Mentari pagi menyilaukan mata melalui celah-celah jendela yang terbuka sedikit. Kota sudah mulai ramai dengan segala aktivitas orang-orang.
Chloe membuka matanya dan yang pertama kali ia lihat adalah kamar yang berantakan. Nampak jelas pakaian berhamburan di lantai dan sprei yang sebelumnya tertata rapih kini sudah terlepas dari kasur. Hanya sprei putih tebal yang membungkus tubuh polos si cantik.
Ditengoknya ke samping, tidak ada siapapun. Chloe hanya seorang diri tanpa Dave yang telah menghabiskannya semalam. Entah sampai jam berapa mereka bercinta, yang membekas di ingatan hanya sepuluh kali hentakan dan ia langsung tak sadarkan diri. Bahkan, ia masih merasa jika Dave masih bermain ketika ia terlelap.
Ketika hendak menggerakkan tubuhnya sedikit, Chloe merasa jika sekujur tubuhnya sangat perih dan sakit. Terlebih lagi, di bagian selatan miliknya. Ia sudah terbiasa seperti ini selepas bercinta dengan Dave, lelaki itu seolah enggan berbagi kasur dengannya dan lebih memilih kamar lain.
Sejak pernikahan mereka satu bulan lalu, Chloe benar-benar sudah lupa artinya kebahagiaan. Dunianya sudah terbalik seolah tak ada celah baginya untuk terlepas.
Hatinya selalu berdenyut sakit ketika mengingat Dave yang tidak pernah menganggapnya sebagai istri. Lelaki itu lebih menggambarkannya seperti wanita murahan yang bisa kapan saja ia datangi ketika butuh.
Setelah berhasil mendudukan dirinya di sisi kasur, Chloe menaikan selimut lain dan melipatnya, bermaksud berjalan menuju kamar mandi untuk meletakkan selimut yang penuh darah dan sperma kering. Darah? Ya, bercinta dengan Dave selalu saja di suatu titik tubuhnya akan berdarah. Bukan hanya sekedar akibat bercinta, namun luka yang tak sengaja ataupun sengaja lelaki itu buat.
Kakinya hendak turun sesaat dirinya tak sengaja menatap cermin besar yang menggantung di dinding tengah menyaksikan kegiatannya. Tangannya perlahan menyingkap selimut yang menutupi sekitaran perutnya dan terlihat sebuah tatto yang dibuat Dave untuk menandai kepemilikan atas dirinya, tatto yang bertuliskan Dave's bitch.
Chloe menggigit bibir bawahnya yang terasa perih. Mengingat perlakuan Dave padanya jauh lebih menyiksa dan menyakitkan.
Tak terasa, bulir bening itu kembali meluruh. Bahu Chloe bergetar seiring isak tangisnya yang semakin kencang. Sungguh! Ia sangat ingin terbebas dari jeratan takdir yang tidak pernah ia sangka seperti ini. Hidupnya sudah menderita sejak sang ibu tiada dua tahun lalu. Dan kini, seolah tidak ada habisnya penderitaan yang selalu mengikutinya.
Dihapusnya kasar air mata itu dan mencoba berjalan tertatih mengitari dinding untuk membantunya melangkah. Chloe tidak kuat dengan rasa nyeri yang seketika melanda setiap ia menggerakkan kaki.
Membutuhkan waktu setengah jam, Chloe baru sampai di kamar mandi. Dirinya sedikit bernapas lega dan segera meletakkan selimut itu di tumpukan pakaian kotor.
Namun, saat dirinya hendak berbalik pintu kamar terbuka dan menampilkan seorang lelaki yang kini tengah menatapnya dengan pandangan terkejut. Cukup lama mereka saling pandang sebelum akhirnya Chloe memutuskan kontak itu terlebih dulu.
Si cantik tidak ingin berlama-lama menatap Garvin. Apa lagi, lelaki itu mengamati sekujur tubuhnya. Chloe tak ambil pusing, ia tetap melanjutkan jalan tertatihnya menuju kasur. Belum ada dua langkah ia berjalan, tubuhnya tidak seimbang, ia segera berpegangan pada dinding dan juga memegang selimut yang membungkus dirinya agar tidak terlepas.
***Garvin baru saja terbangun dari tidur dengan posisi miring. Bayangan Dave yang tertawa dan menangis terngiang dibenaknya. Memimpikan adiknya itu seolah menjadi rutinitas wajibnya ketika terlelap sebab hampir setiap malam Chloe berkunjung ke alam bawah sadarnya.Lelaki itu memutuskan bangkit menuju kamar mandi sekedar mencuci muka dan gosok gigi. Namun, ia lebih dulu disambut dengan bunyi notifikasi pesan di ponselnya. Dapat dipastikan, jika pengirim itu Dave.
Cunning Man. Dugaannya benar dengan segera ia membuka pesan tersebut.
'Cepat datang. Aku akan ke bandara satu jam lagi.'
Garvin tersenyum membacanya, tiba-tiba saja rasa bahagia terbesit di benak lelaki itu. Batinnya mengucap syukur jika Dave akan segera pergi, setidaknya ia memiliki waktu bersama Chloe walaupun sebentar.
Meski hanya melihat dari kejauhan Garvin tidak masalah. Yang terpenting, menyaksikan keadaan Chloe yang baik-baik saja sudah membuatnya cukup. Gadis kecilnya itu tidak akan merasa tertekan seperti bersama Dave.
"Aku harus segera bersiap." Garvin dengan semangat melangkah menuju kamar mandi. Senyuman masih terukir di wajah tampannya. Mengingat Dave akan pergi dan ia dapat mengamati Chloe dengan leluasa.
***Tak sampai setengah jam, Garvin sudah sampai di kediaman megah milik Dave. Lelaki itu langsung disambut dengan pelayan yang mengatakan jika tuannya sudah menunggu di kamar Chloe.Dengan perasaan antusias, Garvin segera melangkah ke lantai atas dan membuka pintu bercat coklat itu. Namun, betapa terkejutnya ia melihat Chloe tengah merambat di dinding dengan kamar yang sangat berantakan.
Garvin menghela napas. Seharusnya, ia sudah menebak maksud Dave yang menyuruhnya agar ke kamar Chloe. Dave ingin menunjukkan sesuatu yang menyakitkan padanya. Dan, seperti biasanya lelaki itu selalu berhasil membuatnya sakit melihat penderitaan Chloe.
Dapat dipastikan, dalam balutan selimut itu terdapat tubuh polos Chloe. Tanpa sadar, kaki Garvib melangkah masuk dan menyadari Chloe akan terjatuh sebab tubuhnya oleng. Sesaat sebelum tubuh mungil si cantik terjatuh, tangan Garvin dengan sigap menahannya.
Wajah mereka sangat dekat. Sampai Garvin dapat merasakan terpaan napas hangat Chloe mengenai wajahnya. Kedua mata mereka bertemu seolah tengah menyalurkan kerinduan yang sudah lama terpendam.
"Kau tidak apa-apa, Chloe?" tanya Garvin. Wajahnya pias melihat kondisi tubuh Chloe yang menyedihkan. Terdapat banyak kissmark si sana dari selimut yang tersingkap.
"Sepertinya, aku sudah memberi larangan tegas padamu agar tidak menyentuh apa yang sudah menjadi milikku." Dave muncul diambang pintu seraya melipat kedua tangannya.
Chloe dan Garvin mengalihkan atensi mereka pada sumber suara. Garvin terkejut dan Chloe bergetar ketakutan kala melihat tatapan membunuh Dave yang terarah padanya.
"Dave, aku hanya—" Garvin tidak melanjutkan ucapannya ketika Dave memberi instruksi agar tetap diam.
Chloe segera menyingkir dari tubuh Garvin lalu membalut dirinya dengan selimut yang sempat terjatuh. Dilihatnya, Dave yang tengah memperhatikannya dengan tatapan tajam.
"Dave, ini tidak seperti yang kau lihat. Garvin hanya me—" persis seperti Garvin, Dave memberikan instruksi pada Chloe agar menutup mulutnya.
Seperti yang sudah-sudah, Dave tetaplah Dave yang tidak mau mendengar orang lain. Lelaki itu berpegang teguh pada apa yang ia lihat. Kakinya berjalan menghampiri dan menarik kasar tubuh Chloe ke belakangnya.
"Sudah sering kali aku perintahkan padamu agar tidak menyentuh Chloe sedikitpun." geram Dave dengan kilatan marah di wajahnya.
Si cantik tampak gemetar di belakang Dave. Aura membunuh lelaki itu sangat kuat. Jujur saja, ia sangat mengkhawatir nasib Garvin setelah ini. Sebab, sudah dipastikan jika main fisik menjadi gaya Dave.
"Tidak seperti yang kulihat maksudmu?"
Wajah Garvin pias. "Ini tidak seperti yang kau pikir. Aku bisa menjelaskannya."
Ekspresi wajah Dave tidak berubah. Tangannya mengepal kuat hingga kuku jarinya memutih seolah tengah bersiap menerkam Garvin sekarang juga.
Dengan gemetar, tangan Chloe menyentuh lengan Dave dan mengelusnya, mencoba meredam emosi lelaki itu. Meski ia tahu, kelakuannya itu hanya cuma-cuma.
"D-Dave, ini tidak se—"
"Kau membelanya?" dengan masih menatap Garvin, Dave menyela ucapan Chloe.
"Bu-bukan, aku tidak membelanya. Hanya saja, kau perlu mendengarkan penjelasan— DAVE!"
Bugh!
Satu hantaman mendarat di wajah Garvin. Chloe memekik kala melihat Garvin sudah tersungkur di lantai dengan sudut bibirnya yang berdarah. Dan, tak lama Dave berbalik dan segera menampar Chloe hingga gadis itu terjatuh lemah.
"Itu untuk kesalahanmu karena sudah mempermainkanku."
Garvin bangkit dan hendak melayangkan pukulan pada Dave sebelum isak tangis Chloe pecah. Tangannya kembali turun, mengurungkan niatnya agar masalah tidak semakin keruh. Lelaki itu sadar, Chloe lah yang paling menderita di sini.
"Apa? Kenapa kau tidak jadi memukulku? Pukul saja, jika kau ingin melihat adikmu ini lebih menderita!"
Dalam sekedipan mata, Dave menjambak rambut Chloe sangat kuat hingga terdongak ke atas. Bahu Chloe berguncang dengan buliran bening yang mengalir deras di pipinya. Si cantik tengah menangis tanpa suara, dan itu menyakitkan.
Hingga akhirnya, Dave melepaskan tangannya dari rambut Chloe dan melenggang keluar, meninggalkan Garvin yang mengepalkan tangannya tanpa bisa berbuat lebih.
"Sebaiknya kau pergi." lirih Chloe tanpa menatap Garvin.
"Chloe—"
"Pergi! Aku tidak ingin kau melihatku menderita."
"Ta—"
"Pergi!"
Brak!Dave menghempaskan segala isi meja hingga berhamburan di lantai. Tangannya mengepal dan menggeram penuh amarah. Dadanya nampak naik turun tak tentu bersamaan dengan hembusan napas yang memburu.Kepalanya merunduk dan memandang kedua tangannya. Dave menampar Chloe dengan tangan ini? Padahal, ia sudah melihat sesaat sebelum akhirnya Garvin memeluk Chloe begitu erat sebab menolong si gadis yang hampir terjatuh.Dave melihat semuanya, tapi ketika kedua mata mereka saling pandang dan menunjukkan saling menyayangi, hatinya terasa sakit. Seperti sebuah belati tajam yang menghunus jantungnya.Diselimuti amarah membuat Dave tidak sadar telah menampar Chloe dengan begitu kencang hingga gadis itu tersungkur. Ia yakin sekali jika ulah tangannya membekas di pipi Chloe. Meninggalkan semburat merah yang begitu pedih dan menyakitkan.Dave belum merasakan amarahnya mereda sesudah membanting semua b
Sesekali mata itu beradu pandang melalui kaca kecil yang berada di atas dashboard mobil ketika keduanya tak sengaja memandang ke satu titik yang sama. Garvin yang duduk di depan seraya mengemudi hanya bisa menahan geram melihat Chloe yang tengah di cumbu begitu kasar oleh Dave di bangku penumpang."Hentikan, Dave. Ada Garvin di sini." Chloe menahan dada Dave yang mencoba kembali mendaratkan ciuman di wajahnya.Pria beralis tebal dengan mata coklat hazel itu ingin pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan dan meminta Garvin agar mengantarnya sampai bandara."Aku akan merindukanmu, sayang." Lalu, Dave kembali mencumbu bibir merah Chloe yang sudah tampak bengkak.Chloe meringis sakit kala Dave mencengkram tangannya begitu kuat. Garvin yang melihat perilaku kasar Dave pada Chloe tak dapat melakukan apa-apa selayaknya orang bodoh, ia hanya bisa menggeram penuh amarah dengan sesekali melampiaskannya pada
Setelah memastikan seluruh luka di wajahnya telah tertutupi make up, ia bercermin melihat pantulan dirinya yang tengah tersenyum dengan balutan tanktop hitam dan jeans denim terlihat tampak casual namun tetap cantik. Sekilas, Chloe tersenyum masam begitu melihat banyak bercak keunguan di sekitaran lengannya.Chloe sangat senang hari ini, ia akan pergi ke universitas dan memulai aktivitasnya sebagai mahasiswi. Sebab ini lah yang membuat Chloe sangat senang ketika Dave pergi mengurus pekerjaannya, ia berharap kalau bisa pria tempramen itu menetap dan tidak kembali lagi.Dan hari ini, hidupnya dapat sedikit berubah. Setelah satu minggu ia mengurus segala keperluan kuliah, akhirnya Chloe dapat kembali melanjutkan ke jenjang pendidikan yang sudah satu tahun ia tinggalkan.Rasanya begitu menyenangkan sampai rasa perih di hatinya seketika hilang. Tangan mungil Chloe segera menyambar Hoodie hitam pemberian hadiah dari Dave yang tersam
"Chloe?""Nancy?"Betapa terkejutnya mereka ketika saling menyebutkan nama. Chloe tidak dapat menutupi raut wajah kagetnya bertemu Nancy di sini. Sesosok gadis dengan rambut pirang yang menjadi temannya di sekolah menengah.Tak beda jauh dengan Nancy, kedua mata gadis itu membulat sempurna melihat Chloe di tempat terbuka seperti ini. Maksudnya, suatu kejadian langka menemukan seorang Chloe di bawah langit. Berada di halaman rumah Dave saja rasanya tidak mungkin. Apa lagi berada di sini? Di suatu tempat umum yang jaraknya lumayan jauh dari kediaman Dave."Apa yang kau ingin lakukan ditempat ini, Chloe?"Chloe tak langsung menjawab. Matanya mengerjap bingung, ia masih tidak percaya akan bertemu teman lamanya di sini."Kau sendiri, sedang apa di sini?" Nancy berdecak melihat tingkah konyol Chloe yang malah mengutarakan pertanyaan kembali. Nancy dibuat gemas.&nbs
"Kau cari mati, ya?!" semprot Nancy ketika mereka sudah tiba di belakang gudang yang sepi hingga Nancy lebih leluasa menyemprot Chloe dengan kata-kata yang sudah ia rangkai di otaknya.Chloe merunduk diam. Si cantik sudah tahu kemana arah pembicaraan Nancy, ia tidak berani menyela. Setidaknya, sampai Chloe sudah mengeluarkan uneg-unegnya."Apa Dave tahu soal ini?" Chloe menggeleng seraya memainkan ujung kukunya."Oh, astaga, Chloe! Bagaimana jika Dave sampai tahu?!" pekik Nancy tertahan, ia dibuat gemas dengan pola pikir Chloe yang tidak melihat segala resiko ke depannya.Nancy Steel Muffler, gadis asal Canada itu sangat mengetahui bagaimana hubungan Chloe dengan Dave. Bagaimana bisa? Nancy hanyalah gadis rantau yang awalnya hanya berniat mengunjungi pamannya, namun karena suatu hal ia terpaksa harus menetap di sini.Demi memenuhi segala kebutuhannya yang semaki
Garvin baru saja menjejakkan kakinya memasuki cafe bernuansa rustic yang terletak di persimpangan jalan. Sejauh mata memandang, tidak ada yang berubah sejak terakhir kali ia datang ke sini. Hanya sedikit tambahan furniture yang terletak di setiap meja.Seorang gadis cantik dengan wajah oriental tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangan menyambut kedatangan Garvin. Tampak jelas, raut antusias yang tercetak di sana.Garvin kembali melanjutkan langkahnya, menghampiri gadis cantik berbalut midi dress berwarna putih dengan motif garis horizontal yang sudah duduk damai di kursinya.Tepat ketika Garvin mendaratkan bokongnya pada kursi kayu itu, mata keduanya bertemu pandang. Gadis itu masih saja memamerkan jejeran gigi putihnya. Cantik! Pria mana yang tidak terpesona dengan paras cantik seorang Celine Stewart? Model ternama dengan segudang prestasi dan lengkungan bibir yang manis.T
Mobil Audy hitam itu melaju kencang membelah jalanan yang tengah ramai. Celine bukan mengurangi laju malah semakin menekan pedal gas lebih dalam. Suara klakson dan umpatan dari pengemudi lain sudah acap kali gadis itu dapatkan.Tangannya yang memegang stir kemudi terkepal kuat, nampak jelas dari kuku jarinya yang memutih. Perlahan, matanya berkabut dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Rasa nyeri itu masih sangat terasa menghantam hatinya. Kilatan kejadian beberapa waktu lalu masih terngiang di kepalanya."Aku... sepertinya aku tidak bisa menjadi apa yang kau harapkan selama ini. Aku terlalu naif mengatakan aku mencintaimu. Tapi, sekarang semua telah berubah. Nasib kita bertolak belakang."Kalimat Garvin dihadapannya ini seketika melunturkan senyum manis dibibir Celine. Gadis berparas cantik itu tidak menyangka akan disambut dengan kalimat menyakitkan itu. Sedari tadi, ia sudah sangat bersemangat bertemu dengan
Tampak Arthur tengah berdiri di depan sebuah Gedung Kesenian, di mana dulu ia pernah berada di tempat ini untuk melakukan pentas drama bertajuk Putri Salju dengan ia dan Chloe yang menjadi pemeran utama."Aku mencintaimu, Putri Saljuku.""Aku juga mencintaimu, Pangeranku."Gemuruh tepuk tangan di Gedung Kesenian ini seketika terdengar. Beberapa orang berdiri seakan kagum dengan pertunjukan yang dilakukan sekolah ini. Seluruh pemain tersenyum lebar. Ya, mereka telah berhasil menghibur.Para pemain dan pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya acara ini terlihat meninggalkan panggung satu persatu. Tak terkecuali, Arthur yang sontak saja menggenggam tangan Chloe untuk turun bersama."Kau sangat cantik hari ini, Chloe. Aku janji, pernikahan dalam drama ini akan ku wujudkan dalam dunia nyata." bisik Arthur selepas menginjakkan kaki di anak tangga terakhir.