Share

Bab 3

WANITA PANGGILAN 3

Oleh: Kenong Auliya Zhafira

Kesan pertama terkadang selalu berhasil meninggalkan rekam jejak yang tidak mudah untuk dilupakan. Apalagi jika kesan itu mampu menyamarkan semua kesakitan dalam dada. Hal itu pasti akan membekas kuat dalam ingatan, meskipun baru sekali bertemu.

Logikanya mulai mempertanyakan tentang perasaannya sendiri. Salahkah jika hati memunculkan tunas baru di tempat yang salah? Sebenarnya bukan salah, lebih tepatnya tempat berlumpur. 

Lian menepuk kedua pipinya agar bangun dari lamunan. Namun, bayang Mayasha memang telah berhasil memikat hatinya.

"Tidak semudah ini seorang Lian Erza jatuh hati setelah patah hati." Lian mencoba menyangkal jerit hatinya yang tidak sengaja memanggil nama Mayasha. Bahkan kepalanya menggeleng beberapa kali.

Sang ibu yang sudah memastikan Keya pulang, menjadi geli melihat tingkah Lian menyisir rambutnya dengan jari. Apalagi sambil menekan kepalanya, seakan tengah memikirkan banyak masalah.

"Kamu kenapa? Bukannya dengerin penjelasan Keya malah menutup diri. Kalau emosi kamu sudah stabil, bicarakan lagi baik-baik dengan Keya." Ucapan sang ibu mengagetkan Lian, hingga ia menatap heran. 

"Udah nggak ada yang perlu dibicarakan, Bu. Lian harap, Ibu menerima keputusan ini." Lian meninggalkan sang ibu. Menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan hati yang entah.

Wanita itu menatap kepergian anaknya dengan hati terbelah. Ia tidak tahu harus memilih yang mana, menerima keputusan Lian atau membuat mereka kembali bersama. Namun, naluri sebagai ibu ingin melihat Lian bahagia dengan wanita impiannya, wanita yang menjunjung nilai kesetiaan.

"Apa selama ini, Ibu terlalu keras sama kamu, Nak?" lirihnya kemudian masuk kamar untuk beristirahat. Karena malam sudah semakin larut.

Sementara Lian langsung membersihkan diri untuk menenangkan ego dan tubuhnya setelah bertemu dengan Mayasha. Air hangat seakan memberi pijatan refleksi alam untuk raganya yang terasa begitu lelah. 

Entah dosanya bisa terhanyut dalam air atau tidak, sebisa mungkin Lian tetap berusaha membersihkannya. Setelah selesai, Lian bergegas memakai kaos dengan celana panjang.

Malam yang semakin larut membuat kepalanya benar-benar tidak bisa melupakan kejadian itu. Di mana dirinya memutuskan menghubungi seorang wanita panggilan yang tidak sengaja didapat dari salah satu teman kepercayaannya–Gavin Haidar.

Gavin sendiri tidak pernah menghubungi nomor itu, baginya kesetiaan itu yang utama. Apalagi untuk seorang Kanisha–istrinya. Melihat kekecewaan Lian membuat Gavin memberikan nomor tentang wanita panggilan yang siap mendengarkan kisah apa pun hingga membuat hati pelanggan kembali lega. 

Ya, Lian yang iseng memanggil Mayasha justru berakhir seperti senjata makan tuan. Dirinya terjebak dalam kubangan dosa disertai tunas cinta yang mulai kuncup layaknya bunga teratai. Bunga yang tumbuh indah di antara rerumputan liar dalam kubangan air kolam bahkan rawa.

Matanya menatap nomor Mayasha yang belum bernama. Kedua tangan Lian gesit berpindah merangkai nama 'Mayasha' di kontak telepon.

Ada rasa ingin menyapa lewat pesan, tetapi takut menganggu jika sedang bersama orang lain. Andai saja hanya dirinya tamu satu-satunya ....

Lian memilih meletakkan ponsel di nakas, lalu memejamkan kedua matanya untuk memeluk malam yang semakin larut. Seperti hatinya yang mulai larut oleh pesona seorang Mayasha. Ia harus mendinginkan hati dan akalnya untuk menghadapi esok hari.

~

Di rumah, Keya merutuki kebo*ohannya sendiri telah melukai Lian. Sepanjang perjalanan pulang, Keya terus menitikan air mata karena berpaling dari Lian. Padahal hubungannya dengan Marvin sudah berakhir lama. Kemarin ia hanya terbawa suasana kala perasaan mengingatkan keindahan masa lalu.

Menjalin hubungan jarak jauh dengan Marvin membuat Keya menyudahi jalinan asmaranya. Hingga waktu mempertemukannya dengan Lian. Namun, sekarang semua itu kandas begitu saja karena kesalahan b*dohnya.

Kejadian ini membuka memori Keya mengingat kesalahannya dulu merebut Marvin dari sahabatnya–Yesha dengan cara yang salah. Semua kejadian itu sekarang berputar jelas layaknya drama televisi.

Setelah kejadian itu, kabar Yesha tidak pernah terdengar lagi. Kepergian Marvin bekerja di kota lain membuat hubungannya tidak sehat. Pertikaian kecil kerap mewarnai hubungan mereka. Hingga pada satu titik, Keya memilih berpisah. 

Pertemuan dengan Lian membuat Keya jatuh cinta lagi. Saling menemukan kecocokan, membuat mereka bisa mengarungi hubungan hingga ke jenjang lebih serius. Namun, semua itu kandas ketika Keya bertemu kembali dengan Marvin yang ternyata adalah sahabatnya Lian.

Keya akui, rasa untuk Marvin kadang timbul tenggelam. Bertemu kembali dalam situasi berbeda membuat Keya tidak bisa menahan debar dalam dada kala mendapat sentuhan darinya. 

Kata-kata Marvin bahkan masih begitu jelas tersimpan di kepalanya. Di mana ia akan menikahinya jika mau melepas Lian. Akan tetapi, tipu daya itu justru membuat dirinya tenggelam lebih dalam oleh satu kesalahan.

Mata Lian terlihat memerah kala mendapati dirinya bercumbu mesra dengan Marvin. Padahal kala itu, Lian ingin memberi kejutan untuk menentukan hadiah pernikahan. Namun, semua itu menjadi malapetaka yang tidak mungkin akan terlupa. Di mana hatinya terluka dalam gara-gara ulah Keya.

"Yesha ... maafkan aku telah merebut Marvin darimu. Apa ini sebuah karma untukku?" ucap Keya kala ingatan itu mulai menjerat lehernya hingga napasnya seakan terhenti.

Sepulang dari rumah Lian, Keya meringkuk di tempat tidur sambil mengingat semua kenangan indah dan kenangan yang paling menyakitkan dalam hidup. Namun, semua itu tidak sebanding dengan luka Lian dan Yesha.

Mungkin Tuhan sedang menghukumnya dengan menjauhkan Lian dari sisinya. Ketika tengah meratapi nasib, suara ponsel menghentikan sejenak ingatannya. 

Keya melirik, nama Marvin menghiasi layar ponselnya. Dengan sedikit malas, Keya akhirnya menggeser tombol bergambar gagang telepon.

"Halo ... ada apa?" 

"Bisa buka pintunya? Aku ada di depan," ucap Marvin dari seberang telepon.

"Emang mau apalagi? Kan, hubungan kita sudah berakhir. Jangan temui aku lagi!"

"Key, aku tahu kamu sudah tidak bersama Lian. Maka dari itu aku datang. Aku janji akan membuatmu bahagia seperti dulu." 

Hening. Keya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Namun, langkahnya beranjak dari kamar dan membuka pintu rumahnya. Keya yang ikut bekerja di swalayan milik Lian, membuatnya bisa membeli tempat tinggal ini dengan sistem kredit. Tinggal beberapa bulan lagi akan lunas.

"Sebenarnya maumu apa, Vin?" tanya Keya setelah membuka pintu. 

"Mauku? Aku mau kita bersama seperti dulu. Rasa ini selalu sama setelah Yesha memilih menghilang dari pandangan. Kembalilah bersamaku, Key ...." Marvin mendekat dan mengelus pipi lembut wanita yang dulu pernah memiliki tempat sejajar seperti Yesha di hatinya.

Seketika Keya melemah. Menerima sentuhan dari pria yang dulu dikejarnya membuat kedua matanya terpejam, seakan tengah menikmati. Melihat wanita di depannya menutup mata, membuat Marvin berani mendaratkan bibirnya dan melumatnya lembut.

Kedua tangan yang tanpa sadar mengalungi leher Marvin, membuat Keya memasrahkan dirinya pada lelaki yang tengah menghujani sisi ruang hatinya dengan penuh kerinduan.

Keya sadar, kesempatan untuk bersama Lian pasti akan semakin jauh. Hatinya tidak bisa memungkiri masih mendamba sosok Marvin menyentuh ruang hatinya sekali lagi.

Kecupan Marvin semakin membuat suasana memanas. Keya melupakan dirinya yang baru saja mengiba kesempatan kedua pada Lian. Bersamaan napas yang kian memburu, Keya justru meyakinkan hatinya berhenti mengejar maaf dari Lian. Ia tidak akan memaksa Lian untuk meneruskan hubungan yang memang sudah tidak diinginkannya lagi.

Marvin mengakhiri kecupannya dengan begitu manis. Kedua tangannya yang masih membingkai wajah Keya, membuatnya bisa merasakan cinta itu masih sama besarnya seperti dulu.

"Key ... i love you ...," bisik Marvin sambil mengecup daun telinga Keya hingga membuat bulu romanya berdiri.

Keya mencari kesungguhan itu lewat sorot mata pria di depannya. Ia tidak mau mengambil keputusan yang salah. Namun, hati kecilnya ingin bersama Marvin.

"Kok, diem? Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Aku tahu rasa itu masih ada. I love you, Key ...." Marvin membisikkan kata itu lagi hingga membuat Keya kembali terjebak kesalahan untuk membenarkan sikapnya.

"I love you too ...," jawab Keya sambil menahan keras getaran hatinya karena tubuh Marvin yang semakin tak berjarak.

Marvin tersenyum mesra mendapati jawaban Keya. Bahkan ia memberi kecupan singkat pada bibir yang masih kemerahan. Kemudian, Marvin mengambil sesuatu dari saku celananya dan berlutut. 

"Kamu mau ngapain, Vin? Kamu nggak perlu berlutut untuk kembali. Ayo bangunlah," ucap Keya saat mendapati Marvin berlutut di depannya dengan tatapan mengiba.

"Dengerin aku dulu ... aku berlutut bukan untuk meminta kamu kembali, tapi untuk meminta kamu menjadi istriku. Kamu mau, kan?" Marvin menyodorkan cincin bermahkotakan permata ke hadapan Keya.

Hal itu sukses membuat Keya tidak bisa berkata-kata. Memang inilah yang ia dambakan dalam sebuah hubungan, yakni keseriusan.

"Gimana? Kamu mau, kan?" tanya Marvin kedua kali.

Keya masih diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Beberapa jam yang lalu, bibirnya baru mengatakan mencintai Lian, tetapi sekarang harus menjawab lamaran dari Marvin–pria yang dulu dikejarnya.

Hati Keya bimbang menentukan pilihan. Ia tidak mungkin masuk ke pintu yang terkunci, sedangkan di depannya ada pintu terbuka lebar.

"Untuk apa mengharap maaf dari Lian, sedang hatinya sudah tidak mau menerima. Mungkin lebih baik jika menyakitinya secara total. Toh, Lian sudah terlanjur b*nci."

---------***---------

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status