Home / Romansa / Vonis Cinta Sang Hakim / 20. Viona dan Pita Biru

Share

20. Viona dan Pita Biru

Author: Cerita Tina
last update Huling Na-update: 2025-09-16 17:54:33
Sore itu terasa hangat, tapi waktu berjalan cepat. Menjelang Magrib, mereka pun memutuskan untuk berhenti bermain.

Lino memutuskan untuk tidak jadi olahraga, moodnya sedang kacau. Dia memutuskan untuk pulang duluan. Varen mengantar Viona pulang. Mobil melaju tenang di jalanan yang mulai temaram, lampu-lampu kota mulai menyala. Sesampainya di depan rumah, mereka saling melempar senyum.

Theo tersenyum lebar sambil menepuk tangannya mengikuti kode tos yang biasa dilakukan dengan Viona.

“Nanti kita ketemu lagi ya,” ucap Viona lembut, menunduk ke arah Theo.

Tangannya terulur, dan Theo dengan semangat membalas tos kecil itu, kode rahasia mereka berdua.

“Janji, ya!” seru Theo polos, matanya berbinar.

Viona mengangguk. "Janji."

Janji itu sederhana, tapi entah mengapa terasa berarti

Viona tertawa pelan, lalu melambaikan tangan, berdadah kepada keduanya. Varen hanya mengangguk tipis, pandangannya diam-diam memperhatikan interaksi hangat itu sebelum ia kembali menyalakan mesin mob
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Vonis Cinta Sang Hakim   75. Kebun Teh

    Sehabis sarapan, suara dering ponsel tiba-tiba memecah suasana hangat meja makan. Varen melirik layar ponselnya, sebuah nomor baru. Ia mengernyit, mengira itu hanya panggilan penawaran layanan seperti biasa. Tapi tak lama kemudian, dering itu kembali terdengar. Akhirnya Varen mengangkatnya. Ia bangkit dari kursinya, berjalan keluar ruangan menjauh dari yang lain. Dari kejauhan, ekspresinya berubah serius. Sesekali ia melirik ke arah Radit dan Lino di dalam. Radit yang menangkap tatapan itu langsung menepuk bahu Lino, memberi kode tanpa bicara. Mereka berdua menyusul keluar. “Ah, iya Pak. Saya juga akan cari tahu. Nanti kalau ada info, saya kabarkan segera,” ucap Varen, menutup percakapan yang terdengar penting. Setelah panggilan berakhir, Varen menarik napas panjang. "Ada apa?” tanya Lino. “Pak Wiryawan sudah tahu tentang kedua napi itu,” jawab Varen . “Lalu?” Radit menatapnya. “Dia ingin kita mencari tahu keberadaan mereka.” ucap Varen sambil menyunggingkan senyum k

  • Vonis Cinta Sang Hakim   74. Liburan

    Keesokan paginya, Viona sudah sibuk di dapur. Sehabis subuh ia langsung menyiapkan nasi goreng untuk semua orang yang ada di vila itu. Varen ikut membantunya. Dia membuat teh di sebuah teko besar. Varen mengaduk-aduk gula supaya larut dalam tehnya. Viona menghampirinya, "Sayang, cobain." katanya sambil menyuapkan sendok yang berisi sedikit nasi goreng. "Kurang garam sedikit sayang." jawab Varen. "Oh oke." Viona mengerti dan langsung menambahkan garam dan menyesuaikan lagi rasanya. Setelah semuanya siap, mereka langsung menata rapi semua hidangan di atas meja. Varen menoleh ke arah depan, "Mereka belum bangun." Viona yang mendengar itu langsung membuka celemek yang dipakainya untuk masak tadi. "Biar aku yang memanggil para gadis lain." ucapnya sambil tersenyum kecil pada suaminya. Varen sempat menarik tangannya, lalu merangkul pinggang Viona dan langsung mencium pipi istrinya dengan gemas. "Hei, dasar. Bagaimana kalau ada yang lihat. " Celoteh Viona. "Biarin." kata

  • Vonis Cinta Sang Hakim   73. Damai

    Lino yang sejak tadi memetik gitar, melirik ke arah mereka. “Oke, karena semua sudah di sini, mari kita nyanyi.” katanya. Viona langsung menyela, "Ayo Mayang tunjukkan aksimu." katanya terkekeh. "Ayo, siapa takut." balas Mayang dengan penuh percaya diri. Mereka pun bernyanyi kecil bersama. Mereka menyanyikan lagu-lagu lama, kadang sumbang, tapi hangat. Varen menutup mukanya, "Ya ampun, Mayang. Cukup!" katanya sambil tertawa kecil. Tari menutup telinganya sambil tertawa juga. "Apa-apaan ini. Musik dan liriknya tidak nyambung sama sekali." Radit yang sedang memanggang ayam didekat mereka, terlihat bahunya bergetar menahan tawanya. Dia tidak menyangka suara kekasihnya berbanding jauh dari wajahnya. Radit akhirnya tak tahan dan tertawa keras, “Sayang, suaramu bisa bikin ayam gosong, tahu nggak?” Mayang langsung memukul bahu Radit dengan spatula, “Berani sekali kau!” katanya pura-pura marah, tapi matanya ikut tertawa. Lino menahan tawa di antara petikan gitarnya, “Tenang

  • Vonis Cinta Sang Hakim   72. Pertama Kali

    Radit terkekeh melihat Lino yang sibuk berlari menghindari Tari. “Baru kali ini aku lihat Lino jadi dirinya sendiri di depan seorang gadis,” katanya geli. Varen mengangguk sambil tersenyum penuh arti. “Ayo, kita bantu mereka supaya bisa berdua. Tari sepertinya benar-benar paham cara menghadapi Lino.” Mayang yang duduk di sandaran sofa hanya menggeleng pelan. “Mereka berdua seperti bocah kecil. " Tak lama kemudian, Lino kembali menghampiri mereka. Nafasnya tersengal, keringat menetes di pelipis. “Nafasku hampir habis sama dia,” katanya terengah-engah sambil menunjuk ke arah Tari yang berdiri dengan tangan di pinggang, menatapnya tajam. “Astaga, tenaganya kuat banget.” Tari mendengus, tapi senyum tipis tak bisa ia tahan. “Lain kali jangan mulai duluan. Aku cuma membalas.” Viona tertawa kecil, memandang mereka berdua. “Sepertinya liburan ini akan ramai, ya.” Radit mengangkat alis. “Kupikir ini malah awal dari kisah baru,” katanya, melirik Lino sekilas. Ucapan itu membu

  • Vonis Cinta Sang Hakim   71. Hanya Figuran

    Beberapa saat kemudian, Mayang datang juga. Langkahnya tergesa. “Hai, semua. Maaf ya, aku telat,” katanya sambil bersedekap, mencoba menata napasnya. Viona segera berdiri sedikit, menepuk kursi kosong di sampingnya. “Hei, tenang dulu. Duduk dulu, May,” ujarnya. Radit tampak lega dan jelas senang melihat kekasihnya akhirnya datang. Namun ekspresi Lino justru berubah kaget. Ia menunjuk bergantian antara Radit dan Mayang. “May. Ja, jadi kau pacarnya Radit?” suaranya gagap dan meninggi, nyaris seperti sedang menuduh. Mayang memutar bola matanya, lalu menjawab dengan nada menggoda, “Ya ampun, apa itu sebuah dosa?” Mereka yang mendengar itu langsung tertawa. Bahkan Varen sampai menepuk meja, sementara Viona menutup mulutnya menahan geli. Melihat semuanya bersikap santai, Lino semakin heran. “Tunggu, jadi kalian semua tahu kecuali aku?” katanya tak habis pikir. Varen, Viona, dan Radit kompak mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Lino mendesah panjang. “Hebat. Jadi aku

  • Vonis Cinta Sang Hakim   70. Pantas

    Di sisi lain, kedua napi yang kabur itu masuk kedalam sebuah mobil tua yg dijmput di luar lapas. begitu masuk mereka langsung disekap oleh orang yg sudah dulu ada dimobil itu. Muka mereka ditutup. Tangannya di ikat mreka tidak bisa melawan. Mobil itu melaju dan berhenti sebuah gudang yg jauh dr pemukiman. Mereka turun, dan langsung di arak kedlam gudang itu. Disana ada beberapa orang yg sudah menunggu dengan tersenyum puas. Yang paling mengejutkan, meraka itu adalah pak Jaya, Varen, Radit dan Lino. Mereka sudah berniat memberi hukuman yg lebih pantas kepada mereka daripada dilapas yangg bisa diatur oleh semau tuannya. "Untuk sementara biarkan mereka disini dulu." Ucap lino. Pak Jaya mengangguk, "Biar anak buah saya yg mengurusnya." Pak Jaya dan yang lainnya akhirnya keluar. Tinggallah beberapa orang anak buahnya yang bertampang sangar siap melaksanakan tugasnya seperti yg telah direncanakan. *** Beberapa hari kemudian, kabar tentang dua napi yang hilang sampai ke tel

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status