Share

Sambutan di Depan Pintu

last update Last Updated: 2022-02-05 11:46:27

“A-... Warga setempat! Ya, warga di sekitar sini bagaimana kondisinya?”

Nah, barulah orang-orang berjas hitam maupun berkostum modis terperanjat. Bahwasanya semenjak mereka datang, tak terlihat adanya kegaduhan akibat jatuhnya korban, malah orang-orang yang menyaksikan proses pembentukan Gerbang Monster berada dalam keadaan baik-baik saja.

Dadan segera menghampiri warga yang paling dekat dan berumur cukup dewasa untuk dapat menjelaskan situasi sebelum mereka datang. Orang itu adalah salah satu yang sebelumnya berani mendekati Gerbang Monster hanya untuk memuaskan rasa penasarannya.

“Permisi Tuan, saya ingin menanyakan beberapa hal...”

...

Hari mendekati pagi, akhirnya keduanya telah sampai di depan rumah Alina. Di depan pintu rumah, seseorang tampaknya tertidur hanya untuk menunggu kepulangannya.

Sebelum Alina membangunkannya, wainta itu terbangun lebih dahulu dan tanpa basa-basi lagi segera berlari dan memeluknya dengan erat. Aneh rasanya atau lebih tepatnya mengagumkan, orang yang baru bangun dapat langsung beraksi seperti itu.

“Alina, kamu ke mana saja sayang? Mama sangat khawatir...”

Wanita itu adalah Ibunya Alina. Kasih sayang seorang ibu sungguh membuatnya dapat bertindak seperti itu. Tak terbayang, betapa khawatirnya dia akan keadaan anak gadisnya yang belum pulang sampai lewat tengah malam. Dia tidak memarahinya, justru air mata membanjiri wajahnya karena dia terlalu cemas akan keselamatan Alina.

“Maaf Ma, ada masalah saat pulang. Lalu, Kakak ini datang menolongku...” Alina tersenyum dan sama-sama berlinang air mata, merasa terharu sekaligus merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi. Lalu, dia menunjuk ke arah Nathan yang berada di belakangnya.

“Eh? Ada tamu ternyata...” selepas memeluk Alina, wanita itu mengusap air matanya. Tak mungkin, dia melayani tamu dengan keadaannya yang seperti tadi, meskipun terlanjur terlihat oleh Nathan. “Mari masuk dulu. Dan sayang, kamu lekaslah tidur...”

“Apakah tidak apa-apa? Mungkin, saya datang di waktu yang tidak tepat. Nyonya pasti merasa lelah setelah menunggu Nona Alina semalaman...” Nathan dapat merasakan, betapa lelahnya wanita paruh baya itu, sehingga dia berucap demikian. Dia dapat mengetahuinya, karena aliran darah di tubuh wanita itu tampak lambat dan memberikan tekanan tinggi pada pembuluh darah.

“Tak apa. Malam telah sangat larut, saya rasa anda bukanlah orang sini...” Wanita itu tersenyum ramah, rasa lelahnya dapat ia tutupi dengan begitu baik. Meskipun, fakta bahwa pada wajahnya telah ada keruta-kerutan kecil.

“Baiklah. Saya rasa, Nyonya benar...” Nathan menyetujui tanpa berkomentar lebih jauh. Dia merasa, hanya dengan bertamu terlebih dahulu dapat membuat Ibunya Alina lebih cepat mengistirahatkan tubuhnya.

Saat di ruang tamu, Nathan ditawari kamar tidur untuknya beristirahat, namun sebenarnya dia tak membutuhkan istirahat atau tidur. “Mengapa tidak Nyonya saja yang tidur?” tanyanya keheranan.

Nathan melihat tak ada tanda-tanda wanita paruh baya itu beranjak dari kursi di tengah ruangan.

“Sepertinya, tidak? Melihat waktu menunjukkan sebentar lagi matahari terbit, akan gawat bila ibunya juga terlambat bangun, ‘kan?”

Nathan tersenyum dengan lembut melihat ketangguhan manusia biasa seperti dia ini, sampai rela mengorbankan mentalnya yang sedang kelelahan untuk tetap terjaga. Dia menghela napas, antara anak maupun ibunya membuatnya cukup terkagum-kagum. Sebagai Vampire Lord, adalah suatu hal mudah untuk memahami kondisi seseorang.

“Sebaiknya Nyonya tidur, istirahatkanlah tubuh anda. Bila Nyonya sakit, siapa yang akan khawatir nanti? Biarlah saya yang membangunkan Nyonya saat waktunya tiba” ujar Nathan terkesan meyakinkan.

“Anda benar. Tapi, tamu adalah raja, saya merasa tak nyaman untuk-“

“Tak apa, Nyonya tenang saja. Saya takkan membangunkan Nyonya secara gratis, karena sebagai gantinya, Nyonya harus benar-benar beristirahat...” Nathan memotong ucapan wanita paruh baya itu selagi dirinya terus meyakinkannya dan tersenyum dengan lembut.

“Ba-baiklah. Tapi, ini beneran tak apa, bukan?” Ibunya Alina sungguh merasa tak enak membiarkan tamunya duduk seorang diri hanya dengan diberikan beberapa cemilan di atas meja.

Akhirnya, wanita itu jujur terhadap tubuhnya sendiri. Raut wajahnya berubah secara drastis, tampak jelas wajah yang terlihat sangat kelelahan dengan kerutan di beberapa bagian wajahnya yang semakin terlihat jelas.

“Iya Nyonya, silahkan beristirahatlah dengan tenang...”

Dalam kesendirian seperti itu, menunggu fajar tiba tidaklah terasa lama. Nathan tak beranjak dari tempat duduknya sejak dia mulai duduk di kursi dan membujuk Ibunya Alina untuk beristirahat. Meski matanya tertutup, dia bukanlah sedang tidur. Dia hanya bergelut dalam kesunyian sebagaimana selalu dia lakukan selama ini.

Saat cahaya matahari mulai memasuki kaca jendela dan cahaya lembut itu menyinari sebagian wajah Nathan, matanya perlahan terbuka. “Mungkinkah saatnya telah tiba?” gumamnya, lalu dia menatap ke arah matahari terbit.

“Hm... bangsa vampir hanya minum darah, manusia serigala makan daging mentah, sedangkan diriku ini biasanya hanya minum teh. Lalu, manusia ini makan apa, ya?” Nathan sebenarnya tak ada niatan untuk membangunkan Alina maupun Ibunya, biarkan mereka beristirahat dengan cukup. Lalu, dia akan menyajikan makanan untuk keduanya. Rencananya tertahan saat memikirkan jenis makanan yang perlu disajikan. “Atau...”

Seseorang sedang turun dari lantai dua saat Nathan hendak memutuskan untuk membangunkan Ibunya Alina. Dan, orang yang dimaksudkan baru saja turun.

“Nyonya sudah bangun ternyata...” sapa Nathan.

“Aduh, apa yang telah saya lakukan, malah memperlakukan tamu seperti ini?” Ibunya Alina Tampak merasa bersalah. Dia yang hendak membungkuk itu segera diberhentikan tindakannya, karena pundaknya disentuh oleh Nathan.

“Tak apa, Nyonya. Bagaimanapun juga, sayalah yang meminta Nyonya untuk beristirahat...”

Wanita paruh baya itu entah berapa kali mengungkapkan penyesalannya, disebabkan kemarin malam dirinya terlalu tertekan dan merasa lelah. Sehingga, mendapat tawaran untuk beristirahat setelah mengetahui bahwa putrinya telah pulang, dia sulit untuk menolaknya. Lalu, dia pun mulai memperkenalkan diri sebagai Aisyah Nurrohmah dan baru mengucapkan terimakasihnya saat ini, karena malam tadi dirinya lupa mengatakannya.

“Sebentar ya, saya mau menyiapkan dulu makanan untuk sarapan nanti...”

“Bolehkah saya ikut membantu anda, Nyonya?”

Satu orang lagi segera bergabung setelah mencium aroma masakan buatan Aisyah. Alina tampak berantakan, namun wajah manisnya tetap lebih unggul. Meskipun jelas terlihat, ada bekas pembuatan pulau yang menempel di pipinya, sebagaimana dia sama sekali belum pergi ke kamar mandi.

“Ish... Sayang, cuci muka dulu dong. Jangan malu-maluin gitu. Lihat! Ada tamu, laki-laki yang tampan lho...”

“Huh...? Ada siapa?”

Alina sepertinya masih setengah sadar, matanya yang masih belum terbuka sepenuhnya itu belum dapat melihat sekeliling dengan jelas. Terlebih, dia belum mengingat dengan kejadian tadi malam dan dia tak tahu bahwa Nathan menginap di rumahnya.

“Anda sungguh terlihat berantakan ya, Nona Alina. Namun, kecantikan anda sebagai seorang gadis muda sungguh tak berkurang sedikitpun...”

Nah, barulah setelah mendengar suara yang cukup familiar di telinganya baru-baru ini membuatnya terperanjat dan matanya menjadi melek seketika. Lalu, Alina mencoba menoleh ke arah yang menjadi asal suara itu terdengar dengan perlahan dan harap-harap dia salah mendengar dan berpikir bahwa tadi hanyalah halusinasi atau dirinya masihlah bermimpi.

Namun, sepasang mata merah gelap kini sedang memandangnya dan sedang tersenyum dengan lembut padanya. Alina hanya bisa tersenyum dengan canggung sebelum rona merah muda yang semakin terlihat jelas mewarnai pipinya. Dia segera beranjak pergi begitu saja sambil tangannya menutup wajahnya, dia terlalu malu untuk membukanya.

“Hm...?”

Nathan hanya memandang punggung ramping itu dengan salah satu alinya terangkat, karena dia merasa bingung tentang apa yang baru saja terjadi.

“Apakah saya salah berucap?” gumam Nathan.

Aisyah terkekeh kecil melihat tingkah anak gadis satu-satunya itu tersipu malu, dia tahu itu. Terlebih lagi, Nathan tampak polos dengan ketidaktahuannya bahwa bagi seorang gadis adalah sebuah aib yang sangat memalukan bila ada lawan jenis yang melihat dirinya masih berantakan setelah bangun tidur.

Nathan semakin merasa bingung melihat Aisyah yang malah terkekeh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Vampire Lord: Terbangun di Dunia Lain   Perspektif

    Sekilas sepasang mata yang merah itu menyala, sebelum kembali redup.Apa yang orang-orang lihat, anak buah Jeremy hanya terdiam, tidak lanjut melakukan apa yang sebelumnya hendak mereka lakukan terhadap Nathan mengikuti perintah dari Jeremy.Jeremy sendiri mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung.“Brengsek. Apa yang sedang kalian lakukan, huh?” Jeremy berseru dengan kesal. Padahal dia mengatakannya dengan keras, tapi anak buahnya tidak sedikitpun merespon seolah-olah mereka tidak mendengar suaranya.Nathan hanya tersenyum kecil. Takkan ada yang mengetahui selain dirinya pada apa yang sedang terjadi kepada semua anak buah Jeremy yang tiba-tiba saja mematung. Bagaimanapun, dialah yang membuat mereka mematung seperti itu. Seperti yang telah dilakukannya kepada seseorang sebelumnya, Nathan memberikan mereka sedikit penyiksaan di dunia yang hanya merekalah yang dapat melihat dan merasakannya.“Para bajingan ini…” Jeremy merasa geram. Meskipun begitu, dia sendiri merasa kondisi mereka ya

  • Vampire Lord: Terbangun di Dunia Lain   Pelanggan Adalah Raja

    Meja yang cukup panjang, sekitar empat meteran, tak terlalu tinggi, menjadi tempat cemilan atau makanan ringan yang disusun dengan rapi pada tiap rak yang ada. Memang, itu bukan sembarangan meja, karena memiliki fitur rak yang khusus menyimpan dagangan.Awan saat ini cukup tebal, hingga langit tampak mendung.Hal itu, membuat posisi matahari kini entah berada di mana. Yang jelas, Alina dan Nathan berangkat dari rumah pada pukul sepuluh seperti biasanya.Meja tempat menjajakan cemilan menghadap ke arah jalan yang hanya lima langkah saja bagi orang dewasa untuk sampai ke sana dan memasuki area hilir-mudik. Sedangkan untuk penjualnya, Alina dan Nathan berada di belakang meja dengan di samping kiri, kanan, dan belakang meja dibangun sebuah pembatas sementara yang terbuat dari kain parasut.Beberapa pejalan kaki singgah untuk membeli cemilan. Sungguh adil, di tempat yang banyak dilalui oleh orang-orang ini, membayar sewa tempat penjualan yang cukup mahalpun tampaknya akan segera terbayarka

  • Vampire Lord: Terbangun di Dunia Lain   Gara-Gara Gugup

    “Apakah ada yang salah, nona-nona?”Ketiga wanita itu tertegun mendengar pertanyaan Nathan yang terkesan seolah Nathan tak keberatan dianggap oleh Alina sebagai kekasihnya atau malah mungkin juga itu dapat menjadi indikasi bahwa Nathan memang kekasih Alina.“Hey, Tuan Tampan, kuharap kamu tidak tuli. Tidakkah kamu terlalu polos membiarkan wanita kampungan ini menganggap dirimu sebagai kekasihnya?” tanya wanita yang katanya pewaris satu-satunya salah satu perusahaan besar di kota ini. Dengan percaya dirinya, wanita itu mengambil alih posisi Alina yang berada di samping Nathan sampai hendak melingkarkan lengannya ke lengan Nathan.Alina hampir saja terjatuh mendapati dirinya disenggol oleh pinggul yang cukup besar milik wanita itu, namun Nathan dengan cekatan melingkari pinggang Alina yang ramping dengan sebelah tangan yang satunya memegang tangan Alina.Wanita yang baru saja mengambil alih posisi Alina, berharap bahwa Nathan akan memperhatikannya, memanyunkan bibirnya dengan kedua tang

  • Vampire Lord: Terbangun di Dunia Lain   Nathan-Ku

    Nathan berjalan perlahan ke arah Pemegang Kartu Takdir, orang yang berpenampilan seperti badut, yang masih mematung.Alina mengikutinya dari belakang. Dia tampak mengintip-ngintip dari samping lengan Nathan, yang mana, dia sebenarnya tak tahu apa yang baru saja terjadi secara pastinya.Pria Pemegang Kartu Takdir masih mematung mengetahui kenyataan bahwa dia telah menyinggung orang yang salah. Namun, dia juga masih sadar untuk mengetahui Nathan sedang berjalan ke arahnya, pasti hal yang buruk akan segera menimpanya. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, pikirannya masih kacau. Namun dia tahu, harga dirinya telah hancur di hadapan orang-orang, apalagi di hadapan anak buahnya. Dengan memikirkan hal itu, dia berniat kabur dan melarikan diri dengan sekuat tenaga.Imajinasinya memang telah membayangkan tubuhnya menjauhi Nathan dan meninggalkan anak buahnya. Namun tiba-tiba, pipinya yang sedang terluka akibat dikenai oleh kartu miliknya sendiri yang dilempar oleh Nathan mendapat

  • Vampire Lord: Terbangun di Dunia Lain   Pemegang Kartu Takdir

    Ketujuh orang itu tampak berantakan dengan napas yang memburu setelah kurang dari lima menit bertarung melawan Nathan yang hanya berdiri di tempatnya tak bergeming sejak awal dimulainya pertarungan. Mereka mestinya merasa geram diremehkan seperti itu, tapi juga sadar bahwa kemampuan yang Nathan miliki memang mumpuni.Alina tak mampu untuk berkata-kata melihat kemampuan Nathan yang hebat seperti itu. Dia memang tahu Nathan mampu melawan beberapa pria seperti saat dia menolong dirinya, sedangkan dia tak tahu bagaimana cara Nathan bertarung. Namun, melihat kemampuan bertarungnya secara langsung membuatnya berpikir kembali tentang gambaran Nathan dalam benaknya.“Kalian semua, minggir! Menghadapi pria cungkring seperti dia saja tak mampu. Enak sekali ya, kalian menjadi anak buahku dan selalu harus aku yang turun tangan. Merepotkan saja memiliki anak buah seperti kalian...” seru seseorang, dia adalah pria yang hanya menonton sejak pertarungan dimulai, akhirnya mulai bergerak.Pria itu berj

  • Vampire Lord: Terbangun di Dunia Lain   Kriminalis

    “Aah... Maaf telah mengejutkan anda, nona...”Cahaya merah di matanya meredup dan digantikan dengan tatapan hangat dibaluti senyuman Nathan yang membuat Alina kembali merasa tenang.“Tak apa. Um... Tadi Kak Nathan kenapa? Kok matanya ada cahaya merahnya gitu lho. Jadi, mata kakak semakin indah, tapi juga terasa menyeramkan...” Alina memandang mata Nathan sangat lekat. Dia seolah menunggu mata itu kembali bercahaya.“Oh... Apa Nona Alina tak merasa silau tadi? Lihat! Dia melayang seorang diri dengan tenang di balik awan...” Nathan menunjuk ke langit. Di bawahnya, burung-burung beterbangan dengan bebas. Alina pun mengerti maksud dari ucapan Nathan.“Apa saat terkena sinar matahari, mata kakak akan bersinar juga?” tanya Alina dengan wajah polos, seolah dia baru mengetahui hal itu.“Iya. Tiap orang akan memiliki cahaya pada mata yang berbeda-beda, bila nona memperhatikannya dengan baik. Saya juga telah beberapa kali melihat mata nona bercahaya...”Nathan memang sedang berbincang-bincang d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status