Share

SEBUAH TEKA-TEKI

"Pak, tolong suruh yang sif malam agar datang sekarang. Bapak harus segera lapor polisi. Nanti saya menyusul," perintah Ny. Anggara seraya mata menatap ke arah samping pos jaga.

"Baik, Nyonya. Barusan saya sudah telepon dia. Sekarang lagi tunggu dia datang," ucap satpam seraya keluar dari pos lalu mengikuti arah pandangan majikannya.

"Bagus. Udah gak begitu bau sekarang," kata wanita separuh abad tersebut sembari mengendus-endus ke udara.

"Habis saya semprot pewangi dan kasih kapur barus dalam dus, Nyonya."

“Ya, udah. Kami berangkat. Nanti kita ketemu di kantor polisi,” ucap Ny. Anggara.

“Baik, Nyonya,” balas satpam tersebut sambil mengangguk.

Ny. Anggara segera berlalu dan segera masuk ke mobil. Wanita berusia separuh baya yang masih terlihat cantik ini mengambil duduk di sebelah Vino. Sementara di kursi belakang ada Bik Sumi yang menjaga Sandra. Perjalanan ke apartemen memerlukan waktu 30 menit.

Namun di pertengahan jalan, tampak gelagat lain pada Sandra. Gadis tersebut bangkit lalu duduk dengan mata terpejam. Dari kedua bibir keluar bunyi mirip ular mendesis. Ny. Anggara yang sedari tadi mengawasi putrinya dari kaca spion langsung menoleh.

“Non Sandra?” Bik Sumi dengan raut wajah cemas mengusap lembut punggung si cantik.

“Buka pintunya! Cepat!” teriak Sandra bersuara berat layaknya seorang pria.

“Nyo-nya!” panggil Bik Sumi yang tiba-tiba telah dicekik oleh Sandra. Asisten rumah tangga tersebut sekuat tenaga melepaskan cekikan.

Vino segera menghentikan mobil lalu bersamaan dengan Ny. Anggara keluar. Mereka segera membuka pintu penumpang. Ny. Anggara berusaha melepaskan tangan Sandra yang begitu erat mencekik Bik Sumi.

Sementara itu Vino segera membuka dari sisi pintu yang lain. Pria tersebut menarik tubuh Sandra, hingga kedua tangan terlepas dari leher Bik Sumi. Sesaat setelah terbebas dari cekikan, Bik Sumi terbatuk-batuk.

Dia berusaha menormalkan pernapasan kembali. Tampak bekas cekikan di leher. Sementara itu, Sandra masih dengan mata terpejam dengan tubuh lunglai terjatuh dalam pelukan Vino. Oleh sopir pribadi tersebut, tubuh Sandra pelan-pelan ditidurkan kembali.

“Ada yang usil dengan Nona Sandra, Nyonya,” ungkap Vino setelah membenarkan posisi tidur Sandra.

“Ya, sejak dari rumah. Nanti kita cari cara buat usir pengganggu itu,” ucap Ny. Anggara.

Tampak Bik Sumi mengelus-elus bagian leher bekas cekikan. Wanita ini, sesekali masih terbatuk-batuk.

“Vin, tolong kamu antar Bik Sum berobat naik taksi. Kasian dia,” pinta Ny. Anggara sembari memandangi raut wajah Bik Sumi yang terlihat pucat. Wanita tersebut masih syok dengan kejadian barusan.

“Saya bisa pergi berobat sendiri, Nyonya. Biar Bang Vino tetap setir mobil ini. Nona Sandra perlu penjagaan ekstra,” sahut Bik Sumi dengan suara lirih sedikit tersengal-sengal.

“Yaodah. Saya akan pesankan taksi,” kata Ny. Anggara yang segera mencari aplikasi layanan antar online di ponselnya.

Hanya perlu waktu tak sampai sepuluh menit, taksi yang dipesan telah datang. Bik Sumi oleh Ny. Anggara dibekali beberapa lembar uang merah. Setelah wanita tersebut telah pergi dengan taksi, Vino pun segera melajukan mobil. Kali ini, Ny. Anggara duduk di belakang menemani Sandra.

“Vin, menurut kamu, gimana cara nyembuhin Sandra, ya?” tanya Ny. Anggara sambil menatap sopir pribadinya lewat kaca spion.

“Kita harus tahu penyebabnya dulu, Nyonya,” jawab Vino dengan pandangan mengarah luruh ke jalan.

Keadaan jalan raya sedang padat merayap. Beberapa kali, Vino harus mengerem secara mendadak karena beberapa pengendara motor nekat memotong jalan.

“Di mana kita cari tahu, Vin?”

“Secepatnya, saya akan cari info, Nyonya.”

“Terima kasih sebelumnya, Vin.”

“Sama-sama, Nyonya. Saya juga merasa kasian dengan Nona Sandra.”

Beberapa saat kemudian, mobil telah sampai di area basement apartemen. Vino mencari tempat parkir yang strategis agar memudahkan saat keadaan darurat. Pria tersebut selalu dengan perhitungan matang saat melakukan segala hal. Hanya jam tidurnya saja yang tak pernah diketahui siapa pun.

“Sayang, ayo bangun dulu. Kita udah sampe,” kata Ny. Anggara berusaha membangunkan putrinya.

Pelan-pelan tubuh Sandra bergerak lalu kedua matanya mengerjap-kerjap. Gadis tersebut tampak bingung. Dia memidai setiap bagian dalam mobil. Tiba-tiba kedua matanya mendelik mengarah bagian atap mobil.

“Maa, suruh pergi dia!” pekik Sandra sambil menunjuk bagian plafon mobil.

Ny. Anggara seketika mendongak dan tak ada apa pun di sana. “Mama gak liat gak ada apa, Sayang.”

“Pergi!” teriak Sandra dengan ekspresi ketakutan.

Vino yang mengetahui hal tersebut langsung meloncat turun dari mobil. Pria ini segera membuka pintu penumpang lalu mendongak ke plafon. Kedua bibirnya mengerucut mirip orang meniup. Beberapa saat kemudian, Sandra telah tenang kembali. Gadis ini tersenyum memandang Vino.

“Kamu tadi ngapain, Vin?” tanya Ny. Anggara dengan ekspresi keheranan sambil menatap si pemuda baru berdiri tegak di luar mobil.

“Hanya formalitas saja, Nyonya. Nona Sandra sedang berhalunisasi,” jawab Vino enteng.

Ny. Anggara yang merasa lega melihat putrinya bisa tenang, tak mau ambil pusing dengan jawaban Vino. Keduanya pun membantu Sandra turun dari mobil. Mereka berjalan beriringan menuju lift. Sandra kembali tak banyak bicara seperti saat di rumah. Gadis ini melangkahkan kaki dengan menunduk. Sesekali Ny. Anggara membantunya agar tak menabrak tembok dan yang lain.

Putri kecilku yang cantik telah banyak berubah. Rasa traumanya telah mengambil paksa sebagian besar mentalnya, batin Ny. Anggara dengan hati sedih.

“Nyonya, saya permisi dulu. Ada keperluan sedikit sekalian mau cari info tempat pengobatan Nona Sandra,” pamit Vino sambil menyerahkan STNK dan kunci kontak mobil.

“Kamu pake aja mobilnya. Kami mau bersihin badan dulu. Sekalian, tungguin Bik Sumi.”

“Baik, Nyonya. Secepatnya saya kembali. Permisi.”

“Silakan.”

Vino segera balik badan lalu beranjak menuju lift, sedangkan Ny. Anggara dengan merangkul Sandra membuka pintu apartemen lalu masuk.

Sementara itu, berjarak beberapa meter dari apartemen. Bik Sumi sedang duduk sedang antre menunggu panggilan. Wanita tersebut mengamati tenaga medis yang keluar masuk di ruang perawatan.

Mereka terlihat beda sekali. Ada yang ganjil gak seperti biasanya, ucap Bik Sumi dalam hati.

Dalam genggaman tangannya ada nomor antrean 25. Sementara nomor yang telah dipanggil masih nomor 10. Dirinya merasa sedikit santai dengan menselonjorkan kaki karena rasa nyeri asam urat yang beberapa hari ini dideritanya. Bik Sumi memijat kedua betis dengan minyak urut. Tiba-tiba seorang perawat datang mendekat.

“Ayo, Bu. Giliran masuk sekarang,” ucap wanita dengan seragam serba putih tersebut.

Bik Sumi segera mendongak lalu memandang nomor antrean yang dipegang berganti ke arah pasien yang baru saja keluar dari ruang perawatan.

“Bukannya yang barusan no.10. Saya masih lima belas nomor lagi,” balas Bik Sumi sambil memperlihatkan nomor antreannya kepada perawat.

“Pak Dokter yang meminta saya untuk mendahulukan Ibu. Mari.”

Bik Sumi yang diliputi kebingungan, akhirnya menuruti kata perawat. Wanita ini pun segera masuk ruangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status