta pria itu pada adiknya, perasaan cinta yang tidak biasa dan tidak boleh dimiliki oleh mereka seharusnya.Alle pikir, saat dulu pertama kali Earl menceritakannya, rasa itu pelan-pelan akan hilang, Earl hanya sedang salah jalan dan terpesona dengan adik yang seharusnya ia sayangi, bukan ia cintai layaknya seorang wanita. Tapi nyatanya, semua itu berjalan hampir lima tahun, bahkan saat mereka telah lulus dari universitas.Setiap hari, Alle bisa melihat bagaimana kedekatan dan keiintiman mereka yang tidak seharusnya di kampus. Namun, Alle bisa apa, dirinya telah menasehati Earl untuk menghentikannya, namun pria itu justru marah padanya dan mendiamkannya. Walau beberapa hari kemudian Earl kembali datang padanya dan kembali bercerita tentang rumit hubungannya dengan Valeria. Adiknya.Hingga Alle memilih menyerah dan membiarkan Earl dengan pilihannya, wanita itu berusaha melupakan rasa cinta yang tidak akan pernah mendapat balasannya itu, dia berusaha menyembuhkan luka yang tidak pernah diketahui oleh siapa pun, tentang kisah cinta juga semua luka yang menyertai hidupnya. Alle pelan-pelan menyibukkan diri untuk menjalankan usaha boutique-nya, dirinya yang telah begitu tertarik dengan dunia fashion sejak High School dan selalu merasa bahagia saat menggoreskan pensilnya di atas kertas menjadi sebuah dress yang indah akhirnya memilih untuk memfokuskan study di bidang fashion, berharap suatu saat bisa menjadi designer terkenal.Dia menyibukkan diri dengan segala aktivitas untuk menunjang karirnya. Berusaha menghapus luka dengan kesibukannya. Namun, sepertinya semesta tidak merestuinya, di saat dia telah bersusah payah memantapkan hati untuk berjalan maju dan melupakan masa lalu, Earl datang dan kembali menghubunginya dengan berbagai cara setelah Alle selalu berusaha menghindari pria itu.Pria itu masih seperti dulu, menceritakan hubungan runyam dan cinta terlarangnya bersama sang adik. Menghubunginya dengan nada frustasi dan memintanya untuk bertemu, rasa yang masih ada dan baru saja berusaha untuk Alle hapus itu nyatanya membuatnya lemah saat mendengar nada putus asa Earl yang menghubunginya. Tanpa ragu dia langsung mengiyakan ajakan Earl karena hatinya juga menginginkan itu, walau dia tau, itu sama saja dia akan kembali terluka oleh orang yang sama. ***“Bukankah, satu permintaan untuk harga pernikahan ini terlalu sedikit, Earl? Aku akan meminta tiga permintaan padamu.” Alle menatap jauh pemandangan di depannya yang berisi deretan mobil mewah milik Earl. Keduanya tengah duduk di serambi balkon setelah membersihkan diri, lalu menikmati secangkir teh hijau yang menyegarkan.Earl menatap Alle sendu, bertanya-tanya dalam hati, kenapa sahabatnya itu kini terasa begitu jauh, nada bicara Alle tidak selembut biasanya, wajah dinginnya membuat Earl benar-benar tidak suka.“Alle, rasanya kau berbeda, di mana senyummu dan tatapan yang teduh itu saat berbicara denganku?” Tanya Earl menggenggam tangan Alle dengan tatapan sendunya, membuat Alle mengalihkan tatapannya dan menatap dalam pada Earl, membingkai wajah pria itu dengan sejuta rasa yang selalu ia sembunyikan untuk sahabat yang ia cintai diam-diam.“Earl, permintaan pertamaku, mari kita tetap menjadi sahabat seperti biasanya, seperti saat kita saling berbagi cerita juga tawa, tapi kali ini, aku ingin lebih spesial, aku ingin, selain kita tetap menjadi sahabat, walaupun pernikahan kita terjadi karena sebuah alasan dan bukan karena cinta, aku ingin, aku dan dirimu, tetap menjalani peran sebagai suami dan istri, aku ingin memiliki pernikahan seperti Mommy dan Daddy, yang saling mengasihi dan melengkapi, merajut asa dalam bahtera rumah tangga. Aku tidak akan menutut banyak darimu, cukup jalani peranmu saja sebagai suamiku. Bisa?” Tanya Alle dengan satu tarikan napas, lalu menghembuskannya panjang, menatap pada Earl yang kini terdiam menatapnya dengan sejuta makna.Permintaan pertama Alle, yang menjadi satu dari tiga permintaan yang harus ia lakukan, kenapa rasanya begitu dalam dan menyesakkan, kenapa rasanya dia telah merenggut impian Alle yang ingin memiliki kehidupan pernikahan yang bahagia. Benar, dulu Alle selalu menceritakan cita-cita sederhananya itu. Di saat teman-teman perempuannya yang lain, sibuk menceritakan tentang kekasih mereka, Alle sudah memiliki cita-cita itu, mengatakan ingin memiliki pernikahan yang bahagia seperti Mommy dan Daddy-nya. Tapi, dirinya dengan begitu brengsek, justru mengajak wanita itu menikah dengan alasan menjijikannya, menghancurkan harapan Alle juga kebahagiaan wanita itu, lalu kini saat wanita itu memintanya mewujudkan mimpi yang telah ia hancurkan, bagaimana bisa Earl menolaknya.Earl menggenggam tangan Alle yang masih membingkai wajahnya, mengecup lembut punggung tangan itu dan membawa Alle dalam pelukannya.“Tentu saja, kita akan tetap menjadi sahabat seperti biasanya, yang akan selalu berbagi tawa dan cerita, dan tentu saja, bukan hal yang sulit untukku memerankan peran sebagai suami, tentu aku akan sangat bahagia, saat kau menjalani peranmu sebagai seorang istri. Aku akan merasa spesial karena dilayani dan disayang olehmu. Istri dan suami akan saling menyayangi dan mengasihi kan? Aku tidak sabar mendapatkan semua perhatianmu, Allexa.” Earl mengecup lembut puncak kepala Alle dan mengeratkan pelukannya.Membuat Alle tersenyum walau hatinya menangis lagi, namun juga bersyukur, setidaknya, satu langkah yang telah ia ambil membawa harapan, jika Earl bisa memiliki perasaan yang sama dengannya dan melupakan Valeria. Orang bilang, cinta bisa datang karena terbiasa dan rasa nyaman kan? Alle ingin membuktikan itu, dia akan membuat Earl terbiasa dan bergantung padanya, juga memberikan kenyamanan yang tidak akan Earl dapatkan dari mana pun, termasuk Valeria sekali pun.“Aku menyayangimu, Earl.” Gumam Alle membalas tak kalah erat pelukan Earl.“Aku juga menyayangimu, Xa.”Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar
Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa
Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny
Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang
Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu
Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la