Bab 7
.
Setelah kepergian Angga, Bima mendekat pada Selly yang terlihat ketakutan dengan amukan Angga. Bima meminta semua kerumunan itu untuk melerai dan pergi dari depan pintunya. Termasuk satpam yang bertanya apa yang terjadi.
“Ini hanya masalah keluarga,” ucap Bima dan para satpam itu mengangguk mengerti. Menjaga privasi orang-orang yang tinggal di sini.
Ancaman Angga untuk tak memperheboh berita di sosial media, ada gunanya juga untuk Bima. Paling tidak, namanya tidak tercemar karena menikah lagi dengan perempuan yang lebih muda dan seksi. Meskipun sebenarnya orang-orang tak berhak menghakimi hidupnya, tapi tetap saja ia yang akan disudutkan nantinya.
Bima menutup pintu, ia butuh privasi dan menenangkan diri juga Selly.
“Ini akan sulit,” ucap Selly pada Bima. Ia tak pernah melihat orang mengamuk seperti itu, bahkan mantan suaminya jarang mengamuk meskipun ia memakai obat-obatan terlarang.
Bima menggeleng. Ia tak bisa membiarkan istrinya bersedih dengan kelakuan Angga. Ia memeluk Selly begitu erat, mencoba memberi kekuatan dan meyakinkan Selly bahwa semua akan baik-baik saja.
“Angga hanya butuh waktu. Cepat atau lambat Angga pasti bisa menerima kamu. Ia hanya butuh waktu untuk mengerti.” Bima mengelus rambut lurus nan hitam milik Selly. Sementara perempuan itu semakin menenggelamkan kepalanya dalam pelukan sang suami.
“Kamu tenangin diri dulu.”
“Gimana mau tenang, Mas?” tanya Selly menatap wajah suaminya.
“Hari ini dia nyamperin aku ke sini, esok lusa bisa jadi dia mempermalukan aku di jalanan atau di tempat umum. Gimana mau tenang coba?” Selly terus membayangkan hal buruk itu terjadi. Ia ketakutan sendiri oleh bayangan itu.
Selly memang mencintai Bima, begitu pun sebaliknya. Namun, ia tak ingin ada masalah dalam keluarganya. Selly ingin diterima dalam keluarga Bima. Diterima oleh anak-anaknya, juga istrinya.
Gi la!
Selly hanya melihat dari sudut pandang dirinya sendiri. Ia tak pernah memosisikan diri sebagai Nindita. Hingga mulutnya begitu lemas berkata menginginkan penerimaan. Perempuan mana yang rela berbagi suami?
Bima berpikir sejenak sambil membalas tatapan istri mudanya. Ia sendiri sebenarnya tak tahu cara agar Angga paham, dan bisa mengendalikan keadaan.
Mereka saling mencintai, dan berpikir lebih baik menjalin hubungan halal dengan ikatan pernikahan, daripada melakukan hubungan terlarang. Meskipun Bima sadar, itu sama-sama melukai hati istrinya. Namun, dengan Selly ia sudah berterus terang, dan perempuan itu bisa menerima keadaannya. Selly tahu bahwa Bima memiliki istri dan anak, tapi tetap ingin masuk ke dalam kehidupannya atas alasan saling mencintai.
Saat sudah cukup tenang, Selly masuk ke kamar dan mengambil ponselnya. Lalu, ia duduk di sofa di dekat Bima yang wajahnya masih terpasang raut banyak pikiran.
Selly membuka akun tiktok, dan melihat video yang mengundang Angga ke apartemennya.
“Video yang ini kan, yang mas bilang ditanyain sama Angga?” tanya Selly menunjuk video pernikahan mereka yang diupload ke aplikasi tiktok.
Bima mengangguk. Video itu terlihat bagus dari segi mana pun, dari segi pengeditan juga momen yang ada di dalamnya.
Tangan Selly bergerak ingin menghapus video itu. Namun, ia urungkan niat itu karena ia telah dibayar oleh seseorang untuk pembuatan video endorse. Selly membuat video promo cincin pernikahan yang dipakainya waktu itu. Sekalian ia pakai saat acara pernikahan sendiri, agar kesannya lebih greget dilihat oleh pengikut dan customernya.
“Kalau video ini bisa jadi bumerang untuk kita, aku hapus aja.” Selly berkata pada suaminya setelah berpikir beberapa kali.
“Kamu mau hapus?” tanya Bima.
“Iya. Aku akan balikin uang endorsenya, kalau boleh buat tawaran, aku akan bikin video baru.” Selly berucap dengan yakin.
“Fokusnya tuh bukan di video itu doang, tapi di semua video yang ada tanganku pakai arloji itu. Kalau kamu hapus semua, itu malah akan jadi tanda tanya untuk pengikutmu,” ujar Bima.
Selly tampak berpikir dan mempertimbangkan perkataan suaminya. Ia merasa Bima benar, jika ia menghapus semuanya, itu malah semakin membuat tanda tanya.
“Jangan dihapus!” ujar Bima lagi. Pandangannya lurus ke depan, ia memikirkan kemungkinan yang dilakukan Angga tak akan berbahaya untuk hubungan mereka.
“Tapi, Mas ...,” ucapan Selly menggantung, karena Bima memotong ucapannya.
“Angga sayang banget sama mamanya. Jadi dia nggak akan mungkin melakukan sesuatu yang bikin Nindita tahu kita udah nikah. Angga pasti akan menyembunyikan rahasia ini.”
Sejenak Selly berpikir tentang ucapan Bima. Ia pikir suaminya ada benarnya juga. Angga pasti akan lebih hati-hati agar berita ini tak sampai di telinga Nindita.
Saat sedang memberikan solusi itu, tiba-tiba ponsel Bima berbunyi. Lelaki itu mengambil ponsel yang ada di kamar dan menggeser tombol warna hijau. Tertera nama Nindita dengan emot love di layar ponselnya.
“Halo, Mas!” ucap Nindita di seberang telepon.
“Ya, Sayang!”
“Kamu di mana?” tanya Nindita.
Sejenak Bima diam, memikirkan jawaban yang tepat. Ia melirik jam di dinding kamar, masih menunjukkan pukul sembilan pagi.
“Masih di kantor,” jawab Bima dengan hati yang berdebar.
Saat sedang berbicara dengan Nindita, Selly masuk ke kamar dan melihat Bima yang merapatkan telunjuknya di bibir. Tanda bahwa ia sedang berbicara dengan Nindita, dan Selly tak boleh berbicara agar tak menimbulkan kecurigaan oleh istri pertamanya.
Selly duduk di sisi Bima dan mendengar semuanya. Bima menatapnya dan meraih tangan lembut itu untuk dibelainya.
“Tadi mama ditelepon sama wali kelas Angga. Katanya dia enggak di sekolah. Angga bolos, Mas.” Nindita terdengar gusar dan sedih saat menceritakan tentang Angga.
Bima menelan ludah dengan susah payah. Berusaha membuat ekspresi terkejut mendengar kabar itu dari istrinya.
“Apa, Bolos? Kok bisa?” tanya Bima berpura-pura.
“Aku juga nggak tau, Mas. Sebelumnya Angga mana pernah kayak gitu.”
“Wali kelasnya bilang apa lagi?” tanya Bima sok peduli.
“Bu Lia pikir, Angga sakit dan istirahat di rumah. Terus aku bilang, Angga nggak di rumah.”
“Kamu jangan panik dulu ya, Sayang. Coba nanti Angga pulang ditanyain dulu baik-baik. Atau aku pulang sekarang?”
Bima benar-benar sedang memainkan peran sebagai suami yang perhatian dan terlihat sempurna di mata istri.
“Nggak usah, Mas. Kamu fokus kerja aja.” Nindita tak ingin mengganggu pekerjaan suaminya. Mungkin Angga punya alasan sendiri kenapa ia bolos hari ini, atau mungkin ada masalah yang ia sembunyikan. Nindita berniat untuk bertanya nanti.
“Yaudah, kamu beneran nih nggak apa-apa?” tanya Bima lagi. Sementara Selly di sampingnya, begitu panas terbakar cemburu.
“Iya, Mas. Nggak apa-apa.”
“Yaudah. Love you!” ucap Bima seolah ia suami yang romantis. Memang romantis, tapi sayang keromantisan itu sudah terbagi.
“Love you more!” balas Nindita, lalu menutup sambungan telepon.
Bima menghembuskan napas kasar. Ia menatap wajah Selly yang cemberut, masih tersisa jejak air mata di pipi itu. Dengan lembut Bima menghapusnya, membelai pipi itu dan membawa Selly ke pelukan hangatnya.
“Antara nyata dan semu, aku nggak tau kamu yang mana, Mas!” ucap Selly sendu.
Bima mengerti maksudnya. Lagi-lagi tentang status yang dimiliki keduanya.
“Mas ...,” panggil Selly.
“Lebih besar mana cintamu untuk Mbak Nindita dengan cinta untukku?”
Bima diam mendengar pertanyaan Selly. Ia bingung dengan jawaban dalam hatinya. Ia masih mencintai Nindita, tapi juga sangat mencintai Selly.
Selly mendongak, menatap rahang kokoh yang pemiliknya sedang begitu erat memeluknya. Ia menanti jawab, tapi Bima masih tetap diam.
“Pertanyaannya terlalu berat ya, Mas?” tanya Selly lagi.
Bima menarik napas panjang, “kita sudah bahas ini sebelum menikah, dan kamu setuju. Aku masih mencintai Nindita, tapi juga sangat mencintaimu.”
Keduanya sama-sama diam, menikmati rasa dalam perasaan masing-masing. Tiba-tiba Selly kembali mendongak dan meraih bibir Bima.
“Mas ...,”
“Hmm.”
“Lebih lihai siapa di ranjang, aku atau Mbak Nindi?” tanya Selly lagi mengganti pertanyaannya.
Bima tersenyum menatapnya, “kamu!” ucapnya dengan pasti.
Jawaban itu membuat pipi Selly menjadi kemerahan. Setidaknya dengan seperti itu, Bima akan selalu mengingatnya, lelaki itu akan terbayang-bayang wajahnya dan selalu merindukannya.
Extra Part POV Bima.Hidupku nyaris sempurna bersama Nindita dengan dikarunia tiga orang anak. Karir juga semakin merangkak pesat, hingga aku diangkat menjadi branch manager di perusahaan tempatku bekerja. Tentu perjalanan itu tak lepas dari dorongan dan semangat dari Nindita, ia selalu ada di belakangku dalam situasi apa pun.Hal yang paling kusukai dari Nindita adalah cara bicaranya yang lembut, begitu tahu bahwa lelaki paling tak bisa diusik harga dirinya. Jadi, saat aku lelah bekerja dan menceritakan keluh kesah, ia hanya mendengar, tanpa menyela lebih dulu karena ia tahu persis aku hanya butuh didengarkan, bukan butuh nasehat tanpa diminta.Nindita tak hanya cantik, tapi juga cekatan. Ia sanggup mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, terkadang aku yang merasa kasihan dan sering menolongnya. Namun, ketika aku menawarkan untuk menyewa ART, ia menolak karena akan bosan di rumah tanpa pekerjaan. Ia ingin uangnya ditabung untuk pendidikan anak-anak. Kami hidup rukun dan damai, dengan
Bab 62.Hari berganti bulan dengan segala aktivitas yang dilalui. Angga tetap fokus membersihkan namanya di sekolah itu agar orang tak mengenalnya dengan kenangan yang buruk. Meskipun sedikit terlambat, di tahun terakhir ia benar-benar belajar dengan giat, ia juga mengikuti setiap olimpiade yang diadakan di sekolah. Bukan untuk menang, tapi untuk menjaga konsistensi dalam belajar, juga menantang diri dengan soal-soal. Matematika yang dulu ia anggap biasa saja, meskipun menurut teman-teman ia mahir dalam bidang itu, kini ia fokus pada pelajaran eksak itu.Menurut Angga, Matematika seperti memberikan tantangan dalam belajarnya. Ia bisa berpikir lebih fokus dan lebih kritis dalam menyelesaikan soal-soal.Hingga kini, di kamarnya tak hanya ada piala penghargaan dari pertandingan basket. Namun, ada beberapa piala olimpiade Matematika tingkat sekolah.Media sosialnya banyak memberikan komentar dan pujian. Namun, tak sedikit juga yang masih mengenangnya sebagai anak yang memergoki perseling
Bab 61."Ck!" Angga berdecak kesal. Tangisan bayi membuatnya tak fokus belajar. Semakin hari berada di apartemen itu semakin membuatnya tak nyaman dan bising. Padahal ia perlu belajar dengan giat untuk tes segala macam. Tentu butuh keheningan untuk fokus dalam semua pelajarannya.Angga keluar dari kamar, ia ingin mengambil minuman untuk sekadar menenangkan pikirannya. Saat ia keluar, ia bersitatap dengan Bima yang sedang menuju kamar bayi mereka yang baru berusia beberapa bulan."Kenapa, Sel? Kok bisa Rafa nangis dari tadi sih?" tanya Bima yang baru saja ingin merebahkan diri, tapi suara tangisan bayi yang dinamai Rafa itu kembali membangunkannya."Nggak tau, Mas. Dari tadi nangis mulu.""Urus dengan baik, Sel. Kamu nggak bisa kasih ketenangan buat dia, kalau sibuk main hp terus."Selly menatap tak suka pada suaminya. Sementara Bima tahu bahwa Selly sejak tadi hanya bermain ponsel, tanpa peduli pada tangisan anak kecil itu."Jangan nuduh aku nggak becus, Mas! Aku bahkan besarin Enzy
Bab 60."Menikahlah lagi, Pa!" ucap Sam pada papanya.Surya yang sedang menyesap teh hangat itu hampir saja tersedak minuman. Dari semua hal yang terjadi dalam hidup Sam, sungguh sama sekali tak terbayang olehnya anak itu akan mengatakan kalimat itu.Beberapa saat hening dan keduanya saling menatap. Surya bahkan tak tahu harus menanggapi seperti apa. Ia senang, tapi pikirannya tetap memikirkan bagaimana sikap Sam nantinya jika ia menikah lagi."Aku serius, Pa. Aku rasa, rumah ini sudah saatnya memerlukan seorang perempuan yang bisa menjaga dan menyayangi." Sam mengangguk yakin, ia sudah memutuskan itu semua. Ia terlalu banyak protes untuk hidupnya sendiri, yang nyatanya tak ada yang berubah.Sam merasa terlalu egois jika terus membiarkan papanya hidup seorang diri, apalagi melihat mamanya yang bisa hidup bahagia setelah bercerai. Sam merasa ia telah mengekang papa. Ia merasa papa juga butuh teman hidup untuk berbagi keluh kesah, dan bahagia.Ya, papanya layak bahagia.Surya tak menik
Bab 59."Ma, menikahlah lagi!" ucap Angga menatap sang mama yang seketika mengerutkan keningnya.Nindita masih tak mengerti apa yang Angga pikirkan saat ini. Ia sendiri tak yakin sudah sembuh dari luka lamanya bersama Bima, dan menikah lagi adalah hal yang harus dipikirkan secara matang. Tak hanya tentang hatinya sendiri, tapi juga tentang mental anak-anaknya. Nindita merasa tak siap dengan itu semua. Ia merasa jika pun akan menikah, pasti anak-anak butuh waktu untuk bisa menerima kehidupan baru bersama orang baru.Belum lagi usia Nindita yang tak lagi muda dan memiliki tiga orang anak yang sudah besar dan tentu butuh biaya banyak untuk kehidupan. Lalu, siapa yang akan menikahinya?Masih dengan kebingungan yang belum berakhir, tiba-tiba pandangnya beralih ke pintu di mana dua orang lelaki masuk ke rumah mereka. Dua orang yang Nindita kenal sejak dulu."Aa Wisnu? Imran?" Sungguh Nindita tak mengerti dengan semua itu. Mengapa tiba-tiba orang-orang di masa lalu Nindita berada di sini di
Bab 58.Jadwal Angga semakin padat setelah memutuskan untuk aktif bernyanyi di YouTube dan media sosial lainnya. Namun, baginya pendidikan tetap nomor satu. Tahun terakhir harus lebih baik dari sebelumnya. Ia berusaha membagi waktu sebijak mungkin agar semua aktivitasnya terlaksana dengan baik. Angga dan Sam juga mengikuti serangkaian tes untuk bisa masuk ke perguruan tinggi. Melengkapi persyaratan sejak dini untuk bisa menjadi siswa yang akan dikenang dengan catatan baik.Video Angga dan Sam sering viral setelah malam itu. Keduanya mengcover lagu-lagu yang sedang viral di Tiktok, dan merekamnya di kamar Sam. Saat Sam memberitahu pada papanya, bahkan Surya membantu membelikan apa yang mereka butuhkan untuk merekam.Nama Angga dan Sam menjadi terkenal di sekolah, bukan lagi sebagai pembuat onar. Namun, kini sebagai siswa kreatif dan berbakat. Bahkan terkadang siswa-siswi di sekolah meminta berfoto layaknya selebritis."Sok ngartis lo," ejek Angga pada Sam yang terlihat begitu percaya