Damio menyerahkan setangkai bunga mawar merah kepada Elora. Dia masih menunjukkan senyum misteriusnya.
Elora tak tahu harus terpesona atau ketakutan. Dia tidak pernah mendapatkan perlakuan manis dari pria manapun. Selain itu, kepalanya mendadak berputar-putar akibat mencium aroma pemikat ini lagi.Iya, ada goresan kecil di jari telunjuk Damio sehingga membuatnya berdarah.Elora memalingkan pandangan. "Kamu sengaja ya membuat dirimu terluka?""Kamu bicara apa? Ini ambil bungaku, kamu tidak mau menerima bungaku?" Damio pura-pura tak mengerti ucapan Elora. Dia jelas sedang menggoda vampire itu dengan tetesan darahnya."Tidak mau."Damio memegangi pundak Elora. Dia membungkuk sedikit agar bisa berdekatan dengan telinga wanita itu, lalu mengancam, "ambil bunganya atau aku akan menyerahkanmu ke tentara kerajaan?"Ancaman itu paling ditakuti oleh Elora. Dia sangat lemah. Hidupnya pasti berakhir mengenaskan kalau sudah bertemu pemburu vampire.Dia mengambil bunga itu meskipun sambil menutup hidung. Matanya melirik tajam Damio. Tak heran, menurut penjelasan di novel, pria ini memang sangat licik nan berbahaya seperti jelmaan iblis.Damio tersenyum tipis penuh kemenangan. Dia menyerahkan ujung telunjuknya kepada Elora. "Jangan melirikku begitu, ini kamu boleh menikmati darahku sedkikit.""Tidak mau.""Tidak usah sok menolak begitu, gigi taringmu sudah keluar itu. Ayo ..." Damio makin menyodorkan telunjuk. Jerat rayu pria ini susah sekali dilawan.Elora meneguk ludah. Dia tetap teguh dengan memalingkan pandangan.Damio berbisik lagi di telinga Elora, "Yakin?"Tengkuk Elora merinding. Sedari tadi, dia seperti mendengar rayuan iblis. Dia tak sanggup lagi. Ini terlalu menggoda.Tak tahan lagi, dia lantas mengemut ujung telunjuk Damio. Dia sama sekali tak menggunakan gigi taring, takut melukai pria itu.Damio mengelus rambut Elora dengan tangan yang lain. Bibirnya masih tersenyum. Entah mengapa, dia suka sekali menggoda vampire ini.Dan, yang sangat dia sukai adalah merasakan kehangatan lidah Elora saat menyentuh kulitnya.Ah, ini menggairahkan.Napas Damio agak berat, terangsang. Dia tidak mengerti ada apa dengan tubuhnya? Kenapa saat darahnya dihisap oleh Elora, rasanya seperti melayang?Aneh.Tapi, ini membuatnya kecanduan.Dia sudah sering berhadapan dengan Vampire, tapi tak ada yang menarik perhatiannya seperti Elora. Jadi, tidak mungkin vampire lain bisa membuatnya merasakan ini.Elora melepaskan telujuknya. Dia menyentuh permukaan kulit telunjuk Damio yang kemerahan akibat ulahnya. "Maaf, aku ingin menahan diri, tapi darah kamu manis banget.""Tidak apa. Sudah puas?""Sudah."Damio mengambil plester yang ada di saku celana, lalu membalutnya di luka ujung telunjuk. Dia seolah sudah sedia, jadi pasti sengaja melukai diri.Elora memegangi bunga mawar. Di salah satu durinya masih ada bercak darah Damio. Aroma manisnya menebar kemana-mana.Kenapa darah pria ini begitu menggoda? Kenapa darah yang lain seperti Haervis atau Fionnan sama sekali tak tercium? Ada apa dengannya? apa insting vampire miliknya rusak?"Terima kasih," katanya.Damio heran. "Untuk?""Membantuku bersembunyi dari pemburu vampire, memberikanku tempat tinggal, bau, makanan, darah kamu dan bunga ini.""Tidak apa.""Tapi, aku sudah tidak berguna untuk kamu. Kutukan kamu sudah hilang ...""Memang.""Jadi ...""Jadi, aku bisa saja menyerahkanmu ke tentara kerajaan. Vampire Vesper itu sangat langka dan misterius. Tubuhmu pasti diteliti dulu sebelum akhirnya dibakar di tiang eksekusi."Elora berdiri, lalu memberikan tatapan memelas. Dia memohon, "Damio, aku sudah janji akan memberikanmu informasi apapun. Aku mengetahui apapun kejadian di novel... maksudku dunia ini. Jadi, tolong biarkan aku tinggal disini.""Kamu mau melakukan apapun yang kumau?""Iya.""Apapun?""iya."Senyuman Damio mengembang. Dia memastikan lagi dengan bertanya lebih lirih, "apapun?"Elora tak bisa menjawab. Kenapa mencurigakan sekali? Sorot mata Damio terlihat mengerikan, dia jadi takut.Tiba-tiba, sekelompok orang terlihat mendatangi mereka dari samping rumah. Mereka memakai seragam tentara kerajaan. Ada pria yang merupakan pemimpin disitu, Sir Gregorri, sang kepala pemburu vampire kerajaan."Duke Grim," sapa Sir Gregorri tersenyum palsu.Haervis kesulitan menghentikan mereka. Dia merasa bersalah di hadapan Damio. "Tuan, saya minta maaf, tapi mereka memaksa untuk kemari.""Tidak apa." Damio melihat ke arah Sir Gregorri, lalu kelima tentara di belakangnya yang tampak garang. "Halo, Sir gregorri ... saya tidak mengira berani datang ke wilayah saya. Ada apa?""Maaf karena kami tidak sopan, Duke Grim. Tapi, ini kondisi darurat. Saya sebelumnya mencari Vampire Vesper yang kabur ke wilayah ini. Saya ingin memastikan, apakah anda melihatnya?""Tidak."Pandangan sir Gregorri tertuju kepada Elora. Dia dipenuhi rasa curiga. "Oh, siapa ini nona cantik ini, Duke Grim?"Elora tegang bukan main.Mereka adalah orang yang mengejarnya di hutan kala itu. Apakah takdir Elora si Vampire memang tak bisa diubah? Apakah dia akan mati di tangan mereka sesuai isi prolog novel?Saking takutnya dipelototi Sir Gregorri, dia memegangi lengan baju Damio dengan erat. Benar-benar seperti anak kecil yang meminta perlindungan ayahnya.Damio memberikan tatapan tajam sambil memperingatkan, "Sir Gregorri, tolong jangan melototi Lady Elora, dia ini calon tunangan saya."Semua orang kaget, termasuk Elora.***Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep