Share

Slave of Anger

Brak!

Dave menghempaskan segala isi meja hingga berhamburan di lantai. Tangannya mengepal dan menggeram penuh amarah. Dadanya nampak naik turun tak tentu bersamaan dengan hembusan napas yang memburu.

Kepalanya merunduk dan memandang kedua tangannya. Dave menampar Chloe dengan tangan ini? Padahal, ia sudah melihat sesaat sebelum akhirnya Garvin memeluk Chloe begitu erat sebab menolong si gadis yang hampir terjatuh. 

Dave melihat semuanya, tapi ketika kedua mata mereka saling pandang dan menunjukkan saling menyayangi, hatinya terasa sakit. Seperti sebuah belati tajam yang menghunus jantungnya.

Diselimuti amarah membuat Dave tidak sadar telah menampar Chloe dengan begitu kencang hingga gadis itu tersungkur. Ia yakin sekali jika ulah tangannya membekas di pipi Chloe. Meninggalkan semburat merah yang begitu pedih dan menyakitkan. 

Dave belum merasakan amarahnya mereda sesudah membanting semua barang yang dipegangnya. Rambutnya di acak gusar mencoba menghilangkan segala pikiran yang berkecamuk di otaknya.

"Garvin hebat, dia jadi juara kelas tahun ini."

"Ya, dia memang hebat. Aku ingin sekali berteman dengannya."

"Dave! Apa yang kau lakukan? Lihat Garvin! Dia mendapat juara kelas. Kau apa?!"

"Garvin, jangan berteman dengan Dave, dia nakal."

Dave terkesiap dan kabut amarah kembali menyelimutinya. Sedari dulu, Garvin selalu mendapat perlakuan baik dari semua orang. Sanjungan dan pujian seolah mengiringi setiap langkah Garvin berjalan. Bahkan, ketika Garvin berbuat salah, ia tetap dianggap benar dan dielu-elukan. 

Rahangnya mengeras, mengingat betapa menyedihkan masa kecilnya. Dave yang arogan sangat tidak suka dibandingkan oleh Garvin. Ia selalu ditatap rendah seolah tidak ada gunanya. Mereka hanya terfokus pada Garvin yang selalu memenangkan segala olimpiade. Dave diasingkan, semua perbuatannya selalu dianggap salah dan tidak benar. Mereka hanya mempercayai Garvin, tidak dengannya.

Sesaat ingin membanting sesuatu ditangan, namun terhenti ketika ponselnya berdering menandakan seseorang menghubunginya. 

"Ada apa?"

***

Hampir setengah jam sejak kepergian Garvin, Chloe hanya menghabiskan waktu dengan berdiam diri di atas kasur seraya memandang hiruk-pikuk kota dibawah sana. 

Bukan hanya sekedar berdiam diri namun kadang menangis dalam diam, meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya. Hidup sebagai budak nafsu dari pria arogan menjadi momok yang sangat mengerikan. 

Diselimuti derai kesedihan membuat Chloe melupakan ponsel miliknya yang sudah dua pekan belakangan ini tidak tersentuh. Dibukanya perlahan laci nakas dan mendapati benda pipih berwarna hitam miliknya.

Sesekali ia melirik ke arah pintu, takut-takut jika kelakuannya dipergoki oleh Dave, dirinya bisa habis ditangan pria itu atau mungkin saja ia sudah tinggal lama besok. Opsi terakhir kedengaran lebih baik daripada harus menjadi budak nafsu. Namun sayang, masih banyak dosa yang harus di tebus Chloe di sini.

Ponselnya menyala dan menampilkan banyaknya panggilan masuk yang tidak terjawab dari seorang pria yang telah lama mendekatinya. Hati Chloe terenyuh membuat ujung bibirnya tertarik. Pria itu masih terus menghubunginya setelah sekian lama mereka tidak berhubungan. 

Masih membekas di ingatan Chloe ketika pria itu menyatakan perasaan padanya di hadapan semua orang. Ditemani kerlap-kerlip cahaya lampu dan alunan melodi yang menenangkan, Chloe merasa seperti ratu semalam dengan segala pelayanan dan keinginan terpenuhi. 

Namun sayang, ia menolak pengakuan cinta pria itu. Bukan tanpa alasan, banyak sekali gadis yang diperlakukan sama sepertinya. Chloe tidak mau bernasib sama dengan gadis-gadis lain di luaran sana yang sudah lebih dulu menjalin asrama dengan pria itu. 

Chloe pikir, setelah kejadian itu hidupnya akan bebas tanpa kehadiran pria itu yang selalu mengganggunya. Namun, seolah tidak membiarkan Chloe pergi begitu saja, pria itu tetap mengejarnya dan memberi keyakinan atas keseriusan hubungan padanya.

Hingga suatu hari di mana Chloe sudah luluh dengan segala perlakuan manis pria itu. Hubungan mereka harus terpisah jarak sebab pria itu akan melanjutkan pendidikan dan kariernya di negri Paman Sam. 

Meski terpisah ribuan kilometer, mereka tetap berhubungan baik melalui ponsel. Bahkan tak ayal, mereka semakin dekat dan intens hingga pria itu berjanji akan melamarnya selepas ia pulang mengejar mimpi di negri orang.

Mata Chloe terpejam menikmati ulu hatinya yang kembali berdenyut sakit ketika kenyataan menamparnya dari nostalgia masa lalu hingga buliran bening menetes di pipinya. Semuanya hanya objek fatamorgana yang tidak pernah akan terjadi. Lingkaran takdir yang begitu menyedihkan. 

Batinnya bertanya, bagaimana reaksi pria itu jika mengetahui ia sudah memiliki suami yang tak lain kakaknya sendiri? Rasanya, pedih dan nyeri menjadi satu padu di relung hati.

Sesaat sebelum ia menjelajah ponselnya lebih jauh, suara ketukan pintu membuatnya terburu-buru menaruh ponselnya kembali didalam laci nakas. Berharap cemas pada daun pintu yang perlahan terbuka, namun seketika Chloe bernapas lega kala pintu itu menampakan seorang wanita paruh baya dengan celemek yang menggantung dilehernya.

"Maaf, Nyonya. Tuan Dave sudah menunggu di bawah." 

Chloe mengangguk dan wanita itu tertelan daun pintu yang tertutup. Dengan balutan hotpants dan kaos oversize, Chloe beranjak dari kasurnya dan segera menemui Dave yang sudah menunggunya.

***

Bak seorang selebriti, Arthur yang baru saja keluar dari pesawat langsung disambut oleh tatapan kagum semua orang yang berada di bandara Soekarno-Hatta tersebut. 

Parasnya yang taman dan gayanya yang keren dengan penampilan yang wah, berhasil menarik seluruh perhatian semua orang. 

Dengan gerakan anggun bak seorang pangeran, ia membenarkan letak kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya dan mengangkat tangannya, melirik jam yang melingkar di sana.

Seraya menarik kopernya, ia membelah kerumunan dan terduduk di kursi tunggu. Tak lupa, ia memberitahu pada anak buahnya agar segera datang menjemputnya.

Namun, baru saja ia mendaratkan bokongnya di sana. Sebuah tangan mengambil alih koper dari genggaman tangannya membuat Arthur memekik terkejut.

"Kau mengagetkanku saja!" seru Arthur pada seorang pria paruh baya yang baru saja ia kirimkan pesan tadi.

"Maaf, Tuan. Saya pikir, Tuan sudah melihat saya." ucapnya lirih seraya merunduk.

Arthur mengendus seraya bertolak pinggang. "Ya sudah, sekarang antar saya ke mobil. Saya ingin segera beristirahat."

"Baik, Tuan. Mari ikuti saya." 

Arthur berjalan dengan angkuhnya dan lagi-lagi pria itu menarik minat semua orang untuk di lihat. Kedua matanya menatap lurus dengan ujung bibir yang perlahan tertarik. Mulai hari ini, perjuangan mendapatkan hati orang terkasih kembali berlanjut. 

Tangan Arthur merogoh ke dalam saku overcoat berwarna cream yang dikenakannya. Dan, tampak jelas sebuah kotak berbentuk hati dengan balutan beludru merah. 

Senyuman Arthur semakin mengembang tak kala wajah cantik seorang gadis melintas dibenaknya. Bagaimana gadis itu tersenyum lebar ketika menerima cincin yang sudah ia persiapkan enam bulan lalu. 

Arthur segera memasuki mobil berwarna hitam yang telah dipersiapkan dan mendudukkan dirinya di kursi penumpang. Perlahan, mobil itu meninggalkan area bandara. 

"Entah dimana kamu sekarang, aku akan menemui dan segera meminangmu, Chloe." bisik Arthur seraya mengusap figur seorang gadis yang tengah tersenyum lebar di ponselnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status