Share

Part 3 | Steal the Kiss

Pagi pertama untuk Alle terbangun di ranjang yang berbeda, bersama pria yang telah resmi menjadi suaminya. Wajah damai Earl di depannya membuat ia tersenyum dalam diamnya, tanpa ragu membelai mesra wajah yang akan ia nikmati setiap pagi itu. Walau sesak itu masih ia rasakan, mengingat jika perjuangannya masih panjang.

‘Kenapa kita harus terikat dengan takdir yang menyesakkan seperti ini?’ Alle menggumam dalam hati, mengecup kilat pipi Earl dan pelan-pelan bangkit dari sana, ingin menyiapkan sarapan untuk pria itu.

Tepat saat pintu tertutup, Earl yang sejak tadi sebenarnya sudah bangun langsung membuka matanya, menyentuh wajahnya tepat di mana Alle menciumnya, jantungnya berdetak cepat dengan emosi yang tiba-tiba meradang.

Hatinya marah, mengetahui Alle mencuri ciumannya, selama bersahabat dengan wanita itu. Mereka tidak pernah melakukan skinship lebih dari sekedar pelukan. Earl yang sangat mewanti-wanti hal itu. Entah kenapa dirinya melakukan itu kepada Alle, padahal dia selalu melakukan kissing dengan teman-teman wanitanya saat mereka bertemu.  Tapi untuk Alle, rasanya berbeda, seolah hal itu adalah hal tabu dan tidak boleh dilakukan. Earl juga tidak tau kenapa.

Lalu, pagi ini, saat sahabat yang telah resmi menjadi istrinya itu mencuri ciuman darinya, entah bagaimana dia mendeskripsikan perasaannya. Marah, kecewa namun juga ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan. Lalu, tentang kemungkinan jika Alle memiliki rasa padanya kembali menyapa, membuat begitu pertanyaan muncul di kepalanya dengan memikirkan bagaimana hubungannya dengan Alle selama ini.

“Tidak. Tidak mungkin! Alle tidak mungkin memberikan hatinya pada pria brengsek sepertiku yang hanya memanfaatkannya.” Earl berusaha keras menampik semua kemungkinan di kepalanya.

“Harusnya Alle tau, aku sangat membenci perasaan cinta di antara teman.” Earl kembali menggumam, memikirkan Alle yang mungkin memiliki rasa padanya. Sejak dulu, dirinya dan Alle telah berjanji satu sama lain, tidak ada cinta di antara mereka. Tidak boleh jatuh cinta satu sama lain, dan jika sampai itu terjadi, maka persahabatan mereka akan berakhir dan mereka tidak boleh bertemu lagi. Itu janji yang dulu mereka ungkapkan.

“Alle tidak mungkin mengingkari janji itu. Ya, Alle pasti tetap memegang setia janjinya.” Earl masih bermonolog.

“Argghhh.” Earl frustasi sendiri memikirkan semua itu. Sejak janji itu terucapkan olehnya dan Alle menyetujuinya. Lalu mereka mengikat janji itu di taman belakang rumah orang tuanya, Earl benar-benar melarang segala skinship apapun dari Alle selain sebuah pelukan.

Matahari yang sudah bersinar terang membuat Earl memilih bangun dari tidurnya, menuju dapur untuk mencari Alle di sana, dia yakin Alle pasti sedang membuat sarapan untuknya, memerankan perannya sebagai istri dengan baik seperti yang telah mereka sepakati semalam.

“Xa, sarapan apa yang akan aku dapatkan pagi ini?” Earl sudah duduk di counter dapur dengan menopang dagunya, memperhatikan Alle yang tengah sibuk membuat sesuatu di sana. Namun, Alle tidak menjawabnya, membuat Earl melupakan satu hal. Jika Alle sangat tidak menyukai menggunakan alat bantu dengarnya. Wanita itu lebih suka membaca gerak bibir seseorang, mungkin alat bantu dengar menjadi salah satu dari beberapa hal yang membuat wanita itu trauma. Teringat dengan jelas dalam memorinya, bagaimana saat dirinya dan Alle high school, dan wanita itu mendapat bullying dari teman-temannya karena menggunakan alat bantu dengar.

Raut terluka dan putus asa Alle di depannya, bagaimana wanita itu memukul-mukul dinding untuk melampiaskan rasa sakitnya membuat hati Earl kembali sesak. Masa-masa high school adalah yang terberat untuk Alle, dia ada di sana dan selalu menguatkan gadis itu melewati segala hal menyakitkan yang tidak bisa Alle ceritakan pada keluarganya. Beruntung Alle lebih kuat dari bullying itu, wanita itu bangkit dan menjadikan olok-olokan mereka sebagai cambuk. Dengan kemampuannya dia mulai belajar untuk memahami ucapan seseorang melalui gerak bibirnya, juga terapi untuk kemampuan berbicaranya. Mengingat semua itu membuat Earl turun dari kursinya. Mendekat pada Alle dan ingin melihat wanita itu lebih dekat.

“Xa,” Panggil Earl yang kini bersandar pada kulkas, menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap lekat pada Alle dengan senyum tipisnya. “Sarapan apa yang akan aku dapatkan pagi ini?” Earl mengulang lagi pertanyaannya, membuat Alle tersenyum dan menatap dengan raut bahagia pada Earl.

“Hmm, sandwich?” Tanya Alle menaikkan kedua alisnya, membuat Earl mengangguk dan mengikuti Alle yang kini sudah menuju meja pantry. “Mulai hari ini, apa yang kau makan akan menjadi tanggung jawabku, pun dengan pakaian yang kukenakan. Suami seorang top designer tentu harus memiliki selera fashion yang bagus. Aku percaya padamu, tapi aku percaya, apa yang aku pilihkan, tentu lebih baik. Aku designer terbaik di negeri ini. Jangan lupakan itu, Earl.” Alle tersenyum bangga, membuat Earl juga ikut tertawa dan mengacak gemas rambut Alle. Berkat kegigihan dan usaha yang tak kenal lelah. Tahun lalu, Alle berhasil mendapatkan penghargaan sebagai designer terbaik di Jerman, wanita itu bahkan sudah menggelar fashion show miliknya di beberapa negara bagian di Eropa. Tentu Earl ikut bahagia dengan pencapain wanita itu.

“Baiklah, aku percaya sepenuhnya, apa yang aku gunakan dan apa yang akan kumakan adalah hak istriku sepenuhnya.” Earl menyentil kening Alle dan tertawa, membuat Alle juga ikut tertawa, hatinya menghangat dengan perlaukan lembut Earl yang tidak berubah padanya, yang membuat dia jatuh cinta pada sosok Earl Sanders.

Alle turun dari sana, mengambil kopi dari machine coffee yang baru dibuatnya tadi.

“Americano seperti bisa, Sir?” Tanya Alle menaikkan alisnya, membuat Earl tertawa dan kembali mengangguk, menerima dengan senang hati kopi buatan Alle yang selalu menjadi favoritnya.

Dulu, saat mereka kuliah, Alle sering sekali datang ke apartemennya saat pagi, mungkin hampir setiap hari, hanya untuk membangunkan Earl dan membuatkan sarapan untuk pria itu. Jika Alle tidak melakukannya, maka dia tidak akan pernah menemui Earl di kelas pertamanya, karena pria itu bisa dipastikan masih tidur. Namun, semenjak Alle semakin sibuk dengan karirnya, pun dengan dirinya yang sibuk dengan bisnis, tidak pernah lagi ia mendapatkan sarapan yang dibuat oleh Alle. Dia lebih sering melewatkan sarapannya, dia menjadi pria super sibuk yang setiap hari mengejar uang. Hingga akhirnya pernikahan ini, membuat dirinya bisa kembali mendapatkan kopi paling nikmat di lidahnya, dari tangan Alle.

“Ah, rasanya sudah lama aku tidak meminum kopi buatanmu. Beri aku rahasia agar bisa membuat kopi senikmat ini.” Earl memajukan wajahnya tepat setelah menyesap kopi pemberian Alle tadi, membuat Alle tertawa pelan dan mendorong bahu Earl pelan.

“Untuk apa kau meminta rahasianya jika aku akan membuatkannya setiap pagi untukmu, Mr. Sanders.” Alle menautkan kedua alisnya, membuat Earl tertawa dan menyentil kening wanita itu. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak memiliki waktu berdua seperti ini.

Sejak mereka sibuk dengan bisnis masing-masing, jarang sekali keduanya memiliki waktu untuk bertemu dan bersenda gurau, Earl yang sibuk dengan bisnis dan Vale semakin tidak memiliki waktu untuk menemui Alle, pun Alle yang sejak tahun kemarin sibuk mempersiapkan fashion show-nya di beberapa negara. Hingga akhirnya dia datang menemui Alle dan mengajak wanita itu menikah karena alasan konyol.

“Apa kau ingat  kapan terakhir kali kita menikmati waktu seperti ini?” Tanya Earl menatap lekat pada Alle yang kini hanya tersenyum tipis.

“Entahlah. Mungkin, satu tahun yang lalu, atau lebih. Kau sibuk dengan pekerjaan dan cinta terlarangmu itu.” Alle terkekeh ringan, membuat Earl juga tersenyum kecut.

“Rasa itu datang tanpa permisi. Walau aku tau itu adalah sebuah kesalahan, tapi aku bahagia bersamanya dan memilikinya. Aku ... aku bahkan tidak bisa memikirkan wanita lain yang bisa membuatku lebih bahagia karena memilikinya. Valeria, adalah segalanya bagiku. Bahkan ... bahkan mungkin, jika memang nanti kita tidak tau akan jadi apa cerita kita. Aku ... aku akan membawanya pergi bersamaku, dan hanya akan menciptakan duniaku bersamanya.” Ungkap Earl dengan nada yang sumbang, membuat Alle hanya bisa tersenyum miris dengan hati yang bertalu sakit.

Wanita itu lalu memukul kuat lengan Earl. “Bagaimana bisa kau memikirkan hal bodoh seperti itu?! Kau akan mengecewakan orang tuamu. Melukai mereka seumur hidup. Seharusnya kau tidak menuruti setan yang ada dalam dirimu, dengan menghidupkan perasaan terlarang itu. Seharusnya kau berusaha keras menghapusnya, entah dengan cara apapun. Semua itu tidak akan berakhir jika dari kalian tidak ada yang mau berusaha untuk mengakhirinya.” Alle berujar dengan tatapan tajamnya, membuat Eral menghela napas panjang, mengiyakan apa yang diucapkan oleh Alle benar sepenuhnya.

“Oh, manis sekali anakku, astaga, pengantin baru ini. Membuatku iri saja.” Suara yang nyaring itu menginterupsi obrolan Alle dan Earl itu membuat keduanya menoleh, lalu saling memberikan tatapan bingungnya.

Jennie Addison dan suaminya, Edward Addison datang bersama dengan Valeria.

“Mom, Dad, aku tidak mengira kalian datang.” Earl langsung turun dan menyambut kedatangan mereka. Earl yang ingin memeluk Jennie hanya bisa mendengus saat ibunya itu mendorongnya pelan dan justru menuju Alle dan memeluknya begitu erat.

“Mommy bahagia sekali saat tau jika kau lah yang akhirnya menikah dengan Earl. Mommy sudah memiliki feeling sejak awal denganmu, pasti cinta tumbuh di antara kalian. Sekarang, semua itu terbukti kan. Feeling Mommy memang tidak pernah salah.” Jenni tersenyum bahagia, melepaskan pelukannya, tanpa mengetahui jika Earl, Alle dan Vale hanya bisa tersenyum miris dalam hati mereka.

“Apakah Mommy mengganggu kegiatan pagi kalian yang terlihat begitu manis? Deep talk ditemani secangkir kopi memang sangat tepat.”

“Ah, tentu saja tidak, Ma. Aku dan Earl hanya sedang membiacarakan hal-hal kecil, bukan sesuatu yang besar, dan tentu aku senang melihat kalian datang ke sini. Aku akan membuatkan sarapan jika begitu.” Alle sudah akan beranjak dari sana, sedang Jennie langsung menahannya dan menggeleng.

“Biarkan maid yang melakukan tugas itu, kau cukup melayani Earl saja. Lagi pula, Mommy dan Daddy juga Vale ke sini hanya ingin memberikan ucapan selamat untuk pernikahan kalian. Juga hadiah pernikahan.”

Jennie terlihat  mengeluarkan sesuatu dari sling bag-nya, membuat Alle dan Earl mengernyit menunggu sesuatu dari Jennie, Edward yang melihat binar kebahagiaan di wajah istrinya ikut tersenyum, mendekat dan merangkul Jennie dengan tatapan senang. Dulu, mereka sempat curiga jika Earl memiliki hubungan terlarang dengan Vale, namun saat Earl mengatakan yang sebenarnya, jika dia telah jatuh cinta pada sahabatnya, Allexa Aldene dan berniat menikahi wanita itu secepatnya, kecurigaan itu perlahan sirna, terlebih Earl membuktikan ucapannya dengan pernikahannya bersama Alle.

“Mommy memberikan tiket honeymoon untuk kalian. Pulau Addison yang dekat dengan Maldives, telah Mommy dan Daddy kosongkan selama satu minggu hanya untuk kalian. Kami menutup siapa pun yang ingin berkunjung atau pun menyewanya, agar kalian memiliki waktu berdua dan menikmati keindahan pulau keluarga Addison yang tidak kalah cantik dengan Maldives. Alle belum pernah ke sana kan? Nanti Earl yang akan menjadi guide-nya, sayang. Kalian bisa snorkling dan melihat surga bawah laut dan segala keindahan yang ada di sana. Kalian harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin, dan berikan cucu secepatnya untuk kami.” Jennie mengedipkan matanya genit, membuat Alle menunduk untuk meyembunyikan senyum mirisnya.

Earl yang melihat itu menatap pada Vale yang kini menunjukkan wajah sinisnya, menatap marah pada Earl yang memang tidak bisa melakukan apapun. Dia tidak bisa menolaknya, Edward sengaja mengosongkan semua jadwalnya satu minggu ke depan dan Jennie merencanakan bulan madunya. Orang tuanya, yang memang sangat menyayangi Alle, tentu bahagia saat dia menyampaikan jatuh cinta pada sahabatnya dan berniat menikahinya. Kini semuanya semakin runyam, bahkan baru satu hari mereka menikah, namun orang tuanya sudah menginginkan cucu.

Vale dengan menahan segala emosinya keluar meninggalkan mereka, sedang Jennie mengajak Alle untuk menuju meja makan dan menunggu makanan yang dibuatkan oleh maid, keduanya larut dalam obrolan, pun dengan Edward dan Earl yang sesekali menimpali. Earl hanya tersenyum kaku, hatinya begitu gelisah memikirkan di mana Vale berada.

Earl akhirnya memilih menyingkir dari sana dengan alasan ingin memanggil Vale karena makanan telah siap. Dia menemukan Vale berada di balkon.

“Sayang, jangan marah seperti ini. Aku yang akan menjamin jika honeymoon itu tidak akan terjadi, bukan, kau akan ikut bersamaku, apapun yang terjadi.” Earl menggenggam tangan Vale yang wajahnya masih menunjukkan marah, wanita itu belum mau menatap ke arahnya sampai saat Earl mengucapkan hal terakhir, Vale akhirnya mau menatap ke arahnya.

“Apa maksudmu, Earl? Kau tau itu pulau milik keluarga kita, jika aku ikut, bukan tidak mungkin mereka yang bekerja di sana melaporkan hal ini pada Mommy dan Daddy, maka habislah kita semua.” Vale menatapnya kesal, membuat Earl tersenyum dan membelai lembut rambut Vale.

“Kau lupa siapa aku? Earl Sanders, yang selalu berhasil dalam setiap rencanya tidak mungkin gagal jika hanya untuk membungkam mulut-mulut orang seperti mereka yang takut jika posisinya terancam. Mereka hanya pegawai, yang hidup dan matinya tergantung pada keluarga Addison, aku yang mengelola pulau itu selama ini, mereka yang bekerja di sana terhubung langsung denganku, tentu aku bisa menutup mulut mereka dari Daddy dan Mommy.” Earl berujar yakin, membuat Vale pelan-pelan tersenyum lega, lalu tanpa ragu memeluk Earl dengan perasaan bahagia.

“Aku mencintaimu, Earl. Kau selalu bisa membuatku bahagia.” Vale mengecup bibir Earl lembut, membuat Earl ikut tersenyum dan menyambut dengan penuh cinta ciuman Vale, menekan tengkuk wanita itu untuk lebih memperdalam ciuman mereka. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status