Meera dan Reya sangat terkejut saat melihat banyaknya pengawal yang menyambut mereka di Bandara. Zyan satu mobil dengan Zia sementara Via,Meera dan Reya di mobil yang satunya. Ada sekitar lima mobil yang mengiringi mereka tiba di Kerajaan.
Pintu gerbang istana terbuka begitu plat mobil kerajaan dikenali, Reya dan Meera menahan kekaguman mereka. "Ayo turun, kita sudah sampai." Via tersenyum mengajak Meera dan Reya masuk kedalam istana megah itu.
Mereka masuk ke sebuah gedung yang sangat megah dan banyak pengawal yang menjaga setiap sisi. "Selamat datang untuk kalian," sambut Ratu yang bernama Zira. Wanita anggun itu tak lain adalah ibu dari Zyan. Pria yang duduk di satu kursi megah memeluk Via dan Zia bergantian lalu tersenyum kepada Meera juga Reya.
"Sepertinya kalian sangat lelah, lebih baik kalian beristirahat. Kita akan kembali bertemu di acara makan malam." Zira menyetujui apa yang dikatakan suaminya itu. Dia mengajak Reya dan Meera mengikutinya menuju kamar mereka masing-masing. Reya mendapatkan kamar yang khas kerajaan timur tengah di pavilion para putri disebelah kamar Meera. Dia langsung beristirahat dikamar itu sementara Meera terjebak dengan Zira dikamarnya.
"Sudah berapa usia kandunganmu nak ?"
"Sudah masuk dua bulan yang mulia Ratu," jawab Meera sedikit sungkan.
"Jangan sungkan. Kau akan menjadi bagian dari Kerajaan ini jadi tidak perlu takut seperti itu." Zira sepertinya sosok Ratu yang baik hati.
"Aku minta maaf atas apa yang terjadi padamu," ucap Zira dan Meera menggelengkan kepalanya.
"Tidak Ratu. Zyan tidak sepenuhnya salah, kami hanya tidak sengaja melakukannya dan itu juga karena kebodohan saya. Saya tidak bermaksud apa-apa mengatakan hal ini kepada Zyan, selain saya hanya ingin dia tahu kalau saya mengandung anaknya." Meera mengatakan hal yang sama seperti yang dia katakan kepada Zia di pesawat.
"Kau wanita yang kuat, aku bisa melihat hal itu." Zira tersenyum mengusap bahu Meera.
"Kita akan membahas masalah ini nanti malam Bersama Yang Mulia Raja dan Zyan. Bagaimanapun anak yang kau kandung adalah anak Zyan, dan kita akan mencari solusinya bersama. Jangan sampai anak yang tidak berdosa itu menjadi korbannya." Meera mengangguk paham dan dia mengantarkan Zira sampai kedepan pintu kamarnya.
Zira langsung mendapatkan kabar dari Zia lewat telpon, dan untuk tahu hal yang sebenarnya Zira dan Alvian sudah menyewa seseorang untuk menyelidiki tentang Meera, dan ternyata Meera bukan sengaja menjebak Zyan dan keluarganya. Zira dan Alvian juga sudah tahu kehidupan yang Meera jalani serta bagaimana bisa Meera dan Zyan berakhir bersama.
****
Malam itupun tiba, selesai makan malam Zyan dan Meera serta Alvian dan Zira duduk Bersama diruangan Alvian.
"Meera," kata Alvian membuka percakapan.
"Aku dan istriku sudah tahu yang sebenarnya. Bahkan mungkin hal itu tidak kau ketahui," ucapan Alvian membuat Meera bingung.
"Malam itu, pelayan café memberikan minuman yang salah kepadamu dan minuman itu sudah diberikan obat perangsang dari tamu yang sepertinya ingin menjebak orang lain. Dan anakkku yang bodoh ini awalnya hanya ingin mengantarkanmu kembali, tapi nyatanya dia tidak bisa meninggalkanmu sendirian. Dan Zyan sadar sepenuhnya akan apa yang dia perbuat padamu." Jelas Alvian membuat Meera baru mengerti semuanya.
"Maka dari itu aku tidak akan menikahinya," suara Zyan terdengar sangat lantang.
"Kau tidak ingin bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat begitu ?" tanya Zira kesal kepada anaknya sendiri.
"Untuk apa aku bertanggung jawab sementara dia sendiri yang menyodorkan tubuhnya padaku Ibunda !" Meera menekan kuat-kuat hatinya untuk tidak emosi dengan perkataan kasar Zyan.
"Bisa saja dia sudah tidur dengan pria lain sebelum atau sesudah dengan ku. Kenapa Ayah dan Ibunda langsung percaya dengannya." Satu tamparan kuat mengenai pipi Zyan.
"Aku bukan pelacur, mengerti ! Dan aku sangat yakin kau tahu hal itu." Meera saling adu tatap dengan Zyan. "Aku juga tidak ingin menikah denganmu. Aku mampu menghidupi anakku seorang diri." Meera tidak gentar sama sekali dengan tatapan tajam Zyan.
"Raja, Ratu. Saya berterima kasih atas kemurahan hati kalian untuk mengenal dan mengetahui tentang anak saya. Tapi saya sudah memutuskan untuk merawat anak ini seorang diri. Saya akan merahasiakan ini semua dari Dunia luar. Saya mohon pamit, besok pagi saya dan teman saya akan kembali ke Indonesia."
Meera keluar dari ruangan itu begitu saja setelah kalimatnya selesai. Zira menarik napas gusar sementara Alvian tidak percaya Zyan bisa sepengecut ini.
"Apa yang kau lakukan Zyan ? Kau tidak pantas berbicara seperti itu." Alvian menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Ayah, Ibunda. Aku tidak sengaja melakukannya dan jika wanita itu ingin mengurus anaknya sendiri itu lebih baik. Aku juga memiliki Melisa yang harus aku jaga hatinya."
"Dasar anak tidak berguna !" cerca Zira. "Wanita yang kau hina itu sedang mengandung darah daging mu, itu anakmu. Jika kau tidak perduli dengan dengan Meera setidaknya kau perduli terhadap anak yang dia kandung, karena itu darah dagingmu. Kau malah lebih memikirkan Melisa, aku bahkan yakin kau tidak mengenal calon istrimu itu sepenuhnya."
"Apa maksud Ibunda ?" tanya Zyan.
"Buka matamu lebar-lebar Zyan. Dia wanita yang kau hina itu adalah yatim piatu dan kami sudah menyelidiki tentang dirinya, aku tidak ingin kau memikirkan Melisa saat ini. Karena cucuku lebih penting darinya. Kau harus bertanggung jawab dan menikahi Meera."
"Ibunda tapi aku tidak mencintainya. Bagaimana bisa aku menikah dengannya."
"Harusnya kau pikirkan itu sebelum menidurinya Zyan." Alvian dengan tegas mengatakannya.
"Ayah dan Ibunda akan berbicara dengan Meera malam ini. Ku harap kau tidak membuat kerajaan ini malu Zyan," ucap Alvian menepuk bahu putranya. Dia dan Zira pergi menemui Meera dikamarnya.
Tbc....
Meera mungkin sudah gila, karena dengan beraninya dia memulai cumbuan panas mereka. Zyan tidak ingin melewati hal yang dia sukai tentunya, dan hanya Meera yang dia inginkan. Meera tidak bisa digantikan oleh wanita lain, desahan Meera membuat dia benar-benar gila. Begitu juga Meera, dia tahu ini berbahaya baginya namun tetap saja dia melakukannya. Meski mungkin ini adalah hadiah perpisahan untuk mereka berdua.Zyan memeluk erat dirinya saat puncak kenikmatan mereka gapai bersama, dan jelas Meera dengar Zyan mengatakan mencintainya lagi."Jika kau mencintaiku, maka hiduplah dengan Melisa." Mata Zyan yang terpejam tadi langsung terbuka saat mendengar itu."Apa-apaan kau Zean ?!" Zyan marah, dia merasa dipermainkan oleh Meera."Kau bertanya bagaimana aku bisa percaya bukan ? maka itulah jawabanku." Meera memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia memakainya lalu duduk kembali di hadapan Zyan.
Satu bulan kemudian....Seorang wanita yang terluka tidak lagi membutuhkan ucapan cinta, namun sebuah kejelasan,serta kepastian.*****Bel rumah membuat Meera harus berjalan perlahan untuk membuka pintu. Dia baru genap satu bulan usai melahirkan putri cantik yang dia dan Zyan beri nama Harlein Meera Derson Ozvick. Zyan memang memaksa agar putri kecilnya itu tetap memakai nama Meera.Tidak seperti tradisi kerajaan sebelumnya, Meera dan Putrinya tidak hadir ke acara di Fortania, pesta penyambutan Putri Mahkota itu tidak dia hadiri dan semua sudah dia bicarakan baik-baik dengan Zira serta Alvian. Zyan yang terpaksa kembali ke Fortania untuk melakukan tradisi itu namun kini dia kembali ke rumah Meera. Meera sangat terkejut dengan kehadiran Zyan, dia belum memakai lagi bra-nya karena baru saja menyusui Harlein."Kau kenapa kesini ?""Melihat anak ku, apa tidak boleh ?""Ck, boleh hanya saja harusnya kasih aku pesan atau telpon dulu. Bagaimana
"Saat kalut kau mengatakan cinta karena takut. Lalu mampukah aku untuk percaya ?" ******Zyan masuk ke ruang rawat Meera, banyak orang disana namun dia merasa dia hanya berdua dengan Meera. Wajah pucat Meera membuatnya semakin merasa tidak berguna.Tidak ada yang tahu seberapa menyesalnya Zyan saat ini. Terlebih anaknya harus dipasangkan selang-selang di dalam sebuah tabung agar mampu bertahan hidup. "Zean sorry," ucapnya pelan dan mengecup kening Meera. Dia menggenggam jemari Meera hingga membuat tidur panjang Meera terusik.Perlahan dia membuka mata dan menyesuaikan sinar yang masuk mengusik penglihatannya.Netra indah milik Meera menangkap sosok yang sedang menggenggam tangannya itu. Dia mencoba mengingat semuanya lalu Meera menarik napasnya dalam. "Zyan," ucapnya. Membuat Zyan yang tertunduk mengecup tangan Meera langsung menatap sosok yang sudah membuka kedua matanya itu.Reya dan Celine yang menyadari jika Meera sudah sadar langsung berh
Meera sedang berjalan-jalan seorang diri di sebuah mall. Membeli beberapa baju bayi dan perlengkapan lain untuk anaknya kelak.Saat antri di kasir dia melihat pasangan suami istri yang membeli perlengkapan anak juga. Aliran darahnya berdesir, dia iri. Melihat bagaimana hangatnya kedua orang itu.Mereka pasti menikah karena saling mencintai. Tidak seperti kisahnya yang menyedihkan. Lihat semua dia lakukan seorang diri, tanpa ada seseorang yang berada di sisinya.Meera segera menyelesaikan pembayaran lalu kembali ke rumahnya. Karena belanjaan cukup banyak Meera memutuskan menaiki taksi online agar lebih hemat.Saat didalam taksi telpon dari Reya masuk. Dia langsung saja mengangkatnya. Memang sudah tiga hari dari ia sampai dan Reya baru menelpon sekarang."Meer, sorry. Kemarin mau nelpon balik gue kelupaan terus.""Gak apa-apa kok," jawab Meera seadanya."Loe baik-baik
Meera tiba di Bandara, dia merasa perutnya benar-benar keram sehingga dia harus duduk sebentar di bangku tunggu. Mencoba menelpon Reya sahabatnya namun tidak juga diangkat, Meera tahu keadaan sudah berubah dan hubungan mereka semua sudah menjauh. Dia juga sudah lama meninggalkan semua sahabatnya tanpa tahu kabar mereka semua dengan pasti. Meera masih mencoba menghubungi Arka namun juga sama, tidak diangkat.Wajah Meera sudah pucat dan dia benar-benar tidak sanggup untuk berdiri."Meera," panggilan seseorang membuat dia melihat ke sumber suara."Ya ! anda siapa ?" tanya Meera sopan."Ck, Meer ini aku Dhimas." Meera mencoba mengingat membuat pria itu menunjukkan foto lama mereka. Meera terkejut dengan perubahan pria dihadapannya ini. Dulu Dhimas sangat culun tapi sekarang benar-benar berbeda."Ya ampun loe berubah banget ya !" Meera tersenyum tulus, dia juga dulu dekat dengan Dhimas. Lalu Dhimas
"Zyan ada apa ?" tanya Meera sekali lagi saat tidak mendapati jawaban dari Zyan dan malah pria itu pergi begitu saja dari hadapannya membuat Meera harus mengikuti Zyan dari belakang.Hingga mereka sampai didalam kamar Zyan belum juga menjawab pertanyaan Meera. "Kau mau pergi ?" Zyan menarik napas lalu mengajak Meera duduk di tepian tempat tidur."Hei ada apa ?" kata Meera menyentuh rahang Zyan."Melisa," kata Zyan membuat jantung Meera pun tak karuan. "Melisa mencoba bunuh diri dan sekarang dia berada dirumah sakit." Meera ikut terdiam bersama Zyan, lalu Zyan berdiri sehingga Meera tersadar dari pikirannya sendiri."Maaf Zean aku harus pergi untuk beberapa hari, kau tidak apa ?" Meera hanya mengangguk, wanita mana yang mau suaminya menemui wanita lain terlebih itu adalah mantan kekasihnya. Mantan kekasih ? Meera bahkan tidak tahu jelas statusnya dan Zyan.Zyan mengecup keningnya lalu pergi dari
Meera sudah sangat cantik, hiasan simpel dan gaun sutra berwarna pink peach begitu indah dia kenakan.Hari ini adalah hari dimana dia dan Zyan akan menghadiri acara kerajaan.Beberapa pengawal dan pelayan mengikuti Meera dari belakang, dia juga sudah memiliki pelayan pribadi namanya Aira."Kau sangat cantik," kata Zyan mengecup tangan Meera sebelum mereka pergi menaiki mobil. Lalu setelah hampir setengah jam di dalam iring-iringan mobil mereka tiba di tempat acara diadakan. Itu adalah acara ulang tahun salah satu kota besar di Fortania, jadi Meera dan Zyan hadir disana. Awalnya Meera tidak ingin tampil di depan publik, namun karena permintaan Zira dia pun ikut dengan Zyan. Bahkan sebentar lagi dia juga sudah menyetujui untuk di nobatkan sebagai Putri Mahkota. Bagi Meera mimpi buruknya sudah berakhir dan dia akan bahagia selamanya. Bahkan Meera juga sudah mendengar kalau orang-orang dikantornya sudah tahu jika
Perjalanan yang sangat Panjang dan melelahkan meski Meera dan Zyan menaiki pesawat pribadi. Meera merasa perutnya sangat keram saat sudah tiba dikamar. Tepatnya kamar pangeran mahkota yang tak lain adalah Zyan. Meera kembali satu kamar dengan pria itu, namun dia sudah pasrah saja.Zyan masuk tiba-tiba lalu menarik tangan Meera untuk mengikutinya. "Zyan pelan-pelan perut ku sedang terasa keram." Zyan berhenti lalu tak lama langsung menggendong tubuh Meera."Hei Zyan, apa yang kau lakukan." Zyan tidak menjawab namun tak lama dia terkejut dengan indahnya sebuah ruangan megah yang sudah dihias banyak lampu-lampu kristal serta lilin dan bunga."Happy birthday," kata Zyan membuat Meera lagi terkejut dengan moment romantis yang tercipta. Zyan menurunkan Meera dari gendongannya lalu bisa Meera lihat sudah banyak orang yang ada diruangan itu ternyata.Meera melihat kearah Zyan yang tersenyum. Zira mem
Udara sejuk di London dengan kombinasi penghangat ruangan yang ada dikamar hotel adalah perpaduan yang sangat membuat Meera nyaman untuk tidur. Dia meregangkan tubuhnya dan perlahan duduk. Mengusap mata perlahan Meera memegang belakang lehernya dan menguap, namun seolah ada yang memperhatikan Meera menoleh ke kanannya dan benar saja Zyan sedang memeperhatikan dirinya."Good Morning my queen," sapa Zyan dengan senyuman khas pria itu. Meera memberengut namun gagal karena ucapan Zyan. "Memimpikan apa tentang ku semalam ?" Meera kembali menatap kearah Zyan, dia mengingat-ingat dan ya tentu saja dia ingat semalam dia bermimpi."Apa maksudmu ?!""Ck, jangan berbohong aku punya buktinya." Zyan jalan mendekati Meera yang masih duduk di tempat tidur. Mata Meera melebar melihat layar ponsel Zyan. Dia melihat dirinya sendiri yang sedang menutup mata dan menyebutkan nama Zyan beberapa kali. "Jadi kau bermimpi apa ?"