Pusaran dimensi itu akhirnya telah selesai dalam pembentukannya dan jadilah Gerbang Monster yang baru. Beberapa orang pun telah berhasil pulih dari pengaruh energi kacau yang terkontaminasi.
Adapun, salah satu rumah terkena dampaknya. Gerbang Monster itu membelah bagian depan rumah seseorang tanpa bisa bertahan. Beruntungnya, pintu depannya yang menjadi tempat pemilik rumah itu keluar, berada di beberapa langkah dari Gerbang Monster saat ini. Hal itu membuat penghuni rumah tak celaka akibatnya.
“Hm...jadi, inilah alasannya monster-monster itu tak dapat keluar setelah terbentuknya Gerbang Monster. Ada sesuatu yang mengekang mereka, seolah mereka dituntut untuk menunggu sampai energi kacau yang terkontaminasi pada Gerbang Monster ini kembali pulih. Sepertinya, energi kacau yang terkontaminasi itu nantinya digunakan untuk mengevolusikan monster-monster yang terikat saat suatu kondisi tercapai. Ini menandakan bahwa semakin lama Gerbang Monster ini dibiarkan, maka mereka akan semakin kuat...” gumam Nathan setelah selesai mengamati Gerbang Monster itu.
“Um... Kak Nathan, sebaiknya kita segera menjauh dari sini sebelum pihak Asosiasi Pemburu datang kemari. Nanti akan sangat merepotkan kalau hal itu sampai terjadi...” Alina menarik-narik lengan jas hitamnya Nathan, agar ucapannya didengar olehnya. Namun, Alina sepertinya tak menyadari bahwa orang – orang yang telah pulih itu tak menyadari kehadiran mereka.
Beberapa orang kini berjalan mendekati Gerbang Monster, karena dirasa telah aman. Bagaimanapun, mereka sangat penasaran dengan Gerbang Monster, sehingga menggunakan kesempatan itu untuk melihatnya dari dekat. Karena apabila pihak Asosiasi Pemburu telah datang, tempat ini akan terisolasi. Orang-orang biasa tak diperkenankan untuk berada di sekitar Gerbang Monster lebih lama lagi.
Saat Alina baru menyadari bahwa orang-orang yang berada di dekat Gerbang Monster itu tak terlihat memperhatikan keduanya, dia semakin kebingungan. Lalu, dia kembali berspekulasi bahwa segala keganjilan yang terjadi selama dirinya berada di dekat Nathan adalah kemungkinan sungguh karena dia. Satu hal yang membuatnya semakin yakin adalah karena sebelumnya, Nathan mengatakan bahwa dia harus mempersiapkan diri. Dia pikir, hal itu berkaitan dengan kemunculan Gerbang Monster ini.
Nathan yang dari waktu ke waktu melirik Alina, dia tersenyum bahwa gadis itu dapat segera menyadari segala macam keanehan yang sekiranya bagi orang-orang biasa adalah hal yang sulit untuk dimengerti.
“Nona Alina, anda sungguh hebat ya...”
“Huh?” Alina sedikit memiringkan kepalanya seraya menatap Nathan dengan kebingungan. Dia tak memahami maksud dari pujian yang baru saja dirinya dengar dari Nathan, namun dia tetap merasa senang entah mengapa.
“Inikah Gerbang Monster? Baru kali ini, aku melihatnya secara langsung dan sedekat ini...”
“Benar. Kupikir, dilihat dari dekat seperti ini terasa luar biasa...”
“Hey, hati-hati kalian!”
“Hush! Kesempatan ini sulit didapat...”
“Iya, sebentar lagi pihak Asosiasi Pemburu akan datang. Saat itu tiba, mereka akan segera menguasainya...”
Beberapa orang yang berani mendekati Gerbang Monster itu tampak menatap takjub, terlihat jelas bahwa mereka benar-benar pertama kalinya mendapat pengalaman seperti itu. Yang lainnya tetap menjaga jarak dengan Gerbang Monster ini setelah merasakan dampak darinya, sebagai antisipasi dari dampak yang sekiranya berkelanjutan.
Ada juga yang memilih untuk segera memasuki rumahnya dan melanjutkan aktivitas tidurnya yang terganggu.
Dini hari itu, suara terdengar cukup gaduh, perpaduan antara orang-orang yang mengobrol, suara desingan yang dihasilkan oleh Gerbang Monster, dan anak kecil maupun bayi yang menangis. Dapat dikatakan, orang yang dapat tidur di suasana gaduh seperti ini adalah kehebatan tersendiri.
Meskipun Alina telah menyadari bahwa orang-orang tak menyadari kehadiran keduanya, dia tetap merasa risih dan takut bila sewaktu-waktu mereka tiba-tiba menyadari kehadiran keduanya. Terlebih dia sebagai pedagang keliling akan dikenal oleh orang-orang ini, sedangkan dia belum terlalu banyak mengenali wajah orang asing. Bila hal itu terjadi, ke depannya telah terbayang tentang apa yang akan terjadi, betapa merepotkannya masalah yang akan menanti.
Namun, telah hampir sejam lebih, kekhawatirannya hanya menjadi beban pikirannya saja.
Akhirnya, tiga mobil datang ke lokasi. Beberapa orang berjas hitam dan ada juga yang tampak modis dengan kostum anehnya keluar dari mobil. Mereka mendekati Gerbang Monster sebelum berhenti di tengah jalan hanya untuk memperhatikan sesuatu yang terlewat.
“Apa aku melupakan sesuatu?”
Seseorang yang berjalan paling depan itu berpaling, pandangannya tertuju pada seorang perempuan yang berada di belakang sebelah samping kirinya.
“Saya tidak mengetahui apa yang Tuan Dadan lupakan...”
Perempuan itu sikapnya jujur sekali, sedangkan orang yang bertanya barusan hanya menanggapinya dengan senyuman.
Orang-orang yang berkostum modis itu, mereka segera bersikap waspada. Terlihat jelas bahwa mereka sedang melindungi apa yang hendak dilakukan oleh orang-orang berjas hitam.
Ada lima orang dari mereka: satu orang yang membawa panah tanpa terlihat adanya kantong panah yang seharusnya berisikan anak panah, seseorang yang ditutupi oleh pelindung tubuh yang terbuat dari logam dengan tameng besar di tangan kanannya dan gada kecil di tangan kirinya, seseorang yang berjubah serba ungu dan tongkat yang terdapat sesuatu yang berkilauan di ujungnya, seseorang yang hanya membawa dua belati di masing-masing tangannya, lalu satu lagi yang membawa pedang besar.
“Sihir ruang, kah?”
Sekali pengamatan, Nathan segera dapat mengambil kesimpulan tentang mengapa mereka tiba-tiba saja membawa senjata masing-masing yang berukuran besa dan panjang, sedangkan mobil yang dikendarai oleh mereka takkan dapat memuatnya.
Seseorang dari mereka, dia yang memegang belati di kedua tangannya baru saja melepaskan energi kacau. Nathan dapat menebaknya, orang itu baru saja mencoba mendeteksi bahaya di sekitar. Seharusnya, benda maupun makhluk hidup yang mengandung energi kacau dapat terdeteksi. Namun, Nathan yang sedang berkamuflase bersama Alina tak jauh dari mereka tak menjadi perhatian Si Pengguna Belati itu.
Si Pengguna Belati lalu memandang rekannya dan mengangguk.
Orang-orang berjas hitam, selain orang yang dipanggil Dadan dan perempuan itu, mereka sedang mempersiapkan sesuatu. Beberapa saat setelahnya, energi kacau yang terkontaminasi itu tiba-tiba menjadi stabil dan hanya berkeliaran di sekitar Gerbang Monster. Salah seorang dari mereka lalu memberikan catatan ke orang yang bernama Dadan itu.
“Energi kacaunya terukur 50 unit, kah? Cukup besar...” kata Dadan setelah membaca catatan dari Orang Berjas Hitam.
Tingkat kesulitan Gerbang Monster diindikasikan oleh seberapa besar energi kacau yang terukur dari interval 1-100 dengan satuan unit. Tiap 10 unit menandakan 1 tingkat kesulitan dengan yang terendah F, E, D, C, BC, B, AB, A, S, dan SS. Dadan barusan menyebutkan bahwa Gerbang Monster yang baru saja diukur itu memiliki energi kacau sebanyak 50 unit, yang berarti Gerbang Monster itu berada di tingkat kesulitan B.
Sebagai catatan, pada kesulitan tingkat S hanya sampai 99 unit yang terukur pada Gerbang Monster, sedangkan untuk Gerbang Monster yang memiliki 100 unit terukur berada di tingkat kesulitan SS.
“Mari kita kembali...” kata Dadan.
Dadan berbalik badan, sebelum dia menyadari sesuatu yang dirasa aneh sejak dirinya datang ke tempat ini. Sebelum lanjut melangkah, dia menatap pria yang menggunakan senjata belati penuh selidik.
“Apa anda yakin tak merasakan adanya keanehan?” Dadan bertanya dengan raut wajah yang serius, satu tetes keringat pun mulai terbentuk di keningnya.
“Apakah anda meragukan kemampuan saya?”
Pandangannya memang dingin, namun Si Pengguna Belati tak menunjukkan sedikit pun permusuhan atau merasa tersinggung. Jawaban yang mempertanyakan balik seperti itu, sungguh seperti dia merasa tersinggung.
“Bukan maksud saya meragukan kemampuan anda, hanya saja saya merasakan sesuatu yang aneh...” Dadan tersenyum dengan canggung, dia merasa tak nyaman dan tak terbiasa menghadapi orang seperti Si Pengguna Belati.
Sedangkan untuk orang yang membuat Dadan merasa ada yang aneh itu, Nathan bergumam “Pria yang unik...”
Pada dasarnya, orang yang menggunakan belati mengindikasikan bahwa orang itu adalah orang yang berspesialis dalam pengintaian. Orang yang ditugaskan untuk mengintai harus memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area pantauannya. Dan tentu saja, Si Pengguna Belati harusnya memiliki kemampuan mendeteksi area sekitar lebih baik dari yang lain.
Namun, orang bernama Dadan ini yang tak memiliki kemampuan seperti itu mampu merasakan keanehan. Itu sebagai bukti, dia orang yang memiliki insting yang kuat. Orang yang seperti itu adalah orang yang benar-benar unik, seperti bagaimana sang Vampire Lord memujinya dalam diam.
Sekilas sepasang mata yang merah itu menyala, sebelum kembali redup.Apa yang orang-orang lihat, anak buah Jeremy hanya terdiam, tidak lanjut melakukan apa yang sebelumnya hendak mereka lakukan terhadap Nathan mengikuti perintah dari Jeremy.Jeremy sendiri mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung.“Brengsek. Apa yang sedang kalian lakukan, huh?” Jeremy berseru dengan kesal. Padahal dia mengatakannya dengan keras, tapi anak buahnya tidak sedikitpun merespon seolah-olah mereka tidak mendengar suaranya.Nathan hanya tersenyum kecil. Takkan ada yang mengetahui selain dirinya pada apa yang sedang terjadi kepada semua anak buah Jeremy yang tiba-tiba saja mematung. Bagaimanapun, dialah yang membuat mereka mematung seperti itu. Seperti yang telah dilakukannya kepada seseorang sebelumnya, Nathan memberikan mereka sedikit penyiksaan di dunia yang hanya merekalah yang dapat melihat dan merasakannya.“Para bajingan ini…” Jeremy merasa geram. Meskipun begitu, dia sendiri merasa kondisi mereka ya
Meja yang cukup panjang, sekitar empat meteran, tak terlalu tinggi, menjadi tempat cemilan atau makanan ringan yang disusun dengan rapi pada tiap rak yang ada. Memang, itu bukan sembarangan meja, karena memiliki fitur rak yang khusus menyimpan dagangan.Awan saat ini cukup tebal, hingga langit tampak mendung.Hal itu, membuat posisi matahari kini entah berada di mana. Yang jelas, Alina dan Nathan berangkat dari rumah pada pukul sepuluh seperti biasanya.Meja tempat menjajakan cemilan menghadap ke arah jalan yang hanya lima langkah saja bagi orang dewasa untuk sampai ke sana dan memasuki area hilir-mudik. Sedangkan untuk penjualnya, Alina dan Nathan berada di belakang meja dengan di samping kiri, kanan, dan belakang meja dibangun sebuah pembatas sementara yang terbuat dari kain parasut.Beberapa pejalan kaki singgah untuk membeli cemilan. Sungguh adil, di tempat yang banyak dilalui oleh orang-orang ini, membayar sewa tempat penjualan yang cukup mahalpun tampaknya akan segera terbayarka
“Apakah ada yang salah, nona-nona?”Ketiga wanita itu tertegun mendengar pertanyaan Nathan yang terkesan seolah Nathan tak keberatan dianggap oleh Alina sebagai kekasihnya atau malah mungkin juga itu dapat menjadi indikasi bahwa Nathan memang kekasih Alina.“Hey, Tuan Tampan, kuharap kamu tidak tuli. Tidakkah kamu terlalu polos membiarkan wanita kampungan ini menganggap dirimu sebagai kekasihnya?” tanya wanita yang katanya pewaris satu-satunya salah satu perusahaan besar di kota ini. Dengan percaya dirinya, wanita itu mengambil alih posisi Alina yang berada di samping Nathan sampai hendak melingkarkan lengannya ke lengan Nathan.Alina hampir saja terjatuh mendapati dirinya disenggol oleh pinggul yang cukup besar milik wanita itu, namun Nathan dengan cekatan melingkari pinggang Alina yang ramping dengan sebelah tangan yang satunya memegang tangan Alina.Wanita yang baru saja mengambil alih posisi Alina, berharap bahwa Nathan akan memperhatikannya, memanyunkan bibirnya dengan kedua tang
Nathan berjalan perlahan ke arah Pemegang Kartu Takdir, orang yang berpenampilan seperti badut, yang masih mematung.Alina mengikutinya dari belakang. Dia tampak mengintip-ngintip dari samping lengan Nathan, yang mana, dia sebenarnya tak tahu apa yang baru saja terjadi secara pastinya.Pria Pemegang Kartu Takdir masih mematung mengetahui kenyataan bahwa dia telah menyinggung orang yang salah. Namun, dia juga masih sadar untuk mengetahui Nathan sedang berjalan ke arahnya, pasti hal yang buruk akan segera menimpanya. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, pikirannya masih kacau. Namun dia tahu, harga dirinya telah hancur di hadapan orang-orang, apalagi di hadapan anak buahnya. Dengan memikirkan hal itu, dia berniat kabur dan melarikan diri dengan sekuat tenaga.Imajinasinya memang telah membayangkan tubuhnya menjauhi Nathan dan meninggalkan anak buahnya. Namun tiba-tiba, pipinya yang sedang terluka akibat dikenai oleh kartu miliknya sendiri yang dilempar oleh Nathan mendapat
Ketujuh orang itu tampak berantakan dengan napas yang memburu setelah kurang dari lima menit bertarung melawan Nathan yang hanya berdiri di tempatnya tak bergeming sejak awal dimulainya pertarungan. Mereka mestinya merasa geram diremehkan seperti itu, tapi juga sadar bahwa kemampuan yang Nathan miliki memang mumpuni.Alina tak mampu untuk berkata-kata melihat kemampuan Nathan yang hebat seperti itu. Dia memang tahu Nathan mampu melawan beberapa pria seperti saat dia menolong dirinya, sedangkan dia tak tahu bagaimana cara Nathan bertarung. Namun, melihat kemampuan bertarungnya secara langsung membuatnya berpikir kembali tentang gambaran Nathan dalam benaknya.“Kalian semua, minggir! Menghadapi pria cungkring seperti dia saja tak mampu. Enak sekali ya, kalian menjadi anak buahku dan selalu harus aku yang turun tangan. Merepotkan saja memiliki anak buah seperti kalian...” seru seseorang, dia adalah pria yang hanya menonton sejak pertarungan dimulai, akhirnya mulai bergerak.Pria itu berj
“Aah... Maaf telah mengejutkan anda, nona...”Cahaya merah di matanya meredup dan digantikan dengan tatapan hangat dibaluti senyuman Nathan yang membuat Alina kembali merasa tenang.“Tak apa. Um... Tadi Kak Nathan kenapa? Kok matanya ada cahaya merahnya gitu lho. Jadi, mata kakak semakin indah, tapi juga terasa menyeramkan...” Alina memandang mata Nathan sangat lekat. Dia seolah menunggu mata itu kembali bercahaya.“Oh... Apa Nona Alina tak merasa silau tadi? Lihat! Dia melayang seorang diri dengan tenang di balik awan...” Nathan menunjuk ke langit. Di bawahnya, burung-burung beterbangan dengan bebas. Alina pun mengerti maksud dari ucapan Nathan.“Apa saat terkena sinar matahari, mata kakak akan bersinar juga?” tanya Alina dengan wajah polos, seolah dia baru mengetahui hal itu.“Iya. Tiap orang akan memiliki cahaya pada mata yang berbeda-beda, bila nona memperhatikannya dengan baik. Saya juga telah beberapa kali melihat mata nona bercahaya...”Nathan memang sedang berbincang-bincang d
Hampir memakan waktu dua jam sampai akhirnya, keduanya tiba di pertigaan jalan. Yang satu menuju wilayah terpelosok lainnya, yang satu lagi menuju ke Pusat Kota Mutiara. Sedangkan yang satunya lagi, tentu saja adalah jalan di mana Alina dan Nathan datang dari sana. Tertera pada papan kecil di samping jalan, ada pemberitahuan bahwa setengah kilometer lagi mereka akan sampai di kota yang hendak dituju. Nathan cukup merasa penasaran dengan pemandangan tempat yang disebut Kota Mutiara ini. Di dunianya dahulu, kotanya masih berupa perumahan yang mirip di sekitaran Jalan Ambarkasih. Masih sederhana, karena di sana lebih terfokus pada kekayaan alam dan peperangan. Tempat tinggal Alina yang berada di pinggiran kota saja telah dapat dibandingkan dengan perkotaan di dunia dahulunya, lalu bagaimana dengan keadaan di pusat kota? Memikirkannya saja membuat Nathan tak dapat membayangkannya sedikitpun. Setengah dari jarak yang telah ditempuh pada pertigaan sebelumnya, keramaian mulai terasa. Di p
Awan disinari matahari pagi, tampak begitu indah dipandang dari atas dahan pohon. Nathan duduk berdampingan dengan seekor burung yang terbujur kaku tak berani untuk bergerak sembarangan. Nathan tak menghiraukan tingkah burung itu atau mungkin dia tak mengerti akan ketakutan yang burung itu rasakan, dia malah mengelus bulu-bulunya dengan pelan. “Waktunya telah tiba, saya harus pergi ke tempat Nona Alina untuk menemaninya berjualan lagi...” Nathan beranjak pergi setelah berpamitan dengan seekor burung dan tak mempedulikan, apakah perpisahannya itu ditanggapi atau tidak. Sebenarnya, Nathan bisa saja mencari pihak lain yang membantunya memperkenalkan dunia ini lebih cepat dan rinci. Tapi, dia adalah makhluk abadi. Tak ada kata bosan atau terlalu lama, seperti waktu tidak berlaku baginya. Sedangkan, dia telah hidup selama 50 abad lebih yang melewati banyak generasi kehidupan di dunia sebelumnya. Membantu seorang gadis kecil yang memiliki tekad dan niat yang baik tentunya membuat Nathan
Sebuah pemandangan yang aneh bagi semua orang. Mereka melihat monster aul itu sedang tertunduk dengan hormat kepada seseorang yang mengenakan jas hitam rapi. Pria berjas hitam itu nampak biasa saja dalam pandangan mereka. Karena, kekuatannya memang takkan pernah dapat mereka ukur atau bahkan hanya sekedar merasakannya. Sebuah entitas pada tingkatan yang berada di dunia yang berbeda sungguh membuat mereka merasa konyol.“Apa-apaan!?” Seseorang tampaknya tak terima melihat makhluk yang mereka takuti itu merendahkan diri dengan konyolnya. Tentu saja siapapun akan merasa seperti sampah atau bahkan lebih rendah dari itu saat sesuatu yang lebih tinggi darinya ternyata merendahkan diri di hadapan sosok yang bahkan tak terasa adanya energi kacau terpancar darinya seperti, hey tidakkah aku lebih jelek dari seekor keledai.“Eh? Aku sepertinya pernah melihat bentukan wajah menawan itu dan mata merah gelapnya...” seorang perempuan tentunya takkan melupakan pesona Nathan begitu saja. Kalaupun bisa