Share

08. Perkataan Mengejutkan Duke

Damio menyerahkan setangkai bunga mawar merah kepada Elora. Dia masih menunjukkan senyum misteriusnya.

Elora tak tahu harus terpesona atau ketakutan. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan manis dari pria manapun. Selain itu, kepalanya mendadak berputar-putar akibat mencium aroma pemikat ini lagi.

Iya, ada goresan kecil di jari telunjuk Damio sehingga membuatnya berdarah.

Elora memalingkan pandangan. "Kamu sengaja ya membuat dirimu terluka?"

"Kamu bicara apa? Ini ambil bungaku, kamu tidak mau menerima bungaku?" Damio pura-pura tak mengerti ucapan Elora. Dia jelas sedang menggoda vampire itu dengan tetesan darahnya.

"Tidak mau."

Damio memegangi pundak Elora. Dia membungkuk sedikit agar bisa berdekatan dengan telinga wanita itu, lalu mengancam, "ambil bunganya atau aku akan menyerahkanmu ke tentara kerajaan?"

Ancaman itu paling ditakuti oleh Elora. Dia sangat lemah. Hidupnya pasti berakhir mengenaskan kalau sudah bertemu pemburu vampire.

Dia mengambil bunga itu meskipun sambil menutup hidung. Matanya melirik tajam Damio. Tak heran, menurut penjelasan di novel, pria ini memang sangat licik nan berbahaya seperti jelmaan iblis.

Damio tersenyum tipis penuh kemenangan. Dia menyerahkan ujung telunjuknya kepada Elora. "Jangan melirikku begitu, ini kamu boleh menikmati darahku sedkikit."

"Tidak mau."

"Tidak usah sok menolak begitu, gigi taringmu sudah keluar itu. Ayo ..." Damio makin menyodorkan telunjuk. Jerat rayu pria ini susah sekali dilawan.

Elora meneguk ludah. Dia tetap teguh dengan memalingkan pandangan.

Damio berbisik lagi di telinga Elora, "Yakin?"

Tengkuk Elora merinding. Sedari tadi, dia seperti mendengar rayuan iblis. Dia tak sanggup lagi. Ini terlalu menggoda.

Tak tahan lagi, dia lantas mengemut ujung telunjuk Damio. Dia sama sekali tak menggunakan gigi taring, takut melukai pria itu.

Damio mengelus rambut Elora dengan tangan yang lain. Bibirnya masih tersenyum. Entah mengapa, dia suka sekali menggoda vampire ini.

Dan, yang sangat dia sukai adalah merasakan kehangatan lidah Elora saat menyentuh kulitnya.

Ah, ini menggairahkan.

Napas Damio agak berat, terangsang. Dia tidak mengerti ada apa dengan tubuhnya? Kenapa saat darahnya dihisap oleh Elora, rasanya seperti melayang?

Aneh.

Tapi, ini membuatnya kecanduan.

Dia sudah sering berhadapan dengan Vampire, tapi tak ada yang menarik perhatiannya seperti Elora. Jadi, tidak mungkin vampire lain bisa membuatnya merasakan ini.

Elora melepaskan telujuknya. Dia menyentuh permukaan kulit telunjuk Damio yang kemerahan akibat ulahnya. "Maaf, aku ingin menahan diri, tapi darah kamu manis banget."

"Tidak apa. Sudah puas?"

"Sudah."

Damio mengambil plester yang ada di saku celana, lalu membalutnya di luka ujung telunjuk. Dia seolah sudah sedia, jadi pasti sengaja melukai diri.

Elora memegangi bunga mawar. Di salah satu durinya masih ada bercak darah Damio. Aroma manisnya menebar kemana-mana.

Kenapa darah pria ini begitu menggoda? Kenapa darah yang lain seperti Haervis atau Fionnan sama sekali tak tercium? Ada apa dengannya? apa insting vampire miliknya rusak?

"Terima kasih," katanya.

Damio heran. "Untuk?"

"Membantuku bersembunyi dari pemburu vampire, memberikanku tempat tinggal, bau, makanan, darah kamu dan bunga ini."

"Tidak apa."

"Tapi, aku sudah tidak berguna untuk kamu. Kutukan kamu sudah hilang ..."

"Memang."

"Jadi ..."

"Jadi, aku bisa saja menyerahkanmu ke tentara kerajaan. Vampire Vesper itu sangat langka dan misterius. Tubuhmu pasti diteliti dulu sebelum akhirnya dibakar di tiang eksekusi."

Elora berdiri, lalu memberikan tatapan memelas. Dia memohon, "Damio, aku sudah janji akan memberikanmu informasi apapun. Aku mengetahui apapun kejadian di novel... maksudku dunia ini. Jadi, tolong biarkan aku tinggal disini."

"Kamu mau melakukan apapun yang kumau?"

"Iya."

"Apapun?"

"iya."

Senyuman Damio mengembang. Dia memastikan lagi dengan bertanya lebih lirih, "apapun?"

Elora tak bisa menjawab. Kenapa mencurigakan sekali? Sorot mata Damio terlihat mengerikan, dia jadi takut.

Tiba-tiba, sekelompok orang terlihat mendatangi mereka dari samping rumah. Mereka memakai seragam tentara kerajaan. Ada pria yang merupakan pemimpin disitu, Sir Gregorri, sang kepala pemburu vampire kerajaan.

"Duke Grim," sapa Sir Gregorri tersenyum palsu.

Haervis kesulitan menghentikan mereka. Dia merasa bersalah di hadapan Damio. "Tuan, saya minta maaf, tapi mereka memaksa untuk kemari."

"Tidak apa." Damio melihat ke arah Sir Gregorri, lalu kelima tentara di belakangnya yang tampak garang. "Halo, Sir gregorri ... saya tidak mengira berani datang ke wilayah saya. Ada apa?"

"Maaf karena kami tidak sopan, Duke Grim. Tapi, ini kondisi darurat. Saya sebelumnya mencari Vampire Vesper yang kabur ke wilayah ini. Saya ingin memastikan, apakah anda melihatnya?"

"Tidak."

Pandangan sir Gregorri tertuju kepada Elora. Dia dipenuhi rasa curiga. "Oh, siapa ini nona cantik ini, Duke Grim?"

Elora tegang bukan main.

Mereka adalah orang yang mengejarnya di hutan kala itu. Apakah takdir Elora si Vampire memang tak bisa diubah? Apakah dia akan mati di tangan mereka sesuai isi prolog novel?

Saking takutnya dipelototi Sir Gregorri, dia memegangi lengan baju Damio dengan erat. Benar-benar seperti anak kecil yang meminta perlindungan ayahnya.

Damio memberikan tatapan tajam sambil memperingatkan, "Sir Gregorri, tolong jangan melototi Lady Elora, dia ini calon tunangan saya."

Semua orang kaget, termasuk Elora.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status