Halaman belakang kediaman Grim begitu indah dan segar. Banyak sekali bunga-bunga mawar putih tumbuh subur membentuk pagar alami yang memisahkan rumah itu dengan hutan di belakangnya.
Indah sekali. Pemandangan ini membius mata Elora. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang seindah ini.Ada meja-kursi taman yang terbuat dari besi berlapis perak ada di dekat situ.Damio menarik salah satu kursi sambil mempersilakan, "silakan."Elora menatapnya. Dia baru sadar, sejak kemarin, sikap Damio makin membaik. Dia diperlakukan seperti seorang Lady, padahal dia hanyalah vampire asing."Terima kasih." Dia duduk di kursi yang dipilihkan oleh Damio. Agak gugup.Damio tersenyum tipis.Melihat senyuman seorang bangsawan itu, Elora jadi tegang. Ini tidak masuk akal. Kenapa Damio tampan sekali? Tidak adil. Apa dia reinkarnasi dewa?Damio bertanya, "Kenapa melihatku terus begitu?""Kamu yang melihatku terus," balas Elora masih gugup.Obrolan mereka terhenti akibat kedatangan kepala pelayan, Haervis, yang mendorong nampan berisi beberapa cangkir serta teko berisi teh yang sudah siap.Haervis menyajikan teh untuk mereka berdua sambil berkata, "saya menyiapkan teh yang anda minta, Tuan, Teh Earl Grey.""Terima kasih." Damio menatap Elora, lalu bertanya, "kamu suka teh Earl Grey 'kan?"Elora tidak paham dengan segala jenis teh. Satu-satunya yang dia tahu adalah teh kantong yang biasa ada di minimarket.Damio tersadar. "Oh, aku lupa kamu ini vampire, Vampire hanya menyukai darah. Mereka tinggal di lembah-lembah atau tempat terpencil dan terbelakang. Mana tahu apa itu teh.""Enak saja, aku tahu apa itu teh.""Oh iya?"Tanpa banyak bicara, Elora meminum teh. Ini pertama kali, dia minum teh yang aromanya begitu menenangkan. Teh-nya hambar, tetapi tetap terasa nikmat."Saat minum teh, kamu nikmati dulu aromanya, ini bisa membuat hati kamu jadi tenang," ucap Damio memperlihatkan cara menikmati teh yang baik dan benar.Elora tak mengatakan apapun tapi meniru cara Damio minum teh. Dia bertanya-tanya, apa cara minumnya sudah benar? Apa caranya memegang cangkir benar? Apa dia tidak salah apapun?Damio senyum-senyum lagi. Dia meminum tehnya dengan cara yang sangat elegan.Elora tersadar terlalu loyo, lalu menegakkan punggung. Ia kembali minum teh. Semua yang dia lihat dari Damio, dia tiru. Tingkahnya sangat mirip anak-anak.Damio menoleh ke Haervis, lalu memberi perintah, "tinggalkan kami sendiri.""Baik, Tuan." Setelah mengatakan itu, Haervis segera meninggalkan tempat itu sambil mendorong nampan lagi.Tanpa menoleh, Damio tahu sedang diawasi oleh pengawal pribadinya. Dia memberi perintah agak keras, "kamu juga, Fionnan, cepat pergi! Aku mau sendiri dengan Elora."Elora kaget, melihat ke sekeliling. Tidak ada siapapun. Dimana Fionnan? Kenapa Damio bisa tahu kalau diawasi?Damio menyindir halus, "kamu tidak sadar kalau diawasi, kamu ini vampire atau apa? Kenapa indera tubuh kamu tumpul sekali?""Aku sadar kok kalau diawasi.""Oh iya?""Iya."Damio tidak menjawab. Dia terus menikmati teh sambil senyum-senyum melihat Elora. Perasaannya sangat aneh.Makin hari, dia makin tertarik dengan gadis vampire itu. Baru pertama kalinya, dia melihat ada vampire yang polos, lugu, dan juga konyol.Dia berdiri, lalu berkata, "sebentar, aku mau berikan sesuatu untuk kamu.""Sesuatu?""Sebentar ..." Damio berjalan ke arah kebun bunga mawar yang rimbunnya minta ampun.Pria itu seolah lenyap tertelan masuk ke dalam kebun bunga. Iya, kelihatannya begitu— seluruh tanaman mawar disini sangat tinggi, sebagian juga merambat kemana-mana.Elora agak cemas. Dia bicara sendiri, "Kenapa aku khawatir? Memangnya dia siapa? Aku dan dia hanya kerjasama ... Tidak ada hubungan, tapi sebentar ..."Wajahnya tertunduk lesu, baru sadar— kalau kutukan Damio sudah lenyap, kalau musuh sudah tidak ada, lantas, apa gunanya kerjasama ini?Apa itu artinya dia sudah tidak berarti untuk Damio?Tidak berguna artinya mati?Kerjasama terbentuk jika menguntungkan kedua bela pihak. Sekarang, nyawa Damio tak terancam lagi, artinya tak butuh informasi apapun.Elora meneguk ludah. Dia mendadak takut. Apa mungkin Damio barusan sangat baik, mengajaknya minum teh, itu karena untuk dieksekusi?Apa pria itu ingin membuatnya lengah, sehingga gampang dibunuh? Atau malah mungkin pria itu pergi untuk memanggil tentara kerajaan, lalu menangkapnya?Dia sudah tak ada artinya lagi, untuk apa dibiarkan hidup?"Aku ... aku harus kabur," ucap Elora merinding. Di kepalanya penuh akan pemikiran buruk.Tetapi, baru saja dia hendak berdiri, sebuah tangan menahan bahunya dari belakang.Damio. Tahu-tahu, pria itu sudah datang. Dia berbisik, "mau kabur kemana, Vampire Kecil-ku?""Aku ... Aku ...""Aku tidak akan membiarkanmu kemanapun."Elora meneguk ludah, takut dan tegang, tak berani menoleh. Apa jangan-jangan ada mata pedang yang menodong tengkuknya sekarang?Tiba-tiba, Damio mengulurkan tangannya ke depan, menunjukkan apa yang dia genggam. Setangkai bunga mawar merah.Ketegangan yang dirasakan Elora sirna sudah. Dia bingung, "Apa ini?"***Elora bangun dari tidur panjangnya. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, melihat langit-langit yang familiar.Ah, kamar tidurnya yang biasa saja.Dia bangun sambil memijat keningnya. "Bangun tidur bukannya tubuh membaik, tapi malah sakit kepala. Apa aku kebanyakan kerja? Untung saja sekarang Minggu ... Minggu 'kan?"Dia meraih ponselnya yang ada di meja nakas samping ranjang, dan memang benar sekarang adalah Minggu jam tujuh pagi.Dia tertegun sejenak, melihat kamarnya yang berantakan seperti biasa. Entah mengapa dia merasa sangat sedih.Dia menyentuh dadanya, air mata mendadak keluar dari kedua matanya. Ini membuatnya makin bingung.Dia mengusap air mata itu, lalu bergumam, "ada apa denganku? Aku menangis? Rasanya seperti sudah bermimpi lama sekali ... Apa ini alasan kenapa tubuhku kaku?"Tak mau membuang-buang waktu, dia turun dari ranjangnya, lalu melihat diri sendiri di depan cermin meja rias. Untuk sejenak, dia memperhatikan wajah sendiri."Aneh ... Aku seperti bermimpi sangat aneh, ta
'Jangan ... Damio ... Cepat pergi, tinggalkan aku di sini. Jangan mati bersamaku.'Itu adalah kata yang seharusnya diucapkan Elora, tapi tak bisa keluar. Dia hanyalah sisa jiwa yang masih bersemayam di tubuh Elora si vampire. Suara Damio pun semakin lirih, membuktikan bahwa sebentar lagi dia benar-benar akan menghilang.Tetapi, dia tidak mau Damio ikut pergi bersamanya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa pria ini mau mati bersamanya, orang yang hanya bisa menjadi beban.Dia ingin menangis.Damio membelai pipi Elora, bibirnya tersenyum. Entah mengapa dia seperti bisa mengetahui perasaan Elora yang masih tertinggal.Dia berkata, "aku tahu kamu pasti memintaku untuk pergi dari sini, tapi tidak bisa. Kakiku terluka. Aku akan menemanimu sebentar lagi. Aku sudah tidak ingin berada di dunia ini, Sayang. Jika kehidupan lain itu memang ada ... Aku ingin hidup bersamamu."Usai mendengar itu, Elora benar-benar terharu. Dia tak lagi bisa mendengarkan apapun, yang bisa dia lakukan adalah pasrah s
Pertarungan puncak sudah berlangsung berjam-jam, pasukan kerajaan yang dipimpin oleh sang raja Bernardo II dan jenderal perangnya telah mendominasi peperangan itu.Saat jenderal perang menghabisi seluruh pasukan yang bukan manusia biasa dan penyihir-penyihir kuat, Bardo dibantu oleh Hanter berhasil memojokkan Tordes.Pada dasarnya Tordes memiliki kemampuan sihir yang luar biasa, tapi fisiknya cukup lemah. Lama kelamaan, dia tidak bisa mengimbangi kecepatan dari hanter. Semua orang sudah tumbang, menyisakan dirinya dan beberapa penyihir saja.Sementara itu, para pendeta yang juga merupakan anggota dari bangsawan yang ikut berperang menetralisir efek dari ritual dengan berbagai barang suci. Beruntung, mereka tidak terlalu terlambat untuk menutup lagi gerbang menuju ke neraka.Kejadian ini mengingatkan Bardo akan deskripsi di buku semasa perang ratusan tahun silam yang menghilangkan banyak nyawa penyihir. Seperti inilah wujud dari peperangan itu.Hampir separuh pasukannya harus tiada, te
Api menjalar sangat cepat di bangunan tempat persembunyian. Elora mulai panik merasakan Hawa panas yang familiar. Kenapa setiap kali pergi selalu saja ada yang membakar tempat yang dia jadikan persembunyian?Ini memuakkan.Dia berlari di bersama si kembar untuk mengungsi ke area bangunan yang belum terbakar. Mereka menunggu kedatangan Fionnan dulu.Bagaimana pun, di luar juga cukup darurat, di mana para manusia serigala menyerang dari berbagai arah.Leandro pun masih dihadang oleh Haervis yang sudah ngos-ngosan. Sedangkan, Fionnan sibuk di belakang dengan para manusia serigala.Elora menjadi khawatir dengan mereka berdua. Dia juga khawatir terhadap Damio. Tak berselang lama dari itu, dia merasakan kehadiran yang familiar pula.Langkahnya pun terhenti.Ini membuat pelayan kembar menjadi panik dan menoleh. Mita bertanya, "nona kenapa berhenti? Ayo kita tetap berlari."Mina ikut mengatakan, "iya, Nona. Area ini sudah terbakar. Kita harus ke belakang. Di sana ada Sir Fionnan.""Damio ...
Leandro datang ke bangunan tempat persembunyian Elora. Dia sedikit beruntung karena ada serangan dari kelompok manusia serigala yang mendekat. Dengan begini, dia bisa mendekat ke jendela, tepat di mana ruangan Elora berada. Dia berniat untuk memecah jendela itu, lalu masuk.Akan tetapi, sebelum niatnya terpenuhi, Haervis sudah terlebih dahulu menghampirinya, lalu berniat menendangnya.Leandro berhasil menghindar sehingga tendangan Haervis hanya mengenai udara."Serigala sialan," umpatnya.Haervis bersiap untuk menyerang lagi. Mimik wajahnya terlihat serius, tapi sebenarnya dia juga sedikit lelah. Dia sudah bertarung terus menerus, wajar saja kehabisan tenaga.Dia tidak yakin bisa menahan vampire itu lebih lama, jadi berharap agar Fionnan segera membereskan para manusia serigala yang mengamuk.Leandro tersenyum. Dia sudah tahu kalau Haervis sudah mencapai batasnya. "Kamu pasti mati kalau melawanku begini.""Aku tidak peduli.""Kenapa kalian sangat protektif pada Elora? Aku cuma ingin m
Serangan Leandro terpaksa terhenti karena kekacauan yang terjadi tepat di tengah malam. Dia tidak bisa berkonsentrasi karena pepohonan banyak yang tersambar petir dan roboh.Dia juga tidak melihat Fionnan kembali. Pengawal itu jelas sudah kembali ke rumah untuk memperingatkan akan bahaya.Dia sendiri juga tidak mengira kalau terdengar lolongan serigala di kejauhan. Pandangannya menengadah ke langit, mendengarkan lolongan itu yang tiada henti.Semakin dekat .. dekat .. dan dekat saja."Sialan." Dia mengumpat karena tidak rela Elora diserang oleh para serigala. Tetapi, dia tidak ada waktu meladeni musuh yang tiada habisnya ini.Selain itu, manusia serigala saat bulan purnama begini sangatlah kuat, berkali-kali lipat kuatnya dari biasa. Akan butuh banyak waktu untuk meladeni mereka.Dia tidak peduli apapun, dan berlari menuju ke bangunan tempat Elora seharusnya berada.Begitu keluar hutan, dia langsung disambut oleh petir yang hampir saja menyambarnya. Berdiam diri di tengah halaman sep