Share

11. Kiss Me

Terkadang manusia itu sok tahu segalanya, padahal tidak tahu apa-apa. Hanya bermulut besar untuk terlihat tangguh.

-Viona-

Langkah Vio memelan ketika selentingan itu mengusik gendang telinganya. Vio berusaha keras untuk tidak terpancing, sebisa mungkin mengontrol emosi yang mencuat ke ubun-ubun.

"Oh, jadi dia cuma anak pungut dong."

"Atau mungkin anak pembantunya yang dibiayain sekolah gitu kaya disinetron-sinetron."

"Gue kira dia beneran saudaranya Keyla, tapi emang gak mungkin sih kan mereka beda."

"Kasian ya gak diakui bapaknya."

"Mungkin karena dia anak haram."

Vio mengepalkan kedua tangannya, membendung hasrat yang menggebu-gebu. Rasanya ingin sekali Vio menyumpal mulut-mulut mereka dengan sepatunya. Tahu apa mereka? Bahkan mereka tidak tahu apa-apa, tapi seolah tahu segalanya.

Mulut-mulut jahat yang berbicara tanpa dipikir terlebih dahulu, seperti tong kosong yang berbunyi nyaring. Vio mengehela napas panjang, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak terpancing pada apa pun.

Vio masuk ke kelas, semua tatapan beralih kepadanya. Teman-temannya menatap Vio dengan pandangan aneh, Vio tahu apa yang mereka pikirkan. Tak beda jauh dengan anak-anak di koridor tadi.

Vio duduk di bangkunya, mengabaikan sekelilingnya. Ia menunduk pasrah, menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ingatannya kembali pada kejadian tadi pagi.

"Biarkan dia pergi, terserah dia mau seperti apa. Saya tidak akan peduli."

Kata-kata papanya terus terngiang di kepala Vio. Ia sampai tidak fokus dengan pelajaran, pikirannya berkelana ke mana-mana. Hingga suara bel istirahat berbunyi, Vio masih diam di tempat duduk.

"Viona."

Vio mengangkat wajahnya ketika mendengar seseorang memanggilnya, ia menatap seorang perempuan yang berdiri di samping mejanya. Dia teman sekelasnya tapi Vio tidak tahu siapa namanya, yang Vio tahu hanya Reva dan anak itu tidak masuk karena harus menemani kakaknya di rumah sakit.

"Gue mau nanya boleh?" tanya cewek itu. "Oh, ya. Sebelumnya kenalin gue Nabila." Dia memperkenalkan dirinya. "Gue mau tanya, lo sebenernya siapanya Keyla si? Emang beneran ya lo anak pembantunya Keyla?"

"Bil!" Teman-teman Nabila melotot, pasalnya pertanyaan Nabila terlalu sensitif.

"Biarin si, kan lebih baik gue nanya orangnya langsung dari pada gue mati penasaran," kata Nabila, sama sekali tak merasa bersalah. "Jadi yang bener lo anak pungut atau anak pembantunya? Teman-teman Keyla bilang lo anak pembantunya."

Vio meremas roknya, amarahnya semakin tersulut mendengar pertanyaan Nabila. Vio mendongak, wajahnya nampak datar, tapi tatapannya begitu tajam menyoroti mata Nabila yang bergerak liar. Sepertinya Nabila merasa tidak nyaman ditatap seperti itu.

"Emang kenapa?" tanya Vio.

"Ya kita semua perlu tahu, iya kan teman-teman?" Nabila menoleh ke teman-temannya.

"Iya, Vi. Tinggal jawab aja apa susahnya," sahut temannya Nabila yang entah bernama siapa, karena Viona tak mengenalnya.

"Kalo iya kenapa? Terus kalau gak kenapa?" Vio balik bertanya, tatapannya lurus ke Nabila.

"Ya kalo emang beneran lo cuma anak pungut kita gak akan temenan sama lo, kita————"

Vio mendecih. "Kalau gitu gue gak perlu jawab, karena gue gak butuh kalian." Vio beranjak berdiri, meninggalkan bangkunya dan memilih keluar kelas.

Vio tidak peduli dengan teman-teman sekelasnya yang pasti membicarakannya. Vio memegangi dadanya yang terasa sesak, rasanya sakit, benar-benar sakit. Kenapa tak ada seorang pun yang bisa mengerti dirinya, ia benci bersosialisasi karena mereka hanya akan memandang sebelah mata.

Vio menghela napas, sepanjang koridor semua anak menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Vio jabarkan. Hal itu membuat Vio risih dan tak nyaman, ditambah selintingan yang semakin berembus kencang sampai ke telinganya. Mereka benar-benar gila, pantas saja rumor itu bisa membunuh korbannya karena mereka lebih ganas dari virus mematikan sekalipun.

Vio nekad ke kantin sendiri, ia lapar karena tadi pagi tak sempat sarapan. Baru saja Vio masuk, tatapan anak-anak dengan cepat beralih kepadanya. Lagi-lagi tatapan aneh yang mereka berikan.

"Itu bukannya Vio?" Terdengar suara dari gerombolan cewek di meja paling depan, seketika teman-temannya melihat ke arah Vio.

Vio berusaha mengabaikan setiap orang di sana, ia berjalan melewati gerombolan tadi. Namun suara seseorang menginterupsinya, menghentikan langkah kaki Vio.

"Viona."

Vio hafal betul dengan suara itu, suara yang sangat ia benci sampai detik ini. Vio diam, tak bereaksi atau pun sekedar menoleh ke belakang.

"Keyla, lo ngapain si panggil dia?" tegur salah seorang temannya.

"Iya, Key. Dia kan cuma anak pembantu lo," sahut yang lain.

Tapi Keyla tak menggubris mereka, ia masih menatap punggung Vio yang sama sekali tidak bergerak. "Kamu mau makan, kamu bisa gabung di sini?"

"Ish, Key lo apa-apaan si?" Temannya yang lain pada protes, tak suka dengan tindakan Keyla.

"Tapi dia kan ...-

"Dia cuma anak pembantu, lagian lo kenapa musti sebaik ini sih jadi orang. Dia juga kan yang bikin lo uring-uringan dari pagi dan sekarang lo malah ajak dia gabung?" Teman Keyla menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan jalan pikiran Keyla.

"Dia bukan anak pembantu kok," sanggah Keyla.

"Udahlah Key, kita semua udah tahu kali. Kemarin kita nonton acara wawancara bokap lo dan bokap lo juga gak klarifikasi soal ucapan reporter itu."

"Bukan gitu, kalian salah paham sebeneranya————"

"Gak usah sok drama lo!" Suara lantang Vio membuat Keyla berjengit saking kagetnya, mungkin bukan cuma Keyla tapi hampir seluruh orang yang ada di kantin terkejut mendengarnya.

"Vi," lirih Keyla, matanya berkaca-kaca. "Itu gak bener, sebenernya ...."

"Puas lo sekarang!" bentak Vio, ia melangkah maju ke depan Keyla. "Harusnya yang ada di posisi lo saat ini itu gue. Gue!!" Vio berteriak, telunjuknya mendorong-dorong dada Keyla. "Gue anak dari istri sahnya, bukan lo yang cuma anak PELAKOR!!!" Ucapan Vio jelas membuat seluruh anak terkejut dan tak menyangka, mereka tercengang bahkan sampai tak bisa berkata-kata dan hanya menyaksikan Vio meluapkan amarahnya ke Keyla.

"Bahkan lo sama nyokap lo jadi penyebab kematian nyokap gue dan kalian sama sekali tidak menyesal, bhkan kalian bisa hidup dengan damai sementara gue?" Vio mendecih, melihat Keyla menangis sesenggukan. "Bahkan lo gak pantes buat ngeluarin air mata buaya!" Vio mendorong Keyla sampai dia terduduk di bangku, setelah itu Vio pergi meninggalkan kantin.

————

Vio memejamkan mata, menikmati angin yang berembus kencang menerpa wajahnya. Membiarkan terik matahari menyengat kulit putihnya. Ia kini berada di rooftop, satu-satunya tempat di mana Vio tak akan bertemu dengan siapa pun.

Sejak tadi ia memegangi perutnya, gara-gara kejadian tadi Vio tak sempat membeli makanan dan saat ini ia benar-benar lapar. Vio terkesiap ketika merasakan dingin di pipinya, seketika ia membuka mata dan menoleh ke samping. Mata Vio membukat lebar saat tahu siapa yang menempelkan botol air mineral dingin ke pipinya.

"Levin!" pekik Vio.

"Hai," sapa Levin. "Nih, buat lo." Levin menyodorkan kantong keresek ke depan wajah Vio, lalu duduk di sebelahnya.

Vio menerimanya, mengintip isi di dalamnya. Ada roti, susu kotak dan botol air mineral. Vio menoleh ke Levin, menatap lekat wajah Levin yang tengah mengernyit karena terik matahari.

"Makasih," kata Vio.

Sontak saja Levin menoleh, keduanya terdiam dan saling tatap sebelum akhirnya Levin memutus kontak mata lebih dulu. Setiap kali melihat wajah Vio, ia tak bisa mengontrol dirinya sendiri.

"Makan, gue tahu lo kelaperan," ucap Levin, memalingkan wajahnya ke arah lain.

Vio tersenyum tipis, ia memakan rotinya dalam diam. Dalam hati Vio bersyukur, karena Tuhan tak meninggalkan dirinya sendiri. Tuhan mengirimkan bantuannya lewat Levin, cowok yang tak pernah terpikirkan oleh Vio akan menolongnya.

"Mau balik ke kelas?" tanya Levin saat melihat Vio sudah selesai makan.

Vio menggeleng, ia tidak mau kembali ke kelas. Vio lebih nyaman di sini, terasa nyaman dan menenangkan. Jika ia kembali ke kelas, maka hatinya akan kembali merasa sesak dan emosinya tersulut lagi.

"Mau bermain?" Vio menoleh, menatap Levin. "Biar lo gak jenuh." Levin beranjak berdiri, mengulurkan tangannya ke depan Vio.

Vio menatap ragu uluran tangan Levin. Haruskah ia ikut? Tapi ....

"Ayo." Levin meraih tangan Vio, membuat Vio cukup terkejut karena Levin langsung menariknya. Dia membawa Vio ke parkiran, padahal sebentar lagi bel masuk berbunyi.

"Tas gue!" pekik Vio saat sudah berada di dalam mobil Levin.

"Tenang aja, ntar gue suruh Bella kalau gak Agata buat ambil tas lo," ucap Levin, ia langsung menyalakan mobilnya dan segera keluar sebelum guru BK melihatnya membolos.

Sepanjang perjalanan, hanya ada suara musik yang mengalun dari radio. Sementara Levin dan Vio tampak diam, asyik dengan pikirannya masing-masing.

Vio menatap keluar jendela, ia mengernyitkan dahinya ketika mobil Levin memasuki tol. Vio menoleh ke Levin, memasang wajah panik. "Kita mau ke mana?"

"Ke suatu tempat," jawab Levin. Ia menoleh sekilas ke Vio. "Tenang aja, gue gak bakal culik lo. Jadi gak usah tegang gitu." Levin terkekeh melihat wajah ketakutan Vio.

Vio mendengus, ia memilih diam dan kembali menatap keluar jendela. Hingga satu jam perjalanan, mata Vio mulai dimanjakan dengan keindahan pesisir pantai di depannya. Mobil Levin berhenti tepat di depan pantai, cowok itu benar-benar nekad.

"Ayo turun," ajaknya.

"Tapi ...." Vio mendengus karena Levin keluar begitu saja. Akhirnya Vio pun ikutan keluar, ia menunggu di samping mobil saat melihat Levin membeli es kelapa.

Tak lama Levin kembali, membawa dua buah kelapa di tangannya lalu memberikan salah satu ke Vio.

"Makasih," kata Vio, ia menyeruput es kelapa karena sejak tadi tenggorokannya terasa kering.

"Duduk sini." Vio menoleh, Levin sudah berada di atas kap mobilnya. Dia menepuk sebelahnya, menyuruh Vio duduk di sana.

Vio menurut ia naik ke atas kap mobil Levin. Keduanya kembali diam, memandangi keindahan pantai yang terhampar luas di depan. Bahkan mereka tidak merasa terusik ketika terik matahari tepat berada di atas mereka.

Ya, siapa juga yang akan ke pantai di siang bolong begini. Mungkin hanya Levin.

"Suka?" tanya Levin menoleh ke Vio.

Vio mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari pantai. "Suka, cuma panas."

Levin mendengus geli, ia turun membuat Vio mengalihkan pandangannya ke Levin. "Ayo, katanya mau main."

"Main?" beo Vio, menatap uluran tangan Levin.

Levin mengangguk. "Tujuan kita ke sini kan mau main."

"Tapi panas," kata Vio, enggan turun.

Levin  berdecak, tanpa aba-aba dia mengangkat tubuh Vio. Jelas saja Vio panik, meronta-ronta saat Levin membopong tubuhnya dan berlari ke pantai. Vio terus berteriak histeris sampai akhirnya ia menjerit ketika tubuhnya di ceburkan ke laut.

Beruntung Vio bisa berenenag, ia segera naik ke permukaan dan mendapati Levin tengah tertawa terbahak-bahak. Vio mendengus, ia kembali masuk ke dalam air berenang menghampiri Levin.

"Aaaaa!!" pekik Levin, ia terkejut saat kakinya ditarik, membuatnya terseret masuk ke dalam air.

Vio menyembul ke permukaan, kini giliran dirinya yang tertawa terbahak-bahak menertawakan Levin yang terbatuk-batuk akibat kemasukan  air laut.

"Asin," gerutu Levin, menjulurkan lidahnya.

"Emang enak, syukurin. Itu pembalasan buat lo. Karena udah ceburin gue," cibir Vio, menjulurkan  lidahnya.

Levin mendengus geli, tapi detik berikutnya ia menggendong Vio lagi dan kembali menceburkannya ke dalam air dan Vio akan membalas Levin dengan menyeret kakinya saat cowok itu lengah. Keduanya tertawa lepas, seolah tak ada beban.

Satu jam berlalu, setelah puas bermain air kini Vio dan Levin duduk di tepi pantai. Levin bertelanjang dada karena seragamnya basah dan Vio mengenakan jaket Levin. Keduanya memandang lurus ke tengah laut.

"Makasih," ucap  Vio, ia menoleh ke Levin.

Levin yang mendengar refleks ikutan menoleh, menatap wajah Vio. Mata Vio tampak berbinar, terlihat jelas jika dia tengah bahagia dan melupakan kesedihannya.

"Kalau gitu gue boleh dong nagih hadiah gue," kata Levin.

"Hadiah?" beo Vio, mengernyitkan dahinya.

Levin menganggukkan kepalanya. "Hadiah buat dongeng tadi pagi dan ajakin lo main ke pantai," jawab Levin. "Kiss me."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Oma Euis
jadi tambah penasaran,,ceritanya menantang,,lanjun thor
goodnovel comment avatar
Sinta Sinaga
ceritanya sangat bagus.. tapi tolong pengambilan point disetiap babnya di kurangin dong.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status