Zyan Derson Ozvick, Pangeran Mahkota dari Fortania. Dia selalu membanggakan keluarganya dan dia sudah memiliki tunangan bernama Melisa. Wanita yang meski baru satu tahun berpacaran serius dengannya dan bagi Zyan Melisa satu-satunya wanita yang mengerti dirinya. Tapi sepertinya hubungannya akan berantakan karena kencan sialan malam itu. Seberapa kuat Zyan melupakan sosok itu ternyata hal yang sangat dihindari Zyan tetap terjadi. Wanita itu hadir dan akan merusak mimpinya. Zyan mengumpat setelah ibundanya menelpon dan meminta dia segera kembali ke Indonesia untuk membawa wanita bernama Zean itu ke Fortania.
"Sial !" umpat Zyan lalu melihat nomor tunangannya menelpon. Zyan tidak mengangkat telpon itu dan malah mematikan ponselnya. Dia langsung menghubungi sekertarisnya untuk segera mengatur pertemuan dengan pihak Mesir.
****
Meera masih di ruangannya saat sosok pria yang ingin dia temui hadir. Tiga hari berlalu dari saat dia melihat sosok Mr.D itu dan kini pria itu ada di ruangannya. Mereka saling terdiam satu sama lain hingga Zyan membuka suaranya.
"Apa benar itu anak ku ?" Meera yang ditanya seperti itu hanya bisa mengangguk lalu menjawab pertanyaan itu dengan suara yang nyaris tidak terdengar oleh Zyan.
"Aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya."
Meera begitu terkejut melihat kehadiran Zyan di ruangannya dan seluruh isi kantor pasti akan heboh perihal Zyan yang menemuinya.
"Begini, aku merasa kau salah. Kau tahu kita hanya bertemu satu kali dan itupun kau menggoda ku, jadi aku pikir ini salah." Kepala Meera rasanya akan meledak saat ini juga, perkataan Zyan benar-benar menghinanya.
Tapi sebelum dia menjawab sosok Zia dan Via langsung masuk keruanga dan sepertinya mereka mendengar apa yang dikatakan Zyan. Zia langsung menampar kakaknya itu tanpa ragu. Meera bersyukur setidaknya Zia tahu posisinya saat ini.
"Kau tidak tahu malu ! Mommy meminta mu untuk membawa wanita yang sudah kau rusak masa depannya ini ke Fortania, bukan untuk kau salahkan atas apa yang kau perbuat. Kalian sudah sama-sama dewasa dan kalian harus bisa bertanggung jawab," kata Zia. Sementara Via mendekati Meera untuk berbicara dengannya. Meera melirik sosok Zyan yang sedang mengeraskan rahang.
"Meera, aku sudah meminta HRD memberikanmu cuti untuk beberapa hari. Kau bisa pergi ke Fortania Bersama kami, aunty serta uncle di sana ingin bertemu denganmu, dan aku mohon jangan ada yang tahu perihal kehamilanmu saat ini."
"Orang-orang kantor tidak ada yang tahu Bu, hanya beberapa sahabat yang bisa saya percaya. Saya juga tidak tahu jika pria yang saya cari itu ternyata____," gumam Meera tertahan namun Via yang paham mengusap bahu Meera seolah mengatakan tidak apa-apa.
"Saya akan meminta supir mengantarkan mu kembali, dan kita akan bertemu di Bandara. Bawalah beberapa pakaianmu serta jika kau ingin ajaklah seseorang untuk menemanimu selama disana. Jika memang kau memerlukannya." Meera mengangguk dan bingung untuk mengajak siapa.
Saat Zyan, Zia dan Via pergi dari ruangannya Meera langsung menelpon Reya. Sepertinya hanya Reya yang bisa menemaninya karena yang lain sibuk dengan kegiatan masing-masing dan hanya Reya yang bisa kesana-kemari tanpa hambatan.
"Hallo Re, loe ada passport gak ?" Reya sepertinya bingung kenapa Meera tiba-tiba menanyakan hal ini.
"Ada sih, kenapa loe tanya passport gue sih ?"
"Good. Loe bisa kan temenin gue ketemu sama keluarga cowo yang udah hamilin gue ?"
"Meer jadi loe udah tau _____," ucapan Reya langsung dipotong oleh Meera.
"Iya udah. Dan ini gue diminta ketemu sama keluarganya, nanti gue jelasin langsung. Gue minta loe temenin gue ya, setidaknya bawa barang-barang yang loe butuhkan untuk satu minggu kedepan."
"Oke deh kalau gitu," jawab Reya.
"Dua jam lagi gue jemput loe." Reya terdengar berteriak histeris namun Meera buru-buru mematikan sambungan telponnya.
Meera memberikan pesan kepada sekertarisnya untuk mengabarkan laporan apapun di emailnya dan pamit untuk beberapa hari. Apa yang dikatakan Via benar, sudah ada supir yang menunggu Meera di depan kantor yang langsung membawanya ke apartement wanita itu.
Meera yakin seratus persen kalau masalahnya ini akan sangat rumit. Meera sudah membuat keputusan, jika memang Zyan merasa ini bukan anaknya maka tidak masalah baginya yang terpenting dia sudah memberitahukan hal ini kepada Zyan. Dalam hati Meera sangat menyesali harus terlibat dengan orang-orang penting seperti keluarga Derson. Ditambah Zyan adalah seorang pangeran mahkota.
****
Reya sudah menunggu Meera dengan satu koper kecil di toko kuenya. Mereka langsung berangkat ke Bandara karena Zyan dan keluarganya menunggu disana. Meera menceritakan semuanya kepada Reya yang menepuk jidatnya. Mereka berdua yakin tidak akan mudah melewati masalah ini.
"Loe gak apa-apa kan Meer ?" tanya Reya dan Meera mengangguk.
"Oh ya, loe dapat salam dari Bumi. Katanya pesan dia gak loe balas-balas." Meera langsung memutar bola matanya mendengar kalimat Reya.
"Loe tahu gue kan ? kalau gak penting gak akan gue balas." Reya mengangguk dan tertawa mendengar hal itu.
Tak lama mereka tiba di Bandara, Reya terkagum saat melihat sosok Zyan yang tampan berdiri menatap kehadiran mereka. Pria itu tidak banyak bicara, hanya Via dan Zia yang terlihat sangat ramah kepada mereka.
Mereka menaiki pesawat pribadi milik keluarga Derson untuk sampai di Fortania, dan ini adalah pertama kalinya Meera serta Reya menaiki pesawat pribadi. Tidak ada percakapan antara dia dan Zyan, hanya Zia yang langsung duduk di sebelah Meera untuk berbicara banyak hal. Sementara Reya sibuk menatap layar ponselnya.
"Maafkan sifat kakakku ya," ucap Zia dan Meera mengangguk. "Zyan sebenarnya sudah bertunangan, jadi aku sangat yakin kalau dia sangat bingung saat ini. Kami kembar jadi aku bisa merasakan kegelisahannya." Meera lagi-lagi hanya diam.
"Dimana kalian pertama bertemu ?"
"Sebenarnya aku dan dia tidak saling kenal, kami hanya melakukan kencan buta satu kali dan entah bagaimana aku bisa terbangun dikamar hotel dengan keadaan yang____,"
"Oke..oke aku paham," sambung Zia.
"Zia aku benar-benar tidak masalah jika Zyan tidak mengakui ini anaknya. Karena sebenarnya aku hanya ingin dia tahu dia memiliki anak dariku. Aku seorang Yatim piatu, aku tahu bagaimana rasanya hidup tanpa sosok orangtua yang tidak aku tahu siapa, dan karena itu aku mencari Zyan."
Zia mengangguk paham dan tersenyum lembut kepada Meera. "Mommy ku pasti akan menyukaimu." Meera sedikit menyunggingkan senyuman mendengar hal itu.
Setelah itu tidak ada percakapan lebih, mereka semua tidur, makan, tidur lagi hingga pesawat mendarat di Bandara Fortania.
Tbc....
Meera mungkin sudah gila, karena dengan beraninya dia memulai cumbuan panas mereka. Zyan tidak ingin melewati hal yang dia sukai tentunya, dan hanya Meera yang dia inginkan. Meera tidak bisa digantikan oleh wanita lain, desahan Meera membuat dia benar-benar gila. Begitu juga Meera, dia tahu ini berbahaya baginya namun tetap saja dia melakukannya. Meski mungkin ini adalah hadiah perpisahan untuk mereka berdua.Zyan memeluk erat dirinya saat puncak kenikmatan mereka gapai bersama, dan jelas Meera dengar Zyan mengatakan mencintainya lagi."Jika kau mencintaiku, maka hiduplah dengan Melisa." Mata Zyan yang terpejam tadi langsung terbuka saat mendengar itu."Apa-apaan kau Zean ?!" Zyan marah, dia merasa dipermainkan oleh Meera."Kau bertanya bagaimana aku bisa percaya bukan ? maka itulah jawabanku." Meera memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia memakainya lalu duduk kembali di hadapan Zyan.
Satu bulan kemudian....Seorang wanita yang terluka tidak lagi membutuhkan ucapan cinta, namun sebuah kejelasan,serta kepastian.*****Bel rumah membuat Meera harus berjalan perlahan untuk membuka pintu. Dia baru genap satu bulan usai melahirkan putri cantik yang dia dan Zyan beri nama Harlein Meera Derson Ozvick. Zyan memang memaksa agar putri kecilnya itu tetap memakai nama Meera.Tidak seperti tradisi kerajaan sebelumnya, Meera dan Putrinya tidak hadir ke acara di Fortania, pesta penyambutan Putri Mahkota itu tidak dia hadiri dan semua sudah dia bicarakan baik-baik dengan Zira serta Alvian. Zyan yang terpaksa kembali ke Fortania untuk melakukan tradisi itu namun kini dia kembali ke rumah Meera. Meera sangat terkejut dengan kehadiran Zyan, dia belum memakai lagi bra-nya karena baru saja menyusui Harlein."Kau kenapa kesini ?""Melihat anak ku, apa tidak boleh ?""Ck, boleh hanya saja harusnya kasih aku pesan atau telpon dulu. Bagaimana
"Saat kalut kau mengatakan cinta karena takut. Lalu mampukah aku untuk percaya ?" ******Zyan masuk ke ruang rawat Meera, banyak orang disana namun dia merasa dia hanya berdua dengan Meera. Wajah pucat Meera membuatnya semakin merasa tidak berguna.Tidak ada yang tahu seberapa menyesalnya Zyan saat ini. Terlebih anaknya harus dipasangkan selang-selang di dalam sebuah tabung agar mampu bertahan hidup. "Zean sorry," ucapnya pelan dan mengecup kening Meera. Dia menggenggam jemari Meera hingga membuat tidur panjang Meera terusik.Perlahan dia membuka mata dan menyesuaikan sinar yang masuk mengusik penglihatannya.Netra indah milik Meera menangkap sosok yang sedang menggenggam tangannya itu. Dia mencoba mengingat semuanya lalu Meera menarik napasnya dalam. "Zyan," ucapnya. Membuat Zyan yang tertunduk mengecup tangan Meera langsung menatap sosok yang sudah membuka kedua matanya itu.Reya dan Celine yang menyadari jika Meera sudah sadar langsung berh
Meera sedang berjalan-jalan seorang diri di sebuah mall. Membeli beberapa baju bayi dan perlengkapan lain untuk anaknya kelak.Saat antri di kasir dia melihat pasangan suami istri yang membeli perlengkapan anak juga. Aliran darahnya berdesir, dia iri. Melihat bagaimana hangatnya kedua orang itu.Mereka pasti menikah karena saling mencintai. Tidak seperti kisahnya yang menyedihkan. Lihat semua dia lakukan seorang diri, tanpa ada seseorang yang berada di sisinya.Meera segera menyelesaikan pembayaran lalu kembali ke rumahnya. Karena belanjaan cukup banyak Meera memutuskan menaiki taksi online agar lebih hemat.Saat didalam taksi telpon dari Reya masuk. Dia langsung saja mengangkatnya. Memang sudah tiga hari dari ia sampai dan Reya baru menelpon sekarang."Meer, sorry. Kemarin mau nelpon balik gue kelupaan terus.""Gak apa-apa kok," jawab Meera seadanya."Loe baik-baik
Meera tiba di Bandara, dia merasa perutnya benar-benar keram sehingga dia harus duduk sebentar di bangku tunggu. Mencoba menelpon Reya sahabatnya namun tidak juga diangkat, Meera tahu keadaan sudah berubah dan hubungan mereka semua sudah menjauh. Dia juga sudah lama meninggalkan semua sahabatnya tanpa tahu kabar mereka semua dengan pasti. Meera masih mencoba menghubungi Arka namun juga sama, tidak diangkat.Wajah Meera sudah pucat dan dia benar-benar tidak sanggup untuk berdiri."Meera," panggilan seseorang membuat dia melihat ke sumber suara."Ya ! anda siapa ?" tanya Meera sopan."Ck, Meer ini aku Dhimas." Meera mencoba mengingat membuat pria itu menunjukkan foto lama mereka. Meera terkejut dengan perubahan pria dihadapannya ini. Dulu Dhimas sangat culun tapi sekarang benar-benar berbeda."Ya ampun loe berubah banget ya !" Meera tersenyum tulus, dia juga dulu dekat dengan Dhimas. Lalu Dhimas
"Zyan ada apa ?" tanya Meera sekali lagi saat tidak mendapati jawaban dari Zyan dan malah pria itu pergi begitu saja dari hadapannya membuat Meera harus mengikuti Zyan dari belakang.Hingga mereka sampai didalam kamar Zyan belum juga menjawab pertanyaan Meera. "Kau mau pergi ?" Zyan menarik napas lalu mengajak Meera duduk di tepian tempat tidur."Hei ada apa ?" kata Meera menyentuh rahang Zyan."Melisa," kata Zyan membuat jantung Meera pun tak karuan. "Melisa mencoba bunuh diri dan sekarang dia berada dirumah sakit." Meera ikut terdiam bersama Zyan, lalu Zyan berdiri sehingga Meera tersadar dari pikirannya sendiri."Maaf Zean aku harus pergi untuk beberapa hari, kau tidak apa ?" Meera hanya mengangguk, wanita mana yang mau suaminya menemui wanita lain terlebih itu adalah mantan kekasihnya. Mantan kekasih ? Meera bahkan tidak tahu jelas statusnya dan Zyan.Zyan mengecup keningnya lalu pergi dari
Meera sudah sangat cantik, hiasan simpel dan gaun sutra berwarna pink peach begitu indah dia kenakan.Hari ini adalah hari dimana dia dan Zyan akan menghadiri acara kerajaan.Beberapa pengawal dan pelayan mengikuti Meera dari belakang, dia juga sudah memiliki pelayan pribadi namanya Aira."Kau sangat cantik," kata Zyan mengecup tangan Meera sebelum mereka pergi menaiki mobil. Lalu setelah hampir setengah jam di dalam iring-iringan mobil mereka tiba di tempat acara diadakan. Itu adalah acara ulang tahun salah satu kota besar di Fortania, jadi Meera dan Zyan hadir disana. Awalnya Meera tidak ingin tampil di depan publik, namun karena permintaan Zira dia pun ikut dengan Zyan. Bahkan sebentar lagi dia juga sudah menyetujui untuk di nobatkan sebagai Putri Mahkota. Bagi Meera mimpi buruknya sudah berakhir dan dia akan bahagia selamanya. Bahkan Meera juga sudah mendengar kalau orang-orang dikantornya sudah tahu jika
Perjalanan yang sangat Panjang dan melelahkan meski Meera dan Zyan menaiki pesawat pribadi. Meera merasa perutnya sangat keram saat sudah tiba dikamar. Tepatnya kamar pangeran mahkota yang tak lain adalah Zyan. Meera kembali satu kamar dengan pria itu, namun dia sudah pasrah saja.Zyan masuk tiba-tiba lalu menarik tangan Meera untuk mengikutinya. "Zyan pelan-pelan perut ku sedang terasa keram." Zyan berhenti lalu tak lama langsung menggendong tubuh Meera."Hei Zyan, apa yang kau lakukan." Zyan tidak menjawab namun tak lama dia terkejut dengan indahnya sebuah ruangan megah yang sudah dihias banyak lampu-lampu kristal serta lilin dan bunga."Happy birthday," kata Zyan membuat Meera lagi terkejut dengan moment romantis yang tercipta. Zyan menurunkan Meera dari gendongannya lalu bisa Meera lihat sudah banyak orang yang ada diruangan itu ternyata.Meera melihat kearah Zyan yang tersenyum. Zira mem
Udara sejuk di London dengan kombinasi penghangat ruangan yang ada dikamar hotel adalah perpaduan yang sangat membuat Meera nyaman untuk tidur. Dia meregangkan tubuhnya dan perlahan duduk. Mengusap mata perlahan Meera memegang belakang lehernya dan menguap, namun seolah ada yang memperhatikan Meera menoleh ke kanannya dan benar saja Zyan sedang memeperhatikan dirinya."Good Morning my queen," sapa Zyan dengan senyuman khas pria itu. Meera memberengut namun gagal karena ucapan Zyan. "Memimpikan apa tentang ku semalam ?" Meera kembali menatap kearah Zyan, dia mengingat-ingat dan ya tentu saja dia ingat semalam dia bermimpi."Apa maksudmu ?!""Ck, jangan berbohong aku punya buktinya." Zyan jalan mendekati Meera yang masih duduk di tempat tidur. Mata Meera melebar melihat layar ponsel Zyan. Dia melihat dirinya sendiri yang sedang menutup mata dan menyebutkan nama Zyan beberapa kali. "Jadi kau bermimpi apa ?"