Home / Fantasi / VAMPIRES UNITED / 9. Tragedi Pagi

Share

9. Tragedi Pagi

Author: Joko D Mukti
last update Last Updated: 2021-07-09 10:56:55

Bersamaan dengan langkah ketiga Rastri ke arah kantor Pimpinan Redaksi, Sam masuk ke ruang redaksi. Kaca mata rayban-nya belum ia buka, demikian juga topi jeraminya yang berpinggiran sedikit lebar.

Wajahnya tak berubah melihat banyaknya anggota redaksi dan reporter yang memenuhi ruangan, sehingga ruang yang biasanya sejuk oleh pendingin kini terasa pengap. Ia sempat melihat kelebat bayangan Rastri memasuki pintu satu-satunya kantor yang tertutup di ruang yang luas itu dan benaknya sempat menduga kericuhan akibat berita Rastri telah berlangsung. 

Langkah kakinya ringan dan tak tergesa menerobos kerumunan di lorong di antara barisan-barisan meja yang teratur dan tanpa penyekat. Diliriknya Sonia menatap ke arahnya di ujung lain dan berusaha melambai ke arahnya, tapi Sam berbelok menuju meja bagian redaksi bahasa. Di balik deretan tiga buah monitor berlayar datar, dilihatnya pimpinan bagian redaksi bahasa duduk termangu. 

Lelaki setengah baya yang berkaca mata tanpa bingkai itu mendongak. Ia mengusap uban di pucuk kepalanya yang mulai membotak. Ketika menatap Sam, wajahnya tak menunjukkan keramahan. 

“Selamat siang,” sapa Sam tenang.

“Apa yang telah kau lakukan semalam, sehingga membuat Manto murka?” 

“Tak ada yang spesial, Pak Wir. Ada apa?”

“Tadi ia mencarimu, katanya kau membuang naskahnya yang seharusnya dimuat hari ini. Dan ketika aku melihat list, mungkin tuduhannya benar. Dan sekarang Rastri dipanggil ke dalam kantor pimpinan tentang sebuah naskah ecek-ecek tentang vampir.

Apa yang sebenarnya engkau lakukan dalam masalah ini, anak muda?” tanyanya setengah berbisik. Sam menatapnya langsung dan lelaki setengah baya itu melengos penuh harga diri. 

“Aku melakukan yang harus kulakukan.”

“Kau tak bisa berbuat sekehendak hatimu, Sam. Kau harus mengikuti aturan yang ada. Dan tahukah kamu, Sam, aku yang harus bertanggung jawab atas semua yang ada dan terjadi di bagian ini.”

Sam membisu. 

“Kau tidak takut kau akan dikeluarkan dari perusahaan ini? Kau bahkan belum menyelesaikan masa percobaanmu yang tiga bulan.”

Sam melepaskan topi jeraminya. Matanya menyipit ketika ia meletakkan kacamatanya ke meja di depannya. Ia menyandarkan bahunya ke sandaran kursi, sambil memejam khidmat ia menarik napas sedikit lebih panjang sehingga terkesan ia mengabaikan sekitarnya. Kedua tangannya meremas lutut dan ia melanjutkannya dengan mendongakkan wajahnya.

Dadanya bergerak seolah ia berniat menghisap udara sebanyak-banyaknya. Ia memejam semakin rapat seolah-olah keheningan—dari kerumunan bising orang-orang yang memenuhi ruang redaksi—berhasil menyelinap dan menyusup ke dalam benak dan perasaannya. 

Saat itulah dari pintu pra-cetak muncul Manto. Ia langsung mengibaskan  Pak Wir dengan tangan kirinya ke samping—brak!—menubruk tembok, dan maju dengan langkah lebar ke arah Sam yang duduk bersandar tanpa menyadari datangnya bahaya.

Sam tengah menghirup udara dengan rakus untuk yang kesekian ketika ia menyadari keributan yang terjadi di dekatnya. Namun belum sempat ia membuka matanya, sebuah pukulan tangan kanan, berat dan brutal, menghajar pelipisnya—dezz! 

Sam bersama kursinya terpelanting jatuh. Para reporter wanita yang berkumpul di dekat sudut redaksi bahasa menjerit. Mengabaikan rasa sakit di sisi wajahnya, Sam berusaha bangkit dengan tangkas. Dan ketika ia menangkap sosok yang telah memukulnya ia melihat Manto—wajahnya bengis dipenuhi kegilaan—melompat di atasnya.

Sam hanya berhasil menghindari injakan dua kaki Manto yang berdebum di lantai, tetapi ia tak berhasil mengelak dari dorongan dua tangannya. Sam terlontar dan—gubrak!—menimpa sebuah monitor yang menemaninya jatuh di balik sebuah meja. 

Suasana sangat gaduh. Para wanita menyingkir sambil berteriak-teriak bahkan lebih bising daripada perkelahian itu sendiri. Para lelaki sejenak tercengang, namun alih-alih menolong Sam atau menghentikan Manto, mereka hanya menonton—seolah-olah pekerjaan mereka sebagai pengamat dan penulis berita telah begitu dalam membuat mereka terbiasa untuk tidak terlibat. 

“Hentikan, Manto!” Sam mendengar ada seorang yang cukup waras untuk menghentikan kegaduhan. Dan ketika Sam muncul dari balik meja, Sam melihat Redaksi Pelaksana yang botak menatap tajam ke arahnya. Jadi, ia yang disalahkan untuk keributan ini?

Bukankah ia yang diserang dan dipukuli? Seseorang menarik Sam berdiri. Pinto. Dan Sam membiarkan Pinto merapikan meja yang baru saja ditimpa tubuhnya. Manto menatapinya di sudut bersama dua orang yang terbanting-banting memeganginya. 

“Sam, kau menghadap Pimpinan Redaksi sekarang!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • VAMPIRES UNITED   50. Permintaan Sam

    Sonia bangun terkejut. Sedetik dua detik ia meraup kesadarannya kembali dengan menghela napas panjang. Dan tahulah ia suara apa yang ia dengar dalam ketidaksadarannya sebelumnya. Pintu ruang kesehatan telah terbuka dan angin panas yang menerobos dari luar mengibas-kibaskannya, membentur dinding, dan menjatuhkan benda-benda. Rastri tidak ada lagi di sebelahnya.Sonia menyentuh pipinya. Basah. Jadi ia benar-benar menangis seperti dalam mimpinya. Mimpi yang aneh dan ganjil di siang hari. Apa yang ditangisinya? Dalam mimpinya? Ah, ya. Ia bermimpi Sam mendatanginya. Semuanya gelap. Ia merasa tersesat. Ia gembira Sam dating. Namun Sam sama sekali tak menyapa. Ia hanya lewat dan pergi. Dan ia menangis. Karena entah kenapa ia merasa begitu sendirian dan terasing. Mendadak semua masalah dan kesulitannya hadir kembali di benak Sonia. Gadis itu tersenyum masam, dan menapakkan kakinya yang telanjang ke lantai. Son

  • VAMPIRES UNITED   49. Perbincangan Letih

    Rastri dan Sonia terpaksa harus tiduran di ruang kesehatan kantor setelah menyelesaikan tugas harian mereka. Matahari sudah terasa panas pada jam 10.30 saat itu. Pendingin ruangan hanya mampu memberikan kesejukan yang membuat kulit mereka terasa kering dan sangat tidak nyaman, karena keletihan yang mereka derita seakan tersekap di dalam tubuh dan tak mau keluar. Kini mulai terasa betapa letih dan pedih mata mereka, akan tetapi berkebalikan dengan keinginan hati mereka kedua pasang mata mereka tak juga mau dipejamkan. Dalam desahan ke sekian akhirnya Sonia menyadari keluhan tak akan menghilangkan keletihan yang menguasai sekujur tubuhnya. Kepalanya terasa melayang, seakan tak mau berkoordinasi dengan bagian tubuh lainnya. Ia berusaha memejam. Namun suara-suara kesibukan di luar tak juga mampu ia kesampingkan. Napasnya terasa berat, dan gendang telinganya berdenging dan terasa seakan sebuah benda padat menggumpal di sana.Sonia terlentang dan mengatur napasnya

  • VAMPIRES UNITED   48. Undangan Pembasmi

    Tak ada siapa-siapa di ruang belakang yang porak poranda. Separuh pintu gudang tergeletak dengan palang-palang yang terpelanting beberapa meter. Mereka segera membuka dua pintu keluar dan empat jendela kecil di bagian belakang rumah. Cahaya yang memasuki ruang di situ belum sepenuhnya berhasil menerangi setiap sudut rumah, namun mereka mampu melihat ceceran debu-debu vampir dari ujung ke ujung. Tak ada barang yang masih tetap tinggal di tempatnya. Semua terserak, setengah terbakar, setengah hancur atau seluruhnya, menjauh dari tempatnya semula, seolah telah terjadi gempa hebat di tempat itu. Ada kelegaan dan kecemasan sekaligus saat Rastri mengetahui tak ada Sam di situ. Rastri mengerling ke arah Sonia. Yang dipandang menunduk. Ketika menyadari ia sedang berdiri di atas debu vampir, Sonia menjauh dengan langkah hati-hati. Svida menyentuh hampir semua benda dan permukaan tembok dengan ujung celuritnya seakan dengan perbuatannya itu

  • VAMPIRES UNITED   47. Senyap Setelah Pertempuran

    Ketika Svida tiba vampir-vampir telah pergi. Svida menggedor pintu depan sebelum dibukakan, dan mereka semua terheran-heran menyaksikan tak ada vampir yang menghadang. Tak ada vampir yang tersisa. Sonia bersama Rastri mengawasi sekitar rumah dan cahaya terang dari sebelah timur menyadarkan mereka semua.Fajar menyingsing Itulah kenapa.Svida menyisir setiap sudut dan menjelajahi setiap titik di seputar rumah Rastri. Lalu dengan ketelitian yang mengagumkan mereka menyibak setiap semak dan memeriksa setiap celah. Nihil. Matahari mulai muncul ketika Sonia berkacak pinggang dengan celurit masih tergenggam di tangan kanannya. Ini semua keajaiban. Mereka semua selamat. Semalaman mereka begitu sibuk bertempur sehingga tak menyadari waktu berjalan. Dan kini hari hampir pagi. Mereka diselamatkan oleh matahari. Mereka mengitari rumah dan mendapati ceceran debu-debu di sana

  • VAMPIRES UNITED   46. Hidup dan Mati

    Sonia mendengar kebisingan memuncak dengan suara pintu hancur di belakang rumah. Isak tangisnya berhenti. Dengan air mata masih bercucuran, ia fokus kepada suara-suara pertempuran di lorong di bagian belakang rumah. Pintu gudang itu telah terjeblak terbuka, desisnya. Dan suara ketika para vampir membanjir masuk nyaris seperti suara ribuan kelelawar menyerbu. Tapi mereka tak mampu menyerbu langsung semuanya, mereka dibatasi oleh sempitnya lorong, sehinggga meskipun yang Sam hadapi puluhan vampir, bahkan mungkin lebih, akan tetapi mereka hanya mampu menyerang satu demi satu. Rastri menyadari hal ini, sehingga senyumnya makin lebar. Bangsat itu tidak sekedar nekat ternyata, batin Rastri. Lalu terdengar pertempuran. Begitu cepat dan tergesa. Ada jeritan kesakitan bersahutan.Letupan-letupan cepat yang susul-menyusul dengan suara benda-benda berat berjatuhan dan hancur.Hara tersentak ketika suara bising da

  • VAMPIRES UNITED   45. Menyongsong Maut

    Sam melangkah keluar kamar Jani, kini celurit dan pedang samurai pendek berada di kedua tangannya. Raut wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa-apa, hanya matanya menatap liar. Hara bersama anak buahnya menunggu, ketika melihat Sam tampak akan mengatakan sesuatu. Akan tetapi Sam hanya menoleh dan menatap Rastri dan Sonia, kemudian dengan langkah tergesa ia menuju ruang depan dan saat itulah kaca-kaca jendela di sana—prang!—hancur oleh hantaman para vampir yang meringis ganas dari luar. Sam menatap wajah-wajah liar yang melongok ke dalam dari balik teralis baja yang menutupi ambang jendela. “Rastri, berapa lama kira-kira kita akan mampu bertahan dengan teralis dan pintu yang ada?” “Teralis itu cukup kuat, kukira. Dan pintunya cukup tebal untuk bertahan sampai pagi. Apalagi dengan palang besi berlapis yang kami pasang. Yang aku khawatirkan, bangunan belakang lebih lemah daripada bangunan utama. Tidak seperti gudang di belakang, y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status