Elora menyelimutkan jubah miliknya ke tubuhnya dan Damio yang tengah duduk di depan perapian. Suasana tak terlalu dingin sebenarnya, tapi tubuh Damio sedang demam— dia tetap harus mendapat kehangatan ekstra.Mereka hanya menggunakan dalaman, alhasil kulit tubuh mereka saling bersentuhan.Damio tak tahu lagi. Tubuhnya memanas karena hasrat naik atau demam. Isi kepalanya menjadi kotor, tak tahan dengan kondisi ini.Elora berkata, "maaf, aku memaksa kamu melakukan ini. Aku tahu ini tidak sopan, tapi kamu butuh kehangatan.""Mungkin kita harus berbaring agar selimutnya cukup," ucap Damio kemudian.Tanpa ada pemikiran buruk, Elora mengikuti arahan Damio. Dia berbaring di atas karpet yang telah dibersihkan sedikit bersama Damio.Damio memeluk Elora dari samping. Dengan begini, dia bisa lebih puas merasakan kehangatan tubuh Elora."Damio?" Elora tegang. Lengannya bisa merasakan kehangatan dari dada Damio yang keras. Darahnya berdesir cepat. Perasaan malu pun datang.Damio berbisik di belakan
Apa yang sudah terjadi?Damio masih tidak mengira sudah melakukan hal kotor dengan calon tunangannya. Seharusnya ini tidak boleh terjadi. Kenapa dia sampai tak sanggup menahan godaan begini?Dia melihat Elora sudah terlelap, mungkin puas sudah merasakan permainan jarinya yang mendebarkan. "Astaga ..." Dia bergumam pelan, lalu keluar dari selimut, dan menggunakan pakaiannya kembali. Hari sudah malam, tetapi hujan masih deras turun. Dia bisa merasakan kalau ada seseorang yang berdiri di luar pintu. Tentu saja itu adalah pengawalnya sendiri.Usai berpakaian, dia berdiri, berjalan perlahan menuju ke pintu. Dia menoleh, melihat wajah Elora yang terlelap dengan bantuan cahaya api perapian.Senyum di bibirnya mengembang. Meskipun memalukan, tapi apa yang sudah terjadi sangat tak bisa dilupakan.Dia kembali fokus ke depan, membuka pintu, kemudian keluar. "Sejak kapan kamu menunggu disini?""Sejak tadi, Tuan." Fionnan masih kering, tetapi bagian bawah celananya sudah basah oleh air hujan ber
Tiba di rumah, Damio menggendong calon tunangannya kembali ke dalam kamar tidur. Dia merebahkan wanita itu di atas ranjang. Perlakuannya begitu lembut seolah-olah vampire itu adalah makhluk yang rapuh.Dia tersenyum sedikit saat melihat Elora tampak terpejam. Aneh rasanya. Masa iya vampire seperti ini? "Menarik," ucapnya, lalu segera meninggalkan kamar itu tanpa melakukan apapun.Begitu pintu sudah menutup, barulah Elora membuka mata. Dia terlihat begitu lega. Barusan, dia hanya berpura-pura, takut sekaligus malu kalau harus melakukan hal yang sama di rumah tua sebelumnya."Astaga, apa yang sudah terjadi ... Aku dan Damio ..." Wajahnya kembali memerah. Pengalaman merasakan kenikmatan itu tak bisa menyingkir dari kepalanya.'... Sayang...' panggilan itu juga terus melekat di kepalanya. Suara Damio terngiang-ngiang, tak mau pergi.Dia bangun terduduk di tempat tidurnya. Kalau sudah ingat begini, tak mungkin bisa tidur."Damio ..." ia menyebut nama itu lirih. Perasaannya campur aduk. Ap
Keesokan harinya ...Elora bangun dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Dia satu ranjang dengan Damio.Sebenarnya tidak ada yang terjadi semalam, hanya ciuman dan berpelukan saja. Tetapi, tetap saja— bersama Damio rasanya luar biasa hebat.Hati Elora menjadi semakin tidak karuhan. Apalagi, ketika dia memandangi wajah Damio saat sedang terlelap tidur. Bibir lantas tersenyum dengan sendirinya— pertanda kalau dia sudah jatuh cinta."Walaupun menyebalkan, tapi tampan sekali dia kalau tidur," gumamnya. Sejak bersama Damio, hatinya selalu merasa hangat.Tak diduga, Damio perlahan-lahan membuka kelopak matanya, lalu tersenyum juga. Dia jelas mendengar ucapan Elora barusan.Dia menggoda, "harusnya bilang langsung padaku kalau mau memuji."Senyum Elora langsung lenyap. Wajahnya juga semerah udang rebus. Dia geram sekali, kenapa Damio selalu pura-pura masih tidur?"Aku tidak memujimu, barusan 'kan aku bilang menyebalkan!" omelnya."Jangan malu-malu.","Aku tidak malu. Sudah, sekarang tur
Elora menghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan di dalam Mansion Grim. Dia ingat kalau di novel hanya dijelaskan bahwa keluarga Grim semua telah mati tanpa meninggalkan pewaris yang memiliki darah mereka. Iya, Damio hanyalah anak adopsi.Tidak heran kalau bangunan sebesar dan seluas ini hanya ditinggali oleh Damio, dua pelayan wanita, satu kepala pelayan dan seorang pengawal pribadi.Dan ... pengawal pribadi itu sedang setia mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Elora. Elora menoleh. "Sampai kapan kamu akan membuntutiku? Bukannya kamu adalah pengawal pribadi Damio? Kenapa kamu membiarkannya pergi sendirian?"Fionnan sama sekali tidak menjawab. Ekspresi wajahnya juga sama saja, datar dan kaku. Dia enggan membalas ucapan siapapun kecuali Damio dan Kepala Pelayan Haervis.Elora mendekatinya. Dia paham betul kalau dari awal, pria itu sama sekali tidak tertarik dengan orang asing. Tapi, mungkin saja karena dia vampire?"Apa kamu tidak menyukaiku karena aku Vampire?" Ia bertanya un
Haervis meminta agar Elora tetap berada di kamarnya, sementara itu dirinya memeriksa beberapa area dibantu oleh pelayan kembar.Saat mereka sibuk dengan keamanan rumah ini, Elora menyelinap keluar kamar dengan diam-diam. Dia tidak yakin bisa bertahan berapa lama, mengingat semua pelayan di sini adalah manusia serigala yang jelas memiliki penciuman tajam."Aku penasaran ..." Elora mendatangi tempat dimana ruangan rahasia itu berada.Tadi vampire asing itu, Leandro, berkata aneh sambil melihat ke arah tempat ini. Mungkin saja memang ada sesuatu yang benar-benar mengerikan berada di sini.Sebelumnya, dia memang merasa aneh. Hawa dingin selalu dia rasakan saat sudah dekat.Langkah kakinya mendekat ke pintu yang terlindung oleh rantai berkarat itu. Rasa penasaran itu membuatnya tak sadar."Nona?"Suara Haervis terdengar.Elora urung menyentuh gembok pintu rahasia itu. Aneh sekali, dia merasa terseret untuk masuk ke dalam sana. Dia penasaran. Apa yang ada di dalam? Siapa yang ada di dalam?
Elora terbangun akibat aroma darah yang tak dapat dia tolak. Aneh, baunya tidak manis seperti Damio, tapi rasanya sulit ditolak.Dia perlahan membuka mata, terkejut tatkala tersadar bahwa sedang duduk di atas pangkuan Lord Obsidian.Apa maksudnya ... dari semula, dia duduk dan menyandarkan kepala di dada pria ini? Dan, aroma darah yang sedari tadi tercium berasal dari balik kulitnya?Sulit dipercaya."Kenapa ... aku sudah bergerak ..." Elora tak sanggup bergerak bebas, pinggangnya dipegangi oleh kedua tangan Lord Obsidian. "Kenapa ..."Lord Obsidian tersenyum memandanginya. Dia menyambut, "halo, Nona Vampire, sudah bangun? Selamat datang di kediaman bangsawan Obdisian."Mereka sedang ada di ruangan yang luas, berlangit-langit tinggi, banyak jendela, tapi tak ada perabotan apapun."Tidak ..." Elora menyentuh leher samping. Sebelumnya, dia telah ditusuk oleh pisau beracun. "Aku ... Aku masih hidup?""Tentu saja, tapi kamu sangat aneh— sangat lemah. Butuh waktu lima belas menit untuk ban
Elora melepaskan giginya dari leher Lord Obsidian. Sisi haus darah belum puas, tapi dia tak mau merasakan darah pria itu lagi. Darahnya terasa sangat hambar, tidak seperti Damio.Dia dipenuhi perasaan sesal tak terbendung. Apa yang sudah dia lakukan? Kenapa malah menikmati darah manusia lain selain Damio?"Aku akan membunuhmu!" Dia menguatkan diri, lalu turun dari pangkuan Lord Obsidian, menjaga jarak. Dia sangat waspada dengan pisau perak yang selalu dibawa pria itu.Lord Obsidian tersenyum melihat Elora. Sekilas, tingkahnya mirp dengan Damio yang tak menganggap kalau dia ancaman. "Sudah selesai? Darahku masih banyak, Nona Vampire. Hisap lagi, tidak apa ... kemarilah."Pandangan mata Elora masih kabur, tapi dia bisa bertahan. Racun vampire yang memenuhi tubuhnya tak hanya membuat dia haus darah, kepalanya juga terasa berat. Sebelum jatuh pingsan lagi, dia menyerang pria itu.Akan tetapi, belum sempat serangannya mengenai wajah Lord Obsidian, Sebastian si pelayan Dhampir tahu-tahu sud