Meera akhirnya turun dari burung besi setelah dia menghabiskan waktu berjam-jam disana.
Dia tersenyum saat matahari menyinari wajahnya yang masih terbingkai dengan kaca mata.Dia menunggu bagasinya baru setelah itu keluar untuk melihat Reya apakah sudah menjemputnya atau belum. Namun dia menggelengkan kepala saat melihat pasukan mereka lengkap.
Mereka semua berhambur memeluk Meera dan sangat heboh, sehingga beberapa orang disana menatap mereka heran.
"Loe makin kurus aja Meer," ucap Arkana yang meneliti penampilan Meera.
"Iya, asli tadi gue sampe gak tanda sama loe." Meera menoyor kening Celin.
"By the way, gue udah ada janji sama orang marketing apartment siang ini. Kalian anterin gue ya."
"Kok anterin sih, kita baru ketemu Meer." Celin terlihat sedikit kesal.
"Lah terus maksud loe ?" Reya pun tidak mengerti.
"Iya, kan rumah nyokap gue masih disewakan sama orang. Dan gue harus letak ini tiga koper kemana ?" Meera bukan tidak ingin melepaskan rindu bersama sahabatnya hanya saja dia memang harus meletakkan semua barang-barangnya di apartement barunya.
Ingat, Meera adalah wanita yang teratur dan rapi.
"Ckckck...udah mendingan kita anterin Meera sekalian tungguin dia dapat kunci apartement baru dia. Habis itu kita buat party." usul Arkana.
"Eh jangan...Meera gak boleh capek." Reya membuat teman-teman mereka menatapnya serius. Dan Meera sudah merapalkan doa.
"Kenapa Rey ? Biasa juga kita loncat sana-loncat sini kalau ketemu." Celin mulai aneh dengan Reya.
"Ya kan Meera lagi hamil."
"APA !?"
"HAH !!?"
"SERIUS !!"
Meera menarik napasnya lelah dan Reya langsung memukul mulutnya sendiri.
Mereka semakin mempersempit jarak dan Meera mundur."Stop jangan tanya saat ini. Nanti gue jelasin, sekarang anterin gue." Meera lalu berjalan mendahului semua sahabatnya yang masih terkejut mengetahui kondisinya saat ini.
Reya menyusul Meera mengatakan maaf dan Meera hanya mengangguk.
Dia tahu pasti akan mengatakan kebenarannya kepada mereka semua, hanya saja waktunya tidak tepat."Meer serius nih maaf ya," ucap Reya dan Meera jengah mendengar sudah lima kali Reya mengatakan hal itu.
"Loe bilang maaf sekali lagi asli gue tampol." Reya mengerucutkan bibirnya dan yang lain pun menyusul mereka.
****
Reya mengemudikan mobil dan keadaan yang biasanya selalu ramai kini srolah mereka semua mengheningkan cipta.
Diam, tenang, bahkan hembusan napas hampir tidak terdengar di telinga Meera.Meera yang duduk disebelah kursi pengemudi menoleh kebelakang menatap tiga sahabatnya itu juga melayangkan tatapan penuh tanda tanya.
"Ck, fine I'm pragnent."
"Loe bukannya gak punya pacar ? Selama ini loe bilang sama kita loe belum percaya diri buat punya pacar." Meera mengangguk sebelum menjawab pertanyaan Celin itu.
"Loe ikut pergaulan bule-bule disana ya ? Loe kan tau itu dosa Meer." Lagi Candy pun ikut mengomentari.
"Siapa yang hamilin loe ? Dia gak mau tanggung jawab ?! Ayo kita ke London, gue bakal kasih dia pelajaran."
Meera menelan susah payah ludahnya sendiri. Dia melirik Reya sekilas dan wanita itu tahu harus sedikit membantu Meera.
"Udah deh, kita bahas nanti aja pas udah di apartement Meera. Sabar dikit kali introgasi sahabat sendiri, kesian tu Meera. Dia juga jadi sedih kalian mikir yang enggak-enggak sama dia." Reya mengomeli mereka semua.
"Bukan gitu Re, kita kan hanya___,"
"Iya gue ngerti kok. Tapi nanti ya gue jelasin." Meera langsung membalik tubuhnya kembali lurus kedepan.
***
Semua urusan Meera pun selesai, setelah dua puluh menit menandatangi surat penyewaan apartement dia langsung diberikan kunci unit miliknya tersebut.
Dan karena Meera sudah tahu ke empat sahabatnya itu menunggu cerita darinya dia pun langsung duduk di sofa.
"Kalian gak mau gue pesenin makanan dulu ?""Setelah denger cerita loe baru kita makan dengan tenang." Meera mengangguk masih seolah dia tenang, padahal Meera sendiri tidak tahu kedepannya bagaimana.
"Gue hamil karena udah ngikutin hal bodoh. Gue ikut kencan buta yang dari aplikasi gitu kan, terus gue ketemuan ma tuh cowok dan kita juga masih manggil dengan nama inisial. Lalu yang gue ingat ke esokan paginya gue udah gak pakai apa pun dan cowok itu udah gak ada didalam kamar hotel yang sial nya juga gue gak tau. Siapa yang bawa gue kesana."
Meera sedikit terdiam saat kembali akan melanjutkan ceritanya. Dia tahu dirinya sangat tolol.
"Setelah satu hari mencoba mengingat, gue ingat potongan-potongan malam yang gue dan dia lewati. Dan memang gue enggak di paksa atau seolah diperkosa cowok itu, gue yang memang kayanya mabuk. Makanya gue gak terlalu ingat saat bangun. Dan gue gak rau cowok itu ada dimana."
"Loe gak tanya ke hotel tempat kalian melakukan itu." Celin bertanya.
"Udah, gue udah tanya tapi mereka bilang itu privasi. Dan cuma menyebutkan nama Mr.D."
"Gue juga coba datang ke cafe tempat gue ketemuan sama dia tapi dia gak pernah datang lagi kesana. Sampai akhirnya gue lihat dia semalam, dia lagi sama teman-temannya dan juga seorang wanita di Bank Of London. Gue gak berani buat bilang tapi setelah gue mengumpulkan keberanian dia malah udah pergi."
"Gila juga sih, loe baru lewatin satu malam dan langsung jadi," kata Candy ceplos. Arkana pun menoyor kepala Candy.
"Ya kalau satu malam tapi enam ronde apa gak hamil, loe ya kadang-kadang asal aja kalau ngomong."
"SAMA LOE JUGA !" Serentak Celin dan Reya memarahi Arkana.
"Jadi Meer, sekarang rencana loe gimana ?" Reya bertanya.
"Ya gak ada, gue hanya mau kembali kesini. Gue sadar gue udah lakuin dosa sekali dan gak bakal gue lakuin yang kedua kali. Mau orang bicara apa juga ini anak gue, darah daging gue. Gue udah siap nerima konsekuensinya."
Celin,Reya dan Candy memeluk Reya terharu. Arkana yang juga ikut terharu lalu menyusul memeluk mereka semua."Tapi Meer, saat anak loe lahir dia juga butuh status loh di mata hukum." Celin langsung mengingatkan.
"Iya gue paham, makanya gue lagi mikir gimana caranya nanti."
"Loe nikah aja sama Arka, terus cerai." Usul Candy membuat Arka yang disebut namanya langsung terdiam.
TBc...
Meera mungkin sudah gila, karena dengan beraninya dia memulai cumbuan panas mereka. Zyan tidak ingin melewati hal yang dia sukai tentunya, dan hanya Meera yang dia inginkan. Meera tidak bisa digantikan oleh wanita lain, desahan Meera membuat dia benar-benar gila. Begitu juga Meera, dia tahu ini berbahaya baginya namun tetap saja dia melakukannya. Meski mungkin ini adalah hadiah perpisahan untuk mereka berdua.Zyan memeluk erat dirinya saat puncak kenikmatan mereka gapai bersama, dan jelas Meera dengar Zyan mengatakan mencintainya lagi."Jika kau mencintaiku, maka hiduplah dengan Melisa." Mata Zyan yang terpejam tadi langsung terbuka saat mendengar itu."Apa-apaan kau Zean ?!" Zyan marah, dia merasa dipermainkan oleh Meera."Kau bertanya bagaimana aku bisa percaya bukan ? maka itulah jawabanku." Meera memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia memakainya lalu duduk kembali di hadapan Zyan.
Satu bulan kemudian....Seorang wanita yang terluka tidak lagi membutuhkan ucapan cinta, namun sebuah kejelasan,serta kepastian.*****Bel rumah membuat Meera harus berjalan perlahan untuk membuka pintu. Dia baru genap satu bulan usai melahirkan putri cantik yang dia dan Zyan beri nama Harlein Meera Derson Ozvick. Zyan memang memaksa agar putri kecilnya itu tetap memakai nama Meera.Tidak seperti tradisi kerajaan sebelumnya, Meera dan Putrinya tidak hadir ke acara di Fortania, pesta penyambutan Putri Mahkota itu tidak dia hadiri dan semua sudah dia bicarakan baik-baik dengan Zira serta Alvian. Zyan yang terpaksa kembali ke Fortania untuk melakukan tradisi itu namun kini dia kembali ke rumah Meera. Meera sangat terkejut dengan kehadiran Zyan, dia belum memakai lagi bra-nya karena baru saja menyusui Harlein."Kau kenapa kesini ?""Melihat anak ku, apa tidak boleh ?""Ck, boleh hanya saja harusnya kasih aku pesan atau telpon dulu. Bagaimana
"Saat kalut kau mengatakan cinta karena takut. Lalu mampukah aku untuk percaya ?" ******Zyan masuk ke ruang rawat Meera, banyak orang disana namun dia merasa dia hanya berdua dengan Meera. Wajah pucat Meera membuatnya semakin merasa tidak berguna.Tidak ada yang tahu seberapa menyesalnya Zyan saat ini. Terlebih anaknya harus dipasangkan selang-selang di dalam sebuah tabung agar mampu bertahan hidup. "Zean sorry," ucapnya pelan dan mengecup kening Meera. Dia menggenggam jemari Meera hingga membuat tidur panjang Meera terusik.Perlahan dia membuka mata dan menyesuaikan sinar yang masuk mengusik penglihatannya.Netra indah milik Meera menangkap sosok yang sedang menggenggam tangannya itu. Dia mencoba mengingat semuanya lalu Meera menarik napasnya dalam. "Zyan," ucapnya. Membuat Zyan yang tertunduk mengecup tangan Meera langsung menatap sosok yang sudah membuka kedua matanya itu.Reya dan Celine yang menyadari jika Meera sudah sadar langsung berh
Meera sedang berjalan-jalan seorang diri di sebuah mall. Membeli beberapa baju bayi dan perlengkapan lain untuk anaknya kelak.Saat antri di kasir dia melihat pasangan suami istri yang membeli perlengkapan anak juga. Aliran darahnya berdesir, dia iri. Melihat bagaimana hangatnya kedua orang itu.Mereka pasti menikah karena saling mencintai. Tidak seperti kisahnya yang menyedihkan. Lihat semua dia lakukan seorang diri, tanpa ada seseorang yang berada di sisinya.Meera segera menyelesaikan pembayaran lalu kembali ke rumahnya. Karena belanjaan cukup banyak Meera memutuskan menaiki taksi online agar lebih hemat.Saat didalam taksi telpon dari Reya masuk. Dia langsung saja mengangkatnya. Memang sudah tiga hari dari ia sampai dan Reya baru menelpon sekarang."Meer, sorry. Kemarin mau nelpon balik gue kelupaan terus.""Gak apa-apa kok," jawab Meera seadanya."Loe baik-baik
Meera tiba di Bandara, dia merasa perutnya benar-benar keram sehingga dia harus duduk sebentar di bangku tunggu. Mencoba menelpon Reya sahabatnya namun tidak juga diangkat, Meera tahu keadaan sudah berubah dan hubungan mereka semua sudah menjauh. Dia juga sudah lama meninggalkan semua sahabatnya tanpa tahu kabar mereka semua dengan pasti. Meera masih mencoba menghubungi Arka namun juga sama, tidak diangkat.Wajah Meera sudah pucat dan dia benar-benar tidak sanggup untuk berdiri."Meera," panggilan seseorang membuat dia melihat ke sumber suara."Ya ! anda siapa ?" tanya Meera sopan."Ck, Meer ini aku Dhimas." Meera mencoba mengingat membuat pria itu menunjukkan foto lama mereka. Meera terkejut dengan perubahan pria dihadapannya ini. Dulu Dhimas sangat culun tapi sekarang benar-benar berbeda."Ya ampun loe berubah banget ya !" Meera tersenyum tulus, dia juga dulu dekat dengan Dhimas. Lalu Dhimas
"Zyan ada apa ?" tanya Meera sekali lagi saat tidak mendapati jawaban dari Zyan dan malah pria itu pergi begitu saja dari hadapannya membuat Meera harus mengikuti Zyan dari belakang.Hingga mereka sampai didalam kamar Zyan belum juga menjawab pertanyaan Meera. "Kau mau pergi ?" Zyan menarik napas lalu mengajak Meera duduk di tepian tempat tidur."Hei ada apa ?" kata Meera menyentuh rahang Zyan."Melisa," kata Zyan membuat jantung Meera pun tak karuan. "Melisa mencoba bunuh diri dan sekarang dia berada dirumah sakit." Meera ikut terdiam bersama Zyan, lalu Zyan berdiri sehingga Meera tersadar dari pikirannya sendiri."Maaf Zean aku harus pergi untuk beberapa hari, kau tidak apa ?" Meera hanya mengangguk, wanita mana yang mau suaminya menemui wanita lain terlebih itu adalah mantan kekasihnya. Mantan kekasih ? Meera bahkan tidak tahu jelas statusnya dan Zyan.Zyan mengecup keningnya lalu pergi dari