Share

Mulai Bimbang

Azril hanya bisa terdiam ketika Devina memperkenalkan dirinya. Sementara bagi Devina, saat ini dia hanya mengalah, dan mengalah bukan berarti kalah. Dia hanya menepi sejenak untuk menerima kemenangan yang sesungguhnya.

"Jika aku menyerah begitu saja, tandanya aku mengaku kalah. Saat ini, aku ingin bermain sebentar sesuai isi hatiku, Mas. Ada saatnya kau akan menyesal dan memintaku untuk kembali, tapi saat itu tiba, jangankan kembali bersama, aku bahkan enggan untuk menoleh ke arahmu, Mas." batin Devina bermonolog.

Bagi Devina, Azril memang segalanya. Tapi ... tapi semuanya hanya masa lalu. Ia bukan perempuan bodoh yang dibutakan cinta dan akan terus bersama orang yang dicintai tapi menyakitinya.

Devina adalah gadis cerdas, selama tujuh tahun ini bertahan karena Azril masih setia terhadap pernikahannya. Dia tidak pernah abai terhadapnya, tapi akhir-akhir ini selalu merasa Azril berubah dan ternyata benar, ia kenal wanita lain, bahkan mengaku masih lajang.

"Wah, kok ada pembantu yang cantik bagai bidadari begini?" Mata Nafisah terpesona ketika melihat lekukan tubuh dan kulit Devina yang putih juga terawat. Wanita dengan kecantikan yang sangat langka, begitulah penilaiannya.

"Ada, buktinya saya." ucap Devina santai. Yang bukanlah masalah, merendah bukan berarti dia adalah orang yang hina. Begitulah prinsip yang dipegangnya selama ini.

Hari ini, bukan pertama kalinya dia menyamar menjadi pembantu, tapi berkali-kali. Dulu, ketika dia ingin keluar dari rumahnya jika sedang dalam masa hukuman orang tuanya, Devina selalu memakai baju pelayan untuk keluar rumah.

"Cantik sekali." Nafisah terus saja menunjukkan kekagumannya sampai membuat Azril cemburu.

Azril cemburu bukan karena Nafisah hanya memuji Devina, tapi karena kecantikan Devina yang tidak pernah dia sadari di sadari orang lain. "Sudah kubilang kalau keluar pakai baju tertutup!" geram Azril sambil melangkah cepat, masuk ke dalam rumahnya.

Mereka pun berkenalan dan berbincang-bincang di dalam rumah sampai melupakan Azril.

"Kapan pernikahan kalian berlangsung?" tanya Devina membuat Azril yang baru saja minum menjadi tersedak dan terbatuk-batuk.

"Mas, kamu gapapa?" tanya Nafisah panik sambil berjalan ke arahnya, tapi Devina malah menariknya kembali dan meminta Nafisah untuk tetap duduk.

"Di sini saja, kita bicarakan tentang pernikahan. Azril bukan anak kecil yang harus dibantu kalau tersedak." ucap Devina lembut tapi menusuk untuk Azril.

Sebelum-sebelumnya, Devinalah yang selalu membantu segala sesuatu yang menyangkut Azril, tapi tidak kali ini. Devina ingin menunjukkan kepada Azril, kalau ia juga bisa cuek. Menganggap ia tidak ada dan tidak terjadi apapun.

"Tapi Mas Azril...." Nafisah terlihat sangat panik.

"Tidak apa, dia sudah besar, tahu apa yang harus dilakukannya." jelas Devina tenang. "Jadi, kapan kalian akan menikah?"

Nafisah pun diam, ia tidak tahu harus menjawab apa, Azril juga malah ikut diam.

"Loh, kenapa kalian malah saling diam? Bukankah selama ini ngebet nikah?" Devina tertawa kecil, tapi tetap saja tidak bisa menipu hatinya yang terluka.

"Nanti kita bicarakan lagi." Azril mengelak.

"Loh, kenapa harus nanti? Bukankah lebih cepat lebih baik?" Devina menatap Azril tajam, sementara yang ditatapnya hanya bisa mengelus dada. Karena selama ini, tidak pernah sekali pun Devina berbicara dan menatapnya tajam. Selalu saja lembut dan penuh ketulusan.

"Em, iya, sih, Mbak." Nafisah menghela napas berat. "Tapi Mas Azril juga belum pernah mengatakannya." lanjutnya malu-malu.

"Mau sampai kapan anak orang digantung tidak jelas begini?" tanya Devina kepada Azril dengan nada ketus.

"Gak lama lagi." Azril menjawab sambil menatap Nafisah dengan bingung.

"Bukankah aku mencintainya, tapi kenapa hatiku rasanya berat untuk menentukan tanggal pernikahan?" batin Azril bertanya-tanya.

"Kapan? Nanti aku akan bantu untuk mempersiapkan semuanya." Devina berbicara dengan tenang, tanpa ada celah sedikit pun untuk air mata atau ketidak relaan.

Napas Azril mendadak memburu ketika mendengarnya. "Jangan gila! Nanti aku sendiri yang akan memutuskan segalanya!" tegasnya tak terima.

"Jadi, kapan, Mas? Aku perempuan, tak bisa menunggu waktu lama lagi, banyak juga yang ingin melamar," lirih Nafisah, ia merasa terguncang dengan perkataan Azril kepada Devina dengan setengah membentak.

"Maaf Nafisah, Mas tidak ada niat untuk bersikap tidak baik. Pulang dulu, ya, biar supir yang antar." ucap Azril sambil meminta orangnya untuk mengantar.

Setelah Nafisah pulang, Azril pun hendak pergi ke kamar, tapi lagi-lagi perkataan Devina menghentikannya. "Tetapkan segera pernikahannya, Mas. Biar kamu juga bisa segera berbahagia dengan perempuan yang kau inginkan." ucap Devina sambil meminum susu hamilnya yang diketahui oleh Azril adalah susu biasa, karena dia tidak pernah melihat-lihat ke dapur.

"Biar aku yang tentukan!" jawab Azril pelan, ia merasa heran dengan perubahan sikap Devina yang tenang dan tidak banyak tingkah. Anehnya, hatinya pun malah menjadi bimbang.

Apa iya dia harus menikah dengan Nafisah?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
katanya pembantu tapi teges banget kurang aktingnya deh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status