'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
Elora membuka mata, lalu bangun perlahan. Dia merintih kesakitan ketika sadar lengan atasnya terdapat goresan yang membuatnya berdarah. Dia melihat diri sendiri yang menggunakan pakaian kusut terselimut jubah coklat penuh lumpur kering serta daun-daun basah. Semua itu karena dia berulang kali jatuh di hutan ini."Di mana ..." Elora bingung.Sejauh mata memandang hanya ada pepohonan dan burung gagak yang berterbangan di langit. Mereka berputar-putar di atas seolah memberi tanda kalau dirinya di sini.Elora menahan napas, sadar sedang berada dimana. "Mustahil, hutan ... gagak ... bagaimana mungkin aku di sini? Aku tidak ingat apa-apa. Ini ..."Iya, suasana itu adalah narasi prolog di novel yang baru saja selesai dia baca."ITU DIA! ITU DIA VAMPIRE-NYA!" Teriakan seorang pria menggema di seisi hutan. Setelah itu disusul oleh suara tapal kuda yang menginjak tanah basah."Jika aku yang dikejar, berarti aku mati sebentar lagi!" Elora memeriksa gigi taringnya yang masih muncul, seorang vamp
Elora menenangkan diri agar tidak ketakutan. Kalau saja jantungnya berdetak, mungkin sangat berdebat tidak karuhan.Dia menjelaskan, "Tanda kutukan di dada kamu akan menyebar, dan kamu akan mati dalam tiga bulan lagi."Damio mengerutkan dahi, curiga. "Bagaimana kamu tahu aku punya tanda kutukan di dada? Tidak ada yang tahu.""Aku ... aku punya kenalan penyihir juga, tapi dia tidak jelas ada dimana. ""Kenalan penyihir?""Iya...""Siapa namanya?""Namanya Diosa." Elora hanya bicara ngawur, kenalan yang dimaksud adalah nama pena orang yang menulis novel ini. Sosok misterius yang belum dia ketahui. Entah bagaimana rupa penulis itu, sekarang malah terjebak di dalam ceritanya. Jadi, dia menyamakan penulis itu sebagai penyihir. Apa mungkin bukunya mengandung sihir?Dia menambahkan, "Penyihir itu berkata aku harus memberitahumu kalau cara untuk menanggulangi kematianmu adalah dengan membunuh orang yang mengutuk kamu sejak kecil, dia adalah penyihir hitam.""Siapa?""Aku belum yakin, tapi ak
"Waw, ini pertama kalinya aku melihat mansion di tengah hutan."Sebagai orang biasa, hidup di kehidupan normal bermasyarakat modern, Elora terus dibuat takjub dengan apa yang dilihatnya, terutama mansion Grim, rumah besar yang dihuni oleh Duke. Bangunan megah itu memiliki dua pilar utama yang dirambati oleh tanaman benalu dengan bunga-bunga ungu kecil, di lantai atas terdapat balkon yang juga penuh oleh tanaman merambat. Sebenarnya, hampir seluruh tembok telah dirambati tanaman serta lumut, nyaris seperti menyatu dengan alam. Jadi, tidak jelas apa warna asli tembok luar mansion itu.Di depan pintu, terlihat ada dua orang, satunya pemuda berambut coklat keemasan, satunya pria tua yang memakai seragam pelayan lengkap dengan bros perak berbentuk lambang keluarga Grim di dadanya.Damio memperkenalkan mereka. Dia lebih dahulu menunjuk ke si pria tua, "Elora, ini kepala pelayan di rumah ini, namanya Haervis." Kemudian dia beralih menuding ke pemuda dengan sorot mata datar tadi. "... ini p
Keesokan harinya ...Elora bangun dari tidurnya. Di novel memang dijelaskan kalau vampire dari daratan Vesper sangat sempurna, selain fisik mereka hebat, tahan matahari, mereka juga bisa berbaur layaknya manusia, seperti tidur, makan dan lain-lain.Karena itulah, Elora terlihat seperti manusia biasa sekarang, gigi taringnya sudah tak runcing lagi. Kalau tidak sedang tergoda akan darah ataupun terancam, gigi taring vampire akan menyusut."Apa yang kulakukan semalam ... oh!" Dia menoleh ke samping. Ternyata, di atas ranjang yang sama, di bawah selimut yang sama, dia telah tidur bersama Damio."Pagi, Vampire Kecil~" Sapa Damio dengan suara malas. Matanya masih enggan terbuka, rambutnya pun berantakan seperti sudah diacak semalaman.Selain itu, Kancing atas kemeja putih yang dipakainya telah lepas. Karena baju itu longgar, tanda kutukan lingkaran hitam di dada atas kirinya sedikit kelihatan."Apa ... apa yang terjadi? Kenapa kamu tidur denganku!" Elora panik, memperhatikan diri, sedikit
Setelah membersihkan diri, berganti pakaian dengan gaun cantik ala bangsawan, Elora keluar dari kamar—dan sudah disambut oleh dua pelayan wanita kembar.Dia tidak mengerti. Sebagai vampire, harusnya seluruh inderanya bekerja dengan baik, tapi kenapa punyanya sangat tumpul? Kenapa indera penciumannya hanya tajam ke Damio? Apa dia memang vampire bodoh? kalau benar, pantas saja jadi tumbal di adegan prolog.Pelayan satu, yang bermata hitam menyambut, "Nona Elora, selamat pagi, saya Mina."Saudarinya yang bermata coklat terang ikut memperkenalkan diri, "saya Mita, Nona."Elora bersyukur bisa membedakan mereka lewat warna mata. Dia bertanya, "berapa banyak pelayan disini?""Hanya kami, Nona.""Apa? Tapi rumah ini besar, memangnya manusia biasa ... Maaf, maksudku, kalian tidak capek?""Kami semua yang bekerja untuk Tuan Damio memiliki darah serigala, Nona. Kami punya fisik yang kuat, jadi bukan masalah. Lagipula, Tuan Damio tidak percaya orang luar."Elora melongo. Ini artinya mereka semua,
Setelah dikenalkan dengan banyak ruangan di kediaman Grim, Elora masuk kamar, lalu menghempaskan diri di atas ranjang empuk."Aaah ... capeknya ... memangnya vampire bisa capek ya? kenapa aku lemah sekali?" ucapnya sambil memandangi langit-langit kamar yang terhias oleh lampu bertabur berlian.Dia berbicara lagi, "lampunya pasti mahal itu, ranjang ini juga empuk sekali, spreinya harum, pasti sudah diganti. Apa begini rasanya jadi bangsawan?"Dia teringat lagi pada perannya yang hanya karakter sampingan di novel. Sebagai penikmat buku genre romansa fantasi, dia miris harus terjebak di tubuh ini."Dulu aku mengkhayal gimana rasanya jadi anaknya Duke, lalu jadi istri putra mahkota, tapi kenapa malah terjebak di tubuh vampire lemah begini?" ucapnya.Kepalanya menggeleng, rasanya jahat sekali dia. Padahal, tubuh yang dia tempati ini cukup manis dan cantik.Dia terus bicara sendiri, "Tidak, tidak, maafkan aku, Elorayna, aku tidak bermaksud mengejekmu. Aku masih bingung, kok bisa aku di tub