Ini adalah malam terakhir dia di London, Meera sudah mengemas semua barang-barang dan juga sudah membelikan beberapa oleh-oleh buat para sahabatnya di Jakarta.
Salju masih terlihat lebat saat Meera mengintip dibalik kaca jendela flat.Memikirkan sejenak Meera kembali mencoba menyusuri jalan dengan balutan mantel tebal menuju cafe tempat dimana dia bertemu dengan malapetaka.
Meera mengusap perutnya lembut saat dia turun dari black cab.Dia membuka pintu cafe tersebut dan mengitari sekitar, seketika dia merasa sangat bodoh.Meera tidak jadi masuk, akun kencan online pria itu saja sudah dinonaktifkan tentu saja pria itu berniat tidak ingin datang lagi ke tempat ini.
Dia memutuskan berjalan-jalan sebentar menikmati udara London yang dingin.Suasana Bank of London memang sangat indah. London Eye terlihat begitu gagah dihadapannya dan Meera tersenyum.Entah kapan dia akan kembali kesini, mungkin nanti setelah anaknya lahir. Samar-samar Meera menangkap sosok pria seperti yang dia cari, Meera menajamkan penglihatannya. Dan benar pria yang menghamilinya sedang bercengkrama dengan dua orang pria dan satu wanita yang dia genggam jemarinya.
Meera berhenti mendekat, dia berbalik karena merasa hal yang akan dia lakukan adalah konyol dan akan mempermalukan dirinya sendiri.
Meera berbalik namun tiba-tiba jantungnya seolah berdetak lebih lambat dan dia merasa sesak.Hal yang selalu Meera rasakan ketika dia memilih hal yang tidak sejalan dengan logikanya.Meera berbalik dan tidak menemukan keberadaan pria tadi. Dia berlari kecil sambil terus melihat sekeliling.
"Shit !" umpatnya kesal.Berlari kesana kemari namun Meera tidak menemukan Pria tadi.
"Meera," panggil suara yang terdengar familiar ditelinganya.Meera menoleh dan mendapati Sean bos ditempat Meera bekerja."Hai Sir," sapa Meera mencoba sopan.
"Oh come'on call me Sean." Meera tahu hal itu, Sean sering kali memintanya memanggil nama pria itu jika sudah tidak berada dikantor. Umur mereka tidak jauh berbeda dan Meera tahu Sean memiliki ketertarikan dengannya.
"Kau akan pindah ke Indonesia namun tidak membuat pesta perpisahan dengan teman-teman kantormu hem ?" Meera hanya tersenyum mengangguk. Untuk apa Meera membuat pesta perpisahan, tadi dikantor saja mereka sudah membuatkan acara untuk Meera.
"Maaf Sean," ujar Merra singkat.
"Kau sendirian ?"
"Ya," jawab Meera lagi.
"Boleh berbicara sebentar ?" Meera mengernyitkan keningnya dan mengangguk.
Mereka berjalan kearah tempat dimana banyak pengunjung lainnya yang juga duduk di cafe-cafe kecil pinggir jalan.
"Ingin pesan sesuatu ?""Tidak usah Sean, aku harus segera kembali. Penerbanganku besok pagi jadi kau tahu aku harus segera tidur malam ini." Meera memaksakan senyuman dan Sean tahu itu.
"Aku tahu kau selalu menghindariku," ujar Sean membuat Meera tertegun.
"Sebelum kau pergi aku ingin mengatakannya." Tiba-tiba Sean menarik tangan Meera. "Aku mencintaimu Meera, dan aku tidak ingin menyesal tidak mengatakannya sama sekali padamu." Meera merasa mulai tidak nyaman."Sean sorry aku...aku harus pergi." Meera bangkit dari duduknya membuat Sean menghela napas. Dia mengejar Meera dan memegang kedua bahu wanita itu.
"Meera katakan kenapa ? Apa salahnya ? Bahkan aku tidak masalah jika kita harus berhubungan jarak jauh, aku bisa menyusulmu ke Indonesia jika kau ingin menetap disana." Meera melihat kesungguhan dimata Sean dan hatinya menghangat. Bukan pertama kali dia mendengar pria mengatakan menyukai atau bahkan mencintainya, namun baru Sean yang terlihat begitu bersungguh-sungguh.
Meera tidak menolak saat Sean memeluk tubuhnya. Dia merasakan kenyaman yang tidak pernah dia rasakan, Sean adalah pria kedua setelah Arka yang bisa memeluknya.
Dan tiba-tiba Meera merindukan pelukan hangat Arka sahabatnya itu."I love you Meera," ucap Sean lagi terdengar begitu merdu ditelinga Meera. Tapi hati Meera seolah tidak ingin terbuka untuk saat ini. Dia tidak pantas untuk Sean yang sudah dia tahu latar keluarganya. Ditambah dia saat ini tengah mengandung anak dari pria lain.Meera mengurai pelukan itu dan dia mencoba tersenyum.
"Sorry Sean,""But Why Meera ?"
"Aku hamil Sean, dan kau tidak pantas mendapatkan wanita seperti ku." Meera pergi setelah mengatakan hal itu meninggalkan Sean yang sangat terkejut mendengar apa yang Meera katakan.
Itu tidak mungkin. Dia mengikuti berita Meera selama ini dikantornya dan terkadang dia juga membuntuti Meera saat pulang dari kantor. Tidak sekalipun dia melihat Meera bersama pria, jika pun Meera pergi nonton atau hang out itu hanya bersama beberapa teman pria dikantornya dan bersama teman wanita yang lain.
Meera tidak terdengar menjalin hubungan dengan pria. Atau apakah dia yang salah ?Sean menelpon seorang teman yang lumayan dekat dengan Meera untuk mencari tahu.
TBC...🥰🥰
see you next chapter.
Meera mungkin sudah gila, karena dengan beraninya dia memulai cumbuan panas mereka. Zyan tidak ingin melewati hal yang dia sukai tentunya, dan hanya Meera yang dia inginkan. Meera tidak bisa digantikan oleh wanita lain, desahan Meera membuat dia benar-benar gila. Begitu juga Meera, dia tahu ini berbahaya baginya namun tetap saja dia melakukannya. Meski mungkin ini adalah hadiah perpisahan untuk mereka berdua.Zyan memeluk erat dirinya saat puncak kenikmatan mereka gapai bersama, dan jelas Meera dengar Zyan mengatakan mencintainya lagi."Jika kau mencintaiku, maka hiduplah dengan Melisa." Mata Zyan yang terpejam tadi langsung terbuka saat mendengar itu."Apa-apaan kau Zean ?!" Zyan marah, dia merasa dipermainkan oleh Meera."Kau bertanya bagaimana aku bisa percaya bukan ? maka itulah jawabanku." Meera memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia memakainya lalu duduk kembali di hadapan Zyan.
Satu bulan kemudian....Seorang wanita yang terluka tidak lagi membutuhkan ucapan cinta, namun sebuah kejelasan,serta kepastian.*****Bel rumah membuat Meera harus berjalan perlahan untuk membuka pintu. Dia baru genap satu bulan usai melahirkan putri cantik yang dia dan Zyan beri nama Harlein Meera Derson Ozvick. Zyan memang memaksa agar putri kecilnya itu tetap memakai nama Meera.Tidak seperti tradisi kerajaan sebelumnya, Meera dan Putrinya tidak hadir ke acara di Fortania, pesta penyambutan Putri Mahkota itu tidak dia hadiri dan semua sudah dia bicarakan baik-baik dengan Zira serta Alvian. Zyan yang terpaksa kembali ke Fortania untuk melakukan tradisi itu namun kini dia kembali ke rumah Meera. Meera sangat terkejut dengan kehadiran Zyan, dia belum memakai lagi bra-nya karena baru saja menyusui Harlein."Kau kenapa kesini ?""Melihat anak ku, apa tidak boleh ?""Ck, boleh hanya saja harusnya kasih aku pesan atau telpon dulu. Bagaimana
"Saat kalut kau mengatakan cinta karena takut. Lalu mampukah aku untuk percaya ?" ******Zyan masuk ke ruang rawat Meera, banyak orang disana namun dia merasa dia hanya berdua dengan Meera. Wajah pucat Meera membuatnya semakin merasa tidak berguna.Tidak ada yang tahu seberapa menyesalnya Zyan saat ini. Terlebih anaknya harus dipasangkan selang-selang di dalam sebuah tabung agar mampu bertahan hidup. "Zean sorry," ucapnya pelan dan mengecup kening Meera. Dia menggenggam jemari Meera hingga membuat tidur panjang Meera terusik.Perlahan dia membuka mata dan menyesuaikan sinar yang masuk mengusik penglihatannya.Netra indah milik Meera menangkap sosok yang sedang menggenggam tangannya itu. Dia mencoba mengingat semuanya lalu Meera menarik napasnya dalam. "Zyan," ucapnya. Membuat Zyan yang tertunduk mengecup tangan Meera langsung menatap sosok yang sudah membuka kedua matanya itu.Reya dan Celine yang menyadari jika Meera sudah sadar langsung berh
Meera sedang berjalan-jalan seorang diri di sebuah mall. Membeli beberapa baju bayi dan perlengkapan lain untuk anaknya kelak.Saat antri di kasir dia melihat pasangan suami istri yang membeli perlengkapan anak juga. Aliran darahnya berdesir, dia iri. Melihat bagaimana hangatnya kedua orang itu.Mereka pasti menikah karena saling mencintai. Tidak seperti kisahnya yang menyedihkan. Lihat semua dia lakukan seorang diri, tanpa ada seseorang yang berada di sisinya.Meera segera menyelesaikan pembayaran lalu kembali ke rumahnya. Karena belanjaan cukup banyak Meera memutuskan menaiki taksi online agar lebih hemat.Saat didalam taksi telpon dari Reya masuk. Dia langsung saja mengangkatnya. Memang sudah tiga hari dari ia sampai dan Reya baru menelpon sekarang."Meer, sorry. Kemarin mau nelpon balik gue kelupaan terus.""Gak apa-apa kok," jawab Meera seadanya."Loe baik-baik
Meera tiba di Bandara, dia merasa perutnya benar-benar keram sehingga dia harus duduk sebentar di bangku tunggu. Mencoba menelpon Reya sahabatnya namun tidak juga diangkat, Meera tahu keadaan sudah berubah dan hubungan mereka semua sudah menjauh. Dia juga sudah lama meninggalkan semua sahabatnya tanpa tahu kabar mereka semua dengan pasti. Meera masih mencoba menghubungi Arka namun juga sama, tidak diangkat.Wajah Meera sudah pucat dan dia benar-benar tidak sanggup untuk berdiri."Meera," panggilan seseorang membuat dia melihat ke sumber suara."Ya ! anda siapa ?" tanya Meera sopan."Ck, Meer ini aku Dhimas." Meera mencoba mengingat membuat pria itu menunjukkan foto lama mereka. Meera terkejut dengan perubahan pria dihadapannya ini. Dulu Dhimas sangat culun tapi sekarang benar-benar berbeda."Ya ampun loe berubah banget ya !" Meera tersenyum tulus, dia juga dulu dekat dengan Dhimas. Lalu Dhimas
"Zyan ada apa ?" tanya Meera sekali lagi saat tidak mendapati jawaban dari Zyan dan malah pria itu pergi begitu saja dari hadapannya membuat Meera harus mengikuti Zyan dari belakang.Hingga mereka sampai didalam kamar Zyan belum juga menjawab pertanyaan Meera. "Kau mau pergi ?" Zyan menarik napas lalu mengajak Meera duduk di tepian tempat tidur."Hei ada apa ?" kata Meera menyentuh rahang Zyan."Melisa," kata Zyan membuat jantung Meera pun tak karuan. "Melisa mencoba bunuh diri dan sekarang dia berada dirumah sakit." Meera ikut terdiam bersama Zyan, lalu Zyan berdiri sehingga Meera tersadar dari pikirannya sendiri."Maaf Zean aku harus pergi untuk beberapa hari, kau tidak apa ?" Meera hanya mengangguk, wanita mana yang mau suaminya menemui wanita lain terlebih itu adalah mantan kekasihnya. Mantan kekasih ? Meera bahkan tidak tahu jelas statusnya dan Zyan.Zyan mengecup keningnya lalu pergi dari